Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kalau Angkor Wat Gratis untuk Warga Lokal Mengapa Borobudur Harus IDR 750 Ribu?

9 Juni 2022   20:30 Diperbarui: 9 Juni 2022   20:48 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usulan untuk menaikkan harga tiket masuk atau naik ke candi Borobudur menjadi IDR 750.000 untuk wisatawan lokal dan USD 100 untuk wisatawan asing sontak menjadi viral di berbagai media, termasuk di media sosial.   

Banyak yang langsung tidak setuju dengan alasan terlalu mahal untuk Sebagian besar rakyat Indonesia dan seribu satu alasan lainnya.   Di samping itu banyak juga yang setuju dengan alasan pelestarian warisan budaya yang sudah masuk dalam daftar World Heritage dan ancaman turisme massal yang bisa merusak candi serta 1002 alasan lainnya.

Sekilas kedua pihak sama-sama benar dengan alasan dan pembenaran nya masing-masing.  Debat dan diskusi untuk tujuan membenarkan pendapat dan opini masing-masing tampaknya akan sia-sia. 

Karena itu dalam tulisan ini, saya bermaksud memberikan pandangan ketiga yang mungkin bisa membuat suasana sedikit adem dan damai.   Pandangan ketiga ini dengan mengambil studi kasus Angkor, nun jauh di negeri bernama Kamboja. 

Lah, mengapa kita harus mengambil Angkor sebagai bahan perbandingan, bukankah Borobudur sama sekali berbeda dengan Angkor? Mungkin sebagian pembaca akan langsung bertanya setengah protes.  

Mau bertanya dan protes tentu saja itu hak kita masing-masing, bahkan mau suka atau tidak suka atau mau tidak membaca artikel ini pun merupakan hak kita masing-masing. 

Yang ingin saya kedepankan adalah kebebasan penulis untuk mengemukakan pendapat dan usulan selama pendapat itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada dan demi kebaikan bersama. Mengapa tidak.?

Sebelum kita mulai membandingkan Borobudur dengan Angkor, ada baiknya kita telaah sekilas mengenai Bodrobudur sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas dan juga tujuan wisata yang menjadi ikon Indonesia. 

Relief di Borobudur: Dokpri
Relief di Borobudur: Dokpri

Borobudur adalah peninggalan budaya yang sudah menjadi Warisan Dunia dan masuk dalam UNESCO World Heritage sejak 1991 bersamaan dengan Kompleks Candi Prambanan. 

Menyandang status ini tentunya Borobudur telah memenuhi berbagai standar dan persyaratan yang ditentukan UNESCO. Standar ini bahkan harus terus dijaga karena bila dilanggar ada kemungkinan suatu situs dihapus dari daftar sebagai Warisan Dunia.    

Salah satu sebab mengapa Borobudur dianggap sebagai Warisan Dunia adalah karena adanya Outstanding Universal Value atau nilai-nilai universal yang luar biasa. 

Yang juga mungkin jarang diketahui adalah status Warisan Dunia untuk Borobudur itu menjadi satu paket dengan Candi Mendut dan juga Candi Pawon yang secara keseluruhan disebut dengan Borobudur Compound.   

Perlu juga di ingat bahwa Borobudur mendapatkan status ini setelah suatu restorasi besar-besaran atau kerja sama pemerintah Indonesia , UNESCO dan masyarakat internasional untuk menyelamatkan monumen ini agar tetap dapat disaksikan oleh generasi mendatang.  

Pada saat restorasi tersebut, jutaan bongkah bebatuan di bongkar, diidentifikasi dan kemudian dipasang kembali pada posisi aslinya. Dan hasilnya adalah Candi Borobudur yang kita lihat sekarang. 

Saya sendiri pertama kali berkunjung ke candi ini di akhir 1975, ketika Borobudur sedang direstorasi dan saat itu, kita hanya dapat berkunjung bagian tertentu i saja.

Kamadatu: Dokpri
Kamadatu: Dokpri

Setiap tahun UNESCO juga membuat suatu laporan dan memantau kondisi Warisan Dunia ini dengan melaporkan beberapa aspek yang diangga bisa membahayakan kelestariannya. 

Berdasarkan laporan UNESCO , sejak 1991 hingga 2021 ada cukup banyak laporan mengenai ancaman terhadap Borobudur terutama dalam aspek Outstanding Universal Value yang dianggap menjadi salah satu faktor penentu mengapa Borobudur dinobatkan sebagai Wairsan Dunia.

Bahkan penetapan Borobudur sebagai salat satu Destinasi Super Priorotas  pada 2019 yang kemudian disusul dengan beberapa rencana proyek yang terlalu komersial dan mengundang lebih banyak lagi turis ke Borobudur juga dianggap bisa  membahayakan Outstanding universal Value tersebut.

Kesimpulannya Borobudur memang harus berpacu dan pandai menjaga keseimbangan sebagai warisan budaya , tempat ibadah sekaligus sebagai salah satu daya tarik wisata yang mau tidak mau harus bersentuhan dengan nilai-nilai ekonomi dan komersial. Di sinilah timbul tarik menarik antara menaikkan harga tiket serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berwisata.

Borobudur: Dokpri
Borobudur: Dokpri

Ada juga satu hal yang mungkin atau sering luput dari perhatian masyarakat bahwa Borobudur saat ini dikelola oleh PT Taman Wisata Candi yang juga mengelola Candi Prambanan, Ratu Boko dan beberapa tempat wisata lainnya.  

PT TWC sendiri tentunya mengemban berbagai misi baik pelestarian candi dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai ekonomis yang terkait baik secara langsung mau pun tidak langsung.

Sekedar sebagai bahan perbandingan, mari kita terbang ke negara yang sebenarnya memiliki banyak kemiripan dengan Indonesia, yaitu Kamboja. Bahkan kedua negara pernah memiliki kepala negara yang bila dilihat agak mirip yaitu Presiden Suharto dan Raja Norodom Sihanouk.

Kamboja tidak dapat dipisahkan dengan Angkor, bahkan gambar Angkor sendiri tertera degan manis di bendera negeri ini. Angkor juga menjadi tulang punggung pariwisata di Kamboja di mana hampir 50 persen wisatawan ke Kamboja bertujuan untuk melihat Angkor.

Saya sendiri sudah dua kali ke Kamboja dan kedua-duanya menyempatkan diri berkunjung ke Angkor.  Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai apa saja yang dapat dilihat di Angkor, perlu dicamkan bahwa Angkor merupakan sebuah kota yang  pada zaman kejayaannya  lebih luas dari Jakarta saat ini dengan penduduk antara 750 ribu hingga 1 juta. 

Dengan demikian di dalam kompleks Angkor inilah kita akan menemukan banyak sekali monumen, candi, istana , benteng yang menjadi satu kesatuan dan lebih dikenal sebagai Kompleks Angkor Archeological Park.  Kalau Borobudur dimasukkan dalam daftar Warisan dunia pada 1991, maka Angkor juga telah mendapatkan status itu pada 1992.

Relief di Angkor Wat: Dokpri
Relief di Angkor Wat: Dokpri

Yang menjadi pusat dari Angkor adalah Angkor Wat, merupakan sebuah kota candi yang mungkin paling luas di dunia.  Salah satu keunikan Angkor Wat adalah pada awalnya dibangun sebagai candi Hindu yang kemudian secara perlahan berubah menjadi Candi Buddha. 

Konon luas Angkor Wat sendiri sekitar 162 Hektar.  Dan ke sinilah hampir semua wisatawan dari seluruh dunia berkunjung. Sebelum pandemi Covid melanda, lebih dari dua juta turis berkunjung ke Angkor.

Selain Angkor Wat tentu saja ada Angkor Thom, Candi Bayon dengan wajah-wajah misteriusnya, Ta Phrom yang sangat antik karena pohon-pohon yang terjalin erat dengan bebatuan dan masih banyak lagi yang tidak kalah menarik dan indah seperti Banteay Srei, Preah Khan, dan juga Prasat Bakong.

Sama seperti Borobudur, banyaknya turis di Angkor ternyata juga memberikan ancaman serius bagi kelestarian warisan dunia ini. Namun pada saat yang bersamaan, Kamboja juga sangat memerlukan banyak devisa untuk menggerakkan perekonomiannya.  Dan ada satu perbedaan yang sangat signifikan lagi antara Borobudur dan Angkor. 

Kalau Borobudur bisa menerapkan tiket untuk wisatawan lokal, maka hampir tidak mungkin bagi Kamboja untuk menerapkan tiket bagi penduduk karena mereka memang tinggal dan setiap hari keluar masuk kawasan tersebut.  Dan bahkan warga negara Kamboja dari mana saja dapat berkunjung ke Angkor dengan gratis alias tidak usah membeli tiket.

Ta Phrom: Dokpri
Ta Phrom: Dokpri

Angkor dikelola oleh suatu badan yang disebut Apsara Authority.  Untuk harga tiket masuk ke Angkor, pada 2007 ketika saya pertama kali ke Angkor, harga tiket adalah 40 USD untuk 3 hari dan 20 USD untuk tiket sehari.   Uniknya tiketnya mirip dengan ID Card dan kita akan langsung difoto ketika membeli tiket.

Harga tiket ini masih sama ketika kunjungan saya yang kedua pada 2015.  Namun menurut informasi harga tiket mengalami penyesuaian pada 2017, yaitu tiket 1 hari 37 USD, 3 Hari 62 USD dan tiket 7 hari seharga 72 USD.   Mengapa pengunjung bahkan ada yang membeli tiket 7 hari? Salah satu alasan karena memang sangat banyak sekali tempat menarik di Angkor yang kalau mau dikunjungi semua bisa memakan waktu berhari-hari.

Nah bagaimana dengan kebijakan 100 USD untuk Borobudur, apakah 100 USD hanya untuk naik ke candi Borobudur bagi turis asing  dan 750 Ribu buat wisatawan lokal akan menjadi terlalu mahal?  

Kalau memang tujuannya untuk membatasi pengunjung, mungkin bisa menggunakan kebijakan lain. Walau tentu saja tidak ada batasan yang pasti untuk menentukan mana yang salah dan benar.

Apa yang terjadi di Angkor juga jauh dari sempurna karena dari uang hasil pemasukan harga tiket itu, konon hanya kurang dari 30 persen yang digunakan untuk proses pelestarian dan restorasi Angkor, selebihnya menguap entah ke mana.

Namun yang jelas baik Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, maupun Angkor Wat, Candi Bayon , dan semua candi di bangunan di Kompleks Angkor sesungguhnya menjadi saksi akan kebesaran kebudayaan di Asia Tenggara di masa lalu yang memiliki nilai-nilai universal yang luar biasa.

Kita semua, harus berusaha untuk melestarikannya, apa pun kebijakan yang diambil semoga menjadi yang terbaik bagi kita semua.

Selain itu juga ada fakta yang jarang diketahui bahwa Borobudur dan Angkor Wat sendiri sebenarnya merupakan dua situs kembar alias Sister Sites sementara provinsi Siem Reap dan Jawa Tengah juga menjadi provinsi kembar.

NB: untuk lebih lengkap mengenai perjalanan ke Angkor dapat dilihat dalam 5 tulisan yang berjudul Terpesona Reruntuhan Angkor

Terpesona Reruntuhan Angkor Bagian 1

Terpesona Reruntuhan Angkor Bagian 2

Terpesona Reruntuhan Angkor Bagian 3

Terpesona Reruntuhan Angkor Bagian 4

Terpesona Reruntuhan Angkor Bagian 5

Selain itu masih ada lagi tulisan mengenai Angkor yang tetap menarik

Matahari Tidak Penah Tenggelam di Angkor

Tersihir Wajah-Wajah Misterius di Angkor

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun