Selama di Arab Saudi, dalam perjalanan antar kota sering ada pemeriksaan oleh polisi. Mereka biasanya memeriksa paspor dan visa apakah sudah sesuai dengan tujuan perjalanan dan meyakinkan bahwa tidak ada yang overstay alias bermukim tidak secara tidak legal.Â
Setelah sekitar 9 hari berada di Madinah dan Mekah perjalanan dilanjutkan kembali ke Jeddah untuk persiapan meninggalkan tanah suci. Di Jeddah, kami masih sempat sekedar berwisata ke Laut Merah dan juga berbelanja di Balad. Tempat yang memang terkenal bagi orang Indonesia untuk berbelanja.Â
Sekilas, perjalanan di Arab Saudi berjalan lancar dan tidak ada kesulitan komunikasi. Â Untuk berbelanja selain menggunakan bahasa Inggris atau Arab, kebanyakan ara penjual juga bisa berbahasa Indonesia. Â Mereka selalu memanggil kita dengan sebutan Haji, Haji sementara untuk ibu-ibu bisanya dipanggil Siti Rachma. Â Bahkan pada masa itu harga yang paling umum adalah Hamzah Riyal atau Lima Riyal.
Akan tetapi, ada yang unik dengan perjalanan umroh kami kali itu. Setelah selesai umroh, kami tidak langsung pulang ke tanah air, tetapi melanjutkan  dengan jalan-jalan ke Turki.
Dengan pesawat Saudi Arabian Airlines kami berangkat menuju Istanbul. Pada saat itu ke Turki tidak perlu visa, bahkan kami juga sama sekali tidak perlu mengisi formulir imigrasi. Cukup menyerahkan paspor dan langsung dicap. Â Â
Sebagaimana kebiasaan sewaktu umroh, setiap orang akan diberi oleh-oleh 5 liter air zam-zam dalam bentuk sebuah jeriken. Karena saya berempat dengan dua anak yang masih kecil, maka saya harus membawa empat jeriken Zamzam ke dalam kabin pesawat.
Setibanya di Istanbul, saya merasa sedikit kewalahan membawa empat buah jeriken sehingga memutuskan memberikan sebuah jeriken kepada sopir taksi yang membawa kami dari Bandara Attarturk ke hotel Conrad . Â Wah tentu sasja sopir taksinya sangat senang. Dan yang menarik juga adalah karena nilai tukar Lira Turki yang sangat lluar biasa yaitu 1 USD sekitar 500 Ribu Lira, maka naik taksi dari bandara juga harus membayar dengan hamper 10 Juta Lira.
Maka Saya masih punya 3 buah jeriken air zam-zam, Â Yang satu jeriken digunakan untuk air minum selama jalan-jalan beberapa hari di Istanbul dan yang dua jeriken diputuskan untuk dibawah pulang ke tanah air. Â
Setelah beberapa hari di Istanbul, kami kemudian pulang ke tanah air. Kali ini dengan naik pesawat Cathay Pacific via Hong Kong. Â Lumayan jauh penerbangan Istanbul- Hong Kong dan dilanjut dengan Hong Kong Jakarta. Â Drama terjadi di Bandara Cep Lap Kok dimana pesawat harus pindah gate yang cukup jauh.
Kala itu pula kami pulang ke Jakarta dengan pesawat yang transit di Singapura.  Lebih asyiknya lagi saya kemudian  harus duduk di kokpit dari Singapura ke Jakarta dengan membawa dua jeriken zam-zam itu. Pilot sendiri sempat bertanya tentang air apa yang saya bawa karena dia agak heran mengapa perlu membawa air dari Hong Kong ke Jakarta.
Ketika dijelaskan bahwa itu adalah 'Holy Water', barulah sang pilot tersenyum sambil mengangguk mengerti. Â Maklum saja jarang sekali orang yang pulang umroh lewat Hing Kong.