Waktu sedikit lagi menunjukkan pukul 4 ketika saya tiba di halaman Erasmus Huis. Suasana sudah lumayan ramai dengan para penggemar film Eropa yang mengantre untuk mendapatkan tiket. Setelah mendaftar melalui ponsel, saya mendapatkan sebuah tiket kertas lengkap dengan judul film Oskar and Lili. Â Film akan dimulai 4.30 sementara penonton bisa masuk ke Auditorium di Lantai 2 pukul 4.15.
Sambil menunggu, saya jalan-jalan sebentar melewati kantin. Di sini banyak meja dan kursi yang sudah dipenuhi calon penonton. Kebanyakan berusia belasan hingga dua puluh tahunan.Â
Hanya sedikit yang berusia Om dan Tante. Â Beberapa wajah sudah cukup akrab dengan saya karena sering bersama menonton film baik Press Screening maupun Gala Premier di berbagai acara. Â Mereka duduk sambil bercengkerama dan menikmati makanan kecil dan minuman ringan.Â
Di dekat kantin juga ada perpustakaan Erasmus Huis. Sayang sudah tutup karena hanya buka sampai jam 4 dan juga hanya hari-hari tertentu saja. Â Dari pintu kaca, saya sematkan mengintip suasana perpustakaan yang sekilas dipenuhi rak berisi buku-buku.Â
Saya kemudian berjalan menuju ke halaman di dekat jalan Rasuna Said. Â Di sini ada replika sebuah rumah kayu yang khas Belanda. Wah walau beberapa kali sempat main ke Erasmus Huis, saya belum pernah melihat replika rumah tradisional Belanda in.Â
Sambil menunggu, saya kemudian memesan minuman di kantin, segelas es teh. Sejenak saya mengintip menu yang ada di kantin ini. Ada beberapa menu khas Belanda seperti Bitter Ballen dan juga tentunya makanan khas Indonesia seperti gado-gado.
Sekitar jam 4.15, saya mulai masuk ke Auditorium sementara di lantai bawah ternyata ada pameran foto mengenai Pulau Banda.Â
Pemutaran film dimulai dengan sedikit pidato dari pengelola, baik Event Director EOS, dan juga Direkturr Erasmus Huis. Intinya menyatakan kegembiraan mereka karena bisa kembali menyelenggarakan acara ini secara off line bersama dengan Goethehaus, Instituto Italiono di Cultura dan Institut Francais Indoenesia (IFI) Â Thamrin setelah dua tahun absen karena pandemi. EOS 2020 dan 2021 memang hanya diadakan secara online. Sementara untuk 2022 ini akan diadakan secara hibrida.
Film Oscar dan Lilli yang memiliki Judul asli dalam Bahasa Jerman Ein Bisschen Bleiben Wir Noch merupakan film produksi Austria dan menceritakan dua orang anak pengungsi yang berasal dari Chechnya. Bersama ibunya mereka diancam akan dideportasi walau telah lebih 6 tahun tinggal di Austria dan fasih berbahasa Jerman. Untuk mencegah usaha deportasi ini sang ibu mencoba melakukan bunuh diri.Â
Sesuai judulnya film ini menunjukkan harapan dan asa bagi Oskar dan Lilli serta ibunya untuk bisah lebih lama atau kalau mungkin selamanya tinggal di Austria walau mereka juga berharap akan bisa di tinggal di Jepang atau Argentina.
Sang ibu harus dirawat dan anak-anak dititipkan sementara di keluarga Austria. Lili tinggal bersama  Ruth, perempuan berusia 40 tahunan yang hidup bersama pasangannya  George. Sementara adiknya Oskar tinggal bersama sepasang suami istri yang berprofesi sebagai guru dan juga vegetarian.
Di rumah orang tua angkat ini Oskar juga tinggal berama Erika, perempuan tua berusia 85 tahun yang menderita Parkinson dan anak balita bernama Simon. Â Banyak kejadian dan drama menarik dalam kehidupan Oskar. Sementara Lili juga berkenalan dengan seorang gadis preman di sekolah yang menjadi sahabat sekaligus pelindungnya.
Kakak beradik ini saling merindukan dan sesekali bertemu. Mereka berdua sangat kehilangan ibu mereka yang berkat bantuan Georg diketahui berada di rumah sakit jiwa. Rupanya sang ibu berusaha tetap sakit agar deportasi kedua anaknya ditunda. Karena kalau sang ibu dinyatakan sembuh mereka harus dideportasi kembali ke Chechnya.
Oskar kemudian mendapatkan hadiah berupa uang-uang lama dari Erika dan bersama ibunya yang sudah sembuh uang itu ditukarkan. Walau Sebagian besar sudah tidak laku tetapi sebagian masih bisa ditukar dan mendapat lebih dari  800 Euro yang digunakan untuk menginap di Grand Hotel yang mewah. Meraka kemudian mengajak Lili juga untuk menginap dan ternyata ini adalah akhir petualangan mereka.  Polisi mendapatkan ketiganya di Grand Hotel.
Selesai film pertama, rencana awal adalah pulang karena saya sebenarnya sudah nonton film kedua yaitu film Belanda berjudul The Surprise pada gala Premier di akhir 2015 lalu.  Namun karena saya sudah agak lupa ceritanya, saya memutuskan kembali antre untuk mendapatkan tiket  film ini.
Tadinya saya ingin kembali ke kantin untuk makan malam. Namun karena kantin sudah tutup, saya harus ke warung di tepi jalan di depan kedutaan dan mengganjal perut dengan seporsi Indomie. Â Kembali ke Erasmus Huis, masih ada waktu untuk sekilas menyaksikan Pameran Foto tentang Banda.
Pameran fotografer Isabelle Boon asal Belanda ini ternyata sangat menarik dan menyuguhkan banyak hal yang belum atau jarang diketahui masyarakat Indonesia. Selama ini yang saya  ketahui bahwa Banda adalah salah satu pulau di kawasan Maluku nun jauh di timur sana. Saya sendiri belum sempat ke Banda walau pernah amampir ke Ambon beberapa tahun lalu.  Ada satu hal yang juga diungkap dalam pameran ini adalah sejarah kelam pulau Bandar ketika 40 Orang Kaya dibantai oleh Belanda pada 1621.
Film kedua The Surprise menyuguhkan cerita drama komedi dengan tema yang lumayan kontroversial. Jacob sebagai orang super kaya yang memilik rumah maha besar dan koleksi mobil mewah ternyata tidak bahagia. Â Setelah ibunya meninggal, dia merasa hampa dan hidup tidak ada artinya hingga bertemu dengan sebuah perusahaan misterius yang memberikan jasa travel ke masa depan, yaitu kematian. Â Sebagian kisah bisa dilihat di sini.
Nah saya hanya ingin melanjutkan kisahnya bagi yang  belum sempat menyaksikan film ini. Kejutan sesungguhnya buat Jacob adalah ketika menemukan fakta bahwa  Anne adalah anak angkat dari pemilik perusahaan misterius dan ditugaskan untuk mengakhiri hidup Jacob yang disinyalir akan melanggar kesepakatan.
Namun kisah berakhir bahagia ketika hubungan Jacob dan Anne direstui sang ayah dengan syarat Jacob mau membantu mereka bekerja. Salah satu tugas Jacob adalah memberikan surprise kepada salah sorang pelanggan yang ternyata adalah Muller, salah seorang pengurus rumah tangga keluarga Jacob. Â Kejutan berlapis pun terjadi dan menjadi klimaks cerita nan apik.
Dua buah film Eropa, yang satu berasal dari Austria dan mengajak kita melihat sebagian kota Wina serta kota-kota satelit di sekitarnya. Â Sementara satu lagi film Belanda yang mengajak kita ke sebuah rumah besar nan mewah serta juga tempat-tempat di Brussel.
Kedua film itu telah membawa penonton mengembara ke Austria dan Belanda hanya dari sore hingga malam. Kedua film itu merupakan film lama yang pernah diputar di Europe on Screen sebelumnya dan diharapkan menjadi pembuka EoS 2022 yang akan dimulai pada 16 sampai 26 Juni nanti.  Sementara untuk pemutaran online akan dimulai pada 20 hingga  30  Juni melalui laman festivalscope.com
Nantikan berita selanjutnya mengenai jadwal lengkap film-film yang akan diputar pada EoS 2022. Â Satu hal yang pasti pemutaran film Belanda di Erasmus Huis akan menjadi film pembuka. Begitulah sedikit bocoran dari Yolanda Melsert, Direktur Erasmus Huis ketika membuka acara.
Sampai jumpa di acara utama EOS 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H