Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengungkap Sejarah yang Jarang Diketahui di Lapangan Banteng

1 Juni 2022   09:17 Diperbarui: 7 Juni 2022   20:45 3067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kutipan Gubernur Irian Barat, dokpri

Sore ini, dengan KRL dari Stasiun Kota, saya pergi menuju ke stasiun Juanda dan kemudian berjalan kaki dengan santai melewati Masjid Istiqlal, Gereja Katedral dan akhirnya tiba di Lapangan Banteng.  

Sebuah lapangan di pusat kota Jakarta yang penuh kenangan karena pernah beberapa kali berganti fungsi dan wajah.

Saya juga masih ingat pernah naik bus luar kota dari Terminal di Lapangan Banteng ini. Ongkos bus ke Yogyakarta atau Solo kala itu cuma Rp 2.200 Rupiah dan ongkos bus dalam kota hanya 15 Rupiah. 

Mungkin di sekitar tahun 1975 atau 1976 sampai kemudian bus antar kota dipindahkan ke Pulogadung.  Namun Lapangan Banteng masih tetap berfungsi sebagai terminal hingga awal 1980-an.  

"Jakarta Kota Kolaborasi," ini adalah kata-kata pertama yang dapat kita lihat ketika berkunjung ke Lapangan Banteng sekarang. 

Dan nun jauh di belakangnya, tampak Tugu yang  menjadi ikon lapangan ini, Tugu Pembebasan Irian Barat dalam bentuk seorang pemuda yang mengangkat kedua tangannya yang dihiasi dengan belenggu rantai yang sudah terputus.

Tepat di dekat pintu masuk, terdapat beberapa pedagang makanan, baik bakso, bakwan malang dan juga minuman. Memasuki lapangan, di sebelah kanan terdapat taman yang luas dengan rumput yang hijau dan pohon-pohon yang lumayan rindang. 

Ada sebuah air mancur di kejauhan dan juga bangunan hotel Borobudur yang sudah menjadi Lapangan Banteng ini sejak beberapa dekade yang lalu.

Papan Informasi, dokpri
Papan Informasi, dokpri

Saya terus berjalan dan berjumpa dengan sebuah papan petunjuk. Selain arah tugu, juga ada petunjuk menuju ke Tugu Irian Barat, amfiteater, kolam air mancur, kantor pengelola, toilet, area bermain anak, dan juga lapangan basket.   

Pada sebuah dinding saya melihat dua buah gambar yang menjelaskan sekilas mengenai sejarah lapangan banteng dan lintasan kisah mengenai perjuangan pembebasan Irian Barat.  

Digambarkan sekilas situasi Lapangan Banteng ketika lapangan itu masih bernama Waterlooplein dan juga dijuluki Lapangan Singa hingga sebuah poster yang menyerukan bahwa sebelum matahari terbit ,  1 Januari 1951, Irian harus di tangan kita. 

Masih pada gambar ini juga dapat dilihat proses  pembangunan tugu Irian Barat serta para tokoh yang meresmikannya pada Agustus 1963.

Sejarah Lapangan Banteng, dokpri
Sejarah Lapangan Banteng, dokpri

 Saya berjalan terus menuju ke Tugu Irian Barat.  Jalan masuk ke Plaza utama yang naik ke atas di tutup sehingga saya hanya berjalan di tepi monumen dan melihat bagian bawah dan beberapa ruangan di bawah tugu. 

Ada dua ruangan yang pintu kaca nya tertutup. Namun kita  isa melihat dari jauh ada beberapa informasi di dinding yang sekilas bercerita mengenai monumen ini.  Ada beberapa kursi dari batu marmer di bagian bawah monumen ini.

Tugu Irian Barat, dokpri
Tugu Irian Barat, dokpri

Di sebelah selatan monumen, terdapat air mancur menari yang hanya dioperasikan di saat sore atau malam di hari libur atau akhir pekan dan juga sebuah amfiteater yang lumayan luas. Mungkin di tempat ini juga sering diadakan pertunjukan budaya, kesenian atau pameran.

Amfiteater dan air mancur, dokpri
Amfiteater dan air mancur, dokpri

Namun yang lebih menarik adalah bangunan yang ada di samping tugu yang terletak di antara monumen utama dan lapangan olah raga di bagian utara lapangan Banteng.  Di sini berderet kantor pengelola, dan fasilitas umum seperti musala dan toilet.  

Dan di dinding bangunan ini secara kronologis, kita  bisa sekilas belajar sejarah mengenai pembebasan Irian Barat. Dimulai dari proklamasi kemerdekaan pada 1945, hingga penyerahan kedaulatan pada 1949 dan berdirinya tugu ini pada Agustus 1963.

Relief, dokpri
Relief, dokpri

Saya berjalan sambil menyimak tulisan-tulisan yang penuh semangat yang ada di dinding tersebut, di antaranya adalah kutipan Piagam Penyerahan Kedaulatan pada Konferensi Meja Bundar.

Di sana yang menyebutkan kalau Kerajaan Nederland menyerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat lagi dan tidak dapat dicabut. Maka status quo dari Keresidenan Irian Barat tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia.

Dari kutipan ini, saya teringat bahwa ketika penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949, Belanda memang berjanji akan menyerahkan Irian Barat satu tahun kemudian. Namun pada kutipan berikutnya kita melihat bahwa Belanda telah ingkar janji.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan pidato M. Yamin di Gedung Pemuda pada 12 Agustus 1955:

"Di Pantai Pasifik di ujung Nusantara
Membujur Irian meringkuk dijajah
Menjadi koloni Belanda serakah
Irian Pusaka Indonesia
Rakyat berjuang menyatukan bangsa/
Rakyat bertempur menggabungkan Nusa
Tujuh Mandala bebas merdeka
Demi amanat proklamasi Bahagia
Irian Daulat Indonesia"

Kutipan Gubernur Irian Barat, dokpri
Kutipan Gubernur Irian Barat, dokpri

Ada banyak kutipan dari para pemimpin bangsa yang ada di dinding,  namun yang paling menarik adalah sebuah kutipan berbunyi:

Kita semuanya mengetahui kemerdekaan tanah air kita belum sempurna
Irian Barat sebagian wilayah dari tanah air kita masih dijajahDisana masih menetap penjajah imperialisme Belanda
Sehingga sebagian dari saudara-saudara bangsa kita di sana masih berada dalam rantai belenggu penjajah.
Zainal Abidin Syah, Gubernur Irian Barat, 10 November 1956

Tulisan ini sangan menarik karena menguak fakta bahwa sudah ada gubernur Irian Barat sejak 1956, yaitu Zainal Abidin Syah yang merupakan Sultan Tidore. Beliau menjadi gubernur hingga 1962 dan berkedudukan di Soasiu. 

Selain itu,  ada juga kutipan mengenai semboyan Tiga S dalam Trikora yaitu Siap, Sedia dan Serbu yang dikemukakan oleh Mayor TNI Johannes Abraham Dimara serta pesan "Kobarkan Semangat Pertempuran" oleh Laksamana Madya TNI Yosaphat Sudarso di laut Arafuru pada 15 Januari 1962.  Di sinilah saya juga baru tahu bahwa nama lengkap Yos Sudarso adalah Yosaphat Sudarso.

Saya terus berjalan dan membaca beberapa tulisan lainnya termasuk pernyataan Presiden Sukarno bahwa Irian Barat harus dibebaskan dari kolonialisme Belanda sebelum ayam jantan berkokok pada 1 Januari 1963 yang dilontarkan pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1962.

Kutipan Bung Karno, dokpri
Kutipan Bung Karno, dokpri

Dan akhirnya dapat juga kita baca kutipan pidato presiden Sukarno pada peresmian Monumen Irian barat tanggal 18 Agustus 1963 sebagai berikut:

"Satu monumen yang perkasa
Namanya Monumen Irian Barat
Bisa juga diartikan sebagai monumen perjuangan kita untuk membebaskan seluruh tanah air kita Indonesia dari cengkeraman imperialisme
Jadi bukan hanya Irian Barat tetapi seluruh tanah air kita dari Sabang sampai Merauke
Monumen ini adalah juga monumen menggambarkan jiwa kita, semangat kita,  cita-cita kita , yaitu menjadi satu bangsa yang besar"

Setelah sejenak belajar sejarah, saya kembali berjalan menyusuri bibir monumen. Terlihat deretan tiang bendara di atas bangunan ini. 

Dan ketika mencari toilet saya melihat seorang gadis  yang kecewa karena toilet perempuan dalam keadaan terkunci. Rasa penasaran membawa saya ke toilet pria, yang sayangnya juga dalam keadaan terkunci.  

Tiang bendera, dokpri
Tiang bendera, dokpri

Akhirnya saya kembali berjalan menyusur jalan di depan Masjid Istiqlal dan menunjuk ke halte busway di dekat Stasiun Juanda.  Sebuah perjalanan di sore hari yang menyenangkan di tengah kota Jakarta. 

Sebuah perjalanan menyusuri  rentang waktu dan sejarah Lapangan Banteng. Sebuah perjalanan dimana kita dapat menemukan banyak hal mengenai sejarah bangsa ini. 

Bahkan ada fakta yang mungkin tidak akan diketahui seperti adanya gubernur Irian Barat sebelum Irian barat kembali ke pangkuan Indonesia seperti Zainal Abidin Syah yang menjabat sejak 1956 hingga 1962.

Jakarta, Akhir Mei 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun