Liburan lebaran memang mengasyikkan. Ada yang mudik dan berlebaran bersama keluarga, ada juga Sebagian yang tetap tinggal di Jabodetabek untuk menikmati suasana libur yang biasanya lebih sepi, aman dan tenang.
Namun kalau kita jalan-jalan ke tempat wisata di seantero Jakarta di waktu libur lebaran, maka suasana mudik juga akan terasa dengan ramainya pengunjung. Baik Ancol, Taman Mini, Taman Marga Satwa Ragunan, semuanya ramai dan sibuk. Â Karena itu kami mencoba tempat wisata baru yang konon masih gratis yaitu Pantai Pasir Putih di Pantai Indah Kapuk 2.
Dengan berbekal Google map kamu menyusuri tol dalam kota dan kemudian keluar menuju arah PIK. Setelah itu mulai masuk ke kawasan perumahan yang letaknya pas di kawasan utara Jakarta. Rumah-rumah besar dan mewah serta iklan-iklan harga rumah yang harganya selangit menyambut di kawasan ini.
Setelah menyusuri Jalan Marina akhirnya kendaraan agak tersendat di sekitar PIK Avenue. Hal ini karena kendaraan harus berbelok ke kiri dan memutar di dekat pintu tol ke arah Pluit dan tol dalam kota. Â Setelah berbalik, kami terus melaju dan melewati Jembatan yang menuju ke Golf Island. Jembatannya lumayan cantik dan sedikit tersendat karena ada beberapa motor yang berhenti di tepi jalan di tengah jembatan. Rupanya pengendaranya berhenti sambil menikmati pemandangan dari atas jembatan.
Dari Pulau Golf, yang mungkin bernama Pulau D dan merupakan pulau yang pertama kali direklamasi kami menyeberang jembatan menuju ke pulau di sebelah barat. Mungkin Namanya pulau C atau pulau apalagi? Yang jelas masalah pulau-pulau reklamasi ini pernah menjadi topik hangat dalam dunia perpolitikan di Indonesia...Â
Dari Pulau C ini ada lagi jembatan yang lumayan panjang untuk menuju kembali ke Pulau Jawa. Uniknya di jembatan ini terdapat perbatasan antara Provinsi DKI dan Provinsi Banten, Karena selanjutnya kita akan memasuki kawasan Dadap di Kabupaten Tangerang. Jadi lokasi Pantai Pasir Putih yang kami tuju sebenarnya sudah berada di Banten.
Namun ketika akan memasuki jembatan, terlihat banyak sepeda motor yang diberhentikan oleh satpam. Rupanya hanya kendaraan roda empat yang boleh menyeberang jembatan ini. Sementara saya melihat banyak sepeda motor yang berputar arah dan penumpangnya terlihat sedikit kecewa dengan kebijakan yang sedikit diskriminatif ini.
Kami terus menyeberang jembatan dan akhirnya sampai di seberang. Tidak lama kemudian, di sebelah kanan, tampak Food Court dan di sebelahnya ada Marketing Gallery. Namun suasana tampak sangat ramai sehingga tempat parkir yang ada di sebelah kiri pun terlihat sudah penuh.
Banya satpam yang memberi tanda akhir kendaraan terus melaju saja. Sementara di Google map, lokasi pantai pasir putih masih sekitar 1 atau dua kilometer. Kami terus melaju bersama dengan puluhan kendaraan yang ada di depan.Â
Melewati jalan lebar yang sepi dengan traffic cone di tengahnya. Â Tidak lama kemudian, di sebelah kanan, kami melihat lokasi Pantai Pasir Putih yang dituju. Ada pantai, ada juga tepat parkir yang semuanya sepi tanpa pengunjung dan rupanya ditutup oleh pengelola.
Sayangnya, kendaraa juga tidak bisa balik putar arah karena di jalan yang lebar ini diberi traffic cone dan tali tambang. Â Kai berjalan terus menyusuri jalan dan sampai di sebuah bundaran. Namun di sini juga jalan untuk memutar balik di tutup sehingga kami hanya mengikuti kendaraan di depan belok kiri menyusuri Jalan yang bernama Jalan Untung. Â
Jalan terus beberapa kilometer tanpa bisa balik arah karena semua arah baik arah ditutup dan Sebagian dijaga oleh Satpam. Â Di sebelah kiri tampak deretan kaveling yang diberi tanda Sold Out alias sudah dibeli. Namun tampak masih kosong belum ada bangunan. Â Â
Di lain tempat sudah ada beberapa kompleks perumahan yang sudah jadi dan sebagian sudah dihuni. Dari kejauhan tampak ada beberapa mobil yang parkir di perumahan tersebut.Â
Kami terpaksa berjalan terus mengikuti kendaraan di depan mencari arah balik yang belum terlihat keberadaannya. Lumayan jauh jalan-jalan di PIK ini. Tapi lumayan untuk sekedar cuci mata saja melihat kawasan yang pernah penuh kontroversi. Â
Kami terus melaju dan terlihat Cluster Magenta di kejauhan dan juga petunjuk arah lokasi  Osaka Apartemen.  Tapi mungkin apartemennya belum ada ada sudah ada Sebagian, saya tidak sempat memperhatikan karena lagi sibuk mencari arah balik.Â
Akhirnya kami sampai di sebuah tempat di mana ada antrian karena kendaraan di depan berhenti. Mungkin disini tempat berputar balik. Saya melihat kendaraan di depan bisa berbalik di antara celah-traffic cone yang kebetulan terbuka.Â
Kami segera mengikuti kendaraan tersebit untuk putar arah dan kembali ke arah Pantai Pasir Putih. Lumayan jauh sudah berkendara, mungkin lebih 10 kilometer. Â Tadi nya sempat bermaksud untuk berhenti di Food Court, namun karena sangat ramai dan tidak ada tempat parkir kami memutuskan kembali di ke Pulau Golf saja dan melihat tempat lain.
Melewati jembatan, kami kembali melihat sepeda motor yang dilarang masuk. Â Lalu saya teringat akan suatu kota yang pernah saya kunjungi di mana di kota itu sama sekali tidak ada sepeda motor karena memang dilarang. Kota yang cukup berkesan karena banyak sekali orang yang memakai Long Yi atau sarung.Â
Tidak salah lagi itu adalah kota Yangoon, kota terbesar di negeri Myanmar yang dulunya bernama Burma. Ternyata di Indonesia juga ada kebijakan yang mirip dengan di Yangoon. Â
Kami terus berkendara dan kemudian sampai di Pantjoran PIK 2. Namun dis ini juga kondisi ramai sehingga tidak ada tempat parkir. Akhirnya kami terdampar di PIK Avenue yang merupakan sebuah mal yang tidak kalah ramainya senja itu.
Sebuah pengalaman mengasikkan melihat kondisi pulau reklamasi di Pantai Utara Jakarta dan mengunjungi kawasan bebas sepeda motor.
Jakarta, Mei 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H