Setelah beberapa hari mengembara di ibukota Spanyol, Madrid, kini tiba waktunya untuk melihat lebih banyak lagi kota di negeri ini.
Pagi itu kami berencana berkunjung ke Cordoba, sebuah kota di Andalusia yang terkenal dengan peninggalan Islam, salah satunya adalah Masjid Katedralnya.
Dari hotel kami naik taksi ke stasiun Madrid Puerta de Atoche untuk kemudian naik kereta cepat.
Salah satu hal yang saya ingat adalah tas dan bagasi harus melewati pemeriksaan X Ray sebelum memasuki stasiun. Dan koper ukuran besar warna hijau yang saya beli di El Corte Ingles harus cek in seperti naik pesawat terbang.
Jadi kita akan masuk ke gerbong hanya dengan tas ukuran kabin saja. Tentu saja koper diberi tanda label stasiun tujuan sehingga akan diturunkan sesuai dengan tujuan.
Stasiun Madrid Puerta Atoche merupakan salah satu stasiun utama di Madrid yang banyak melayani kereta cepat AVE atau Alta Velocidad de Espana dengan tujuan berbagai kota di Spanyol.
Kereta kami sendiri sebenarnya tujuan akhir Sevila dengan berhenti di berbagai kota termasuk Cordoba.
Setelah cek in dan menunggu sekitar 30 menit, kereta cepat sudah tiba dan kami siap naik ke gerbong sesuai dengan nomor gerbong dan tempat duduk masing-masing.
Kereta cepat seperti juga Shinkansen yang pernah saya coba di Jepang memiliki lokomotif dengan rancangan khusus yang aerodinamis sehingga mengurangi drag atau daya hambat. Kereta cepat di Spanyol ini bisa melaju dengan kecepatan rata -rata sekitar 200-250 km per jam.
Jarak antara Madrid dan Cordoba lebih dari 300 kilometer dan waktu tempuh sekitar 1 jam 49 menit dengan berhenti di Ciudad Real dan Puertollano.Â
Meninggalkan Stasiun Madrid kereta bergerak dengan kecepatan sedang dan baru tancap gas ketika sudah agak jauh di luar kota. Melalui jendela kaca yang besar penumpang bisa menikmati pemandangan di sepanjang jalan.
Kereta bergerak cepat ke arah barat daya dan melewati kawasan yang daratan Castilla la Mancha. Saya tiba-tiba ingat sebuah buku berjudul Don Quijote de la Mancha karangan pujangga terkenal Miguel de Cervantes.
Kalau kita kebetulan duduk di sebelah kiri, setelah melewati kawasan Toledo dan juga Los Yerbenes, kitab bisa menikmati keindahan kastil kuno Castillo de Guadalerzar yang terkenal.
Setelah sejenak berhenti di Puertollano, kereta kemudian kembali tancap gas dengan kecepatan mencapai sekitar 270 kilometer per jam menuju Cordoba.
Di kawasan Vila de la Ilnes, kereta melewati dua terowongan dan kemudian menyeberangi viaduk di atas Sungai Gudalmez. Konon sungai inilah yang menjadi perbatasan antara Castilla La Mancha dan Andalusia. Bien Venidos a Andalucia. Selamat datang di Andalusia
Kereta terus melaju melewat Dataran Sierra Morena dan kemudian akhirnya mulai meninggalkan hutan-hutan di Sierra Moren dan memasuki daratan sekitar Sungai Gudalquivir yang mengalir melewati kota Cordoba.
Semakin mendekati Cordoba, kecepatan turus menurun sehingga mencapai sekitar 80 km per jam sampai akhirnya berhenti di Stasiun Central Cordoba.
Stasiun Cordoba merupakan stasiun yang lumayan besar. Di sini kopor besar warna hijau kami s sudah menanti di pinggiran rel dan siap di bawah ke hotel.
Saya perhatikan, sedikit penumpang yang turun di Cordoba dan terasa stasiun itu sangat sepi. Tadinya kami berharap ada kios informasi turis atau juga tempat untuk reservasi hotel di stasiun ini, tetapi tidak ada siapa-siapa.Â
Untungnya selama di Madrid, kami sudah sempat mencari informasi tentang nama beberapa hotel di Cordoba. Salah satu yang kami ingat adalah hotel El Califa. Kebetulan ada sebuah telepon umum sehingga saya bisa menelepon informasi nomor 108 dan menanyakan nomor telepon hotel ini.
Me puede decir el nmero de telfono de algunos hoteles en Crdoba? Tanya saya minta beberapa nomor telepon hotel di Cordoba kepada seorang perempuan yang menjawab telepon itu. Sebelumnya saya mencoba berbicara dalam bahasa Inggris , tetapi jawabnya singkat dan jelas.
"No Ingles."
"Cul es el nombre del hotel. Por Favor?"
Pertanyaan saya dijawab dengan pertanyaan menyakan nama hotel.. Mula-mula saya sempat salah terka dengan kata nombre yang berarti nama dengan numero yang berari nomor.
"Hotel El Califa," Jawab saya yang kemidan dijawab dengan nomor telepon hotel yang langsung saya ulangi dan catat.
Untunglah. Nasib baik masih memihak. Saya akhirnya bisa mendapatkan nomor telepon hotel El Califa. Dengan memasukkan beberapa koin Peseta ke dalam telepon umum, saya bisa menghubung hotel, memesan kamar dan mencatat alamatnya. Dengan berbekal alamat ini kemudian baru kami naik taksi ke hotel. Dengan hotel ini, saya bisa berbicara Bahasa Inggris.
Sebuah perjalanan yang mengasyikkan dan mengawali perjalanan kami di Cordoba. Sebuah kota di Andalusia tempat kebudayaan Islam pernah berjaya di Eropa.Tidak mengherankan bahkan nama Hotel di Cordoba pun masih memakai nama El Califa.
Dan salah satu syarat untuk bertemu dengan Kalifah yang ini (Hotel El Califa) adalah harus bisa berbahasa Spanyol. Kalau tidak mungkin bisa menjadi gelandangan di Stasiun Cordoba Central .Â
Cordoba, Februari 1997
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H