Selama ini, kalau kita berkelana ke Mancanegara, masih banyak orang yang belum kenal akan Indonesia.  Biasanya mereka lebih kenal Bali. Tidak mengherankan bila seorang teman yang kebetulan berprofesi sebagai  penerbang dan lebih sering mengaku sebagai orang Bali dibandingkan orang Indonesia.
Oleh karena itu, sungguh sangat tepat kebijakan pemerintah saat ini yang menetapkan 5 Destinasi Super Prioritas (DSP) untuk  mempercepat munculnya destinasi wisata baru di Indonesia yang memiliki reputasi tingkat dunia.  Danau Toba menjadi salah satu destinasi andalan yang sedang dikembangkan untuk mencapai status tersebut.
Munculnya 5 DSP ini memiliki tujuan untuk membuktikan ke pada dunia bahwa Indonesia adalah suatu rangkaian zamrud nan indah di Khatulistiwa. Bali yang begitu memesona merupakan salah satu mata rantai yang  tak terpisahkan yang membentuk keindahan sempurna yang dijuluki Wonderful Indonesia.Â
Mari kita sejenak mengenang kembali kisah langlang  ke  Danau Toba yang sangat kaya akan keindahan alam, budaya, sejarah dan juga warisan geologis yang akan membuka mata kita akan besarnya potensi yang dimiliki kawasan Danau Toba.  Dengan bangga saya nobatkan cuplikan kisah ini sebagai heritage of Toba.
Pesona dan sihir  Danau Toba lah yang membawa saya dan keluarga beranjangsana ke Sumatera Utara kali pada 1995.
Dari Medan, kami menyewa kendaraan untuk berangkat ke Danau Toba dengan tujuan perdana ke Parapat. Â Kota ini memang menjadi tempat favorit sebagai lokasi persinggahan sekaligus pintu gerbang Danau Toba bagi yang ingin menyeberang ke Pulau Samosir.
Perjalanan dari Medan ke Parapat  kala itu ditempuh dalam waktu sekitar 5 atau 6 jam.  Lumayan melelahkan walau ketika mendekati Danau Toba kita akan disuguhi panorama yang menyejukkan jiwa.  Bentangan air maha luas nan tenang berwarna biru dengan hiasan bukit nan hijau membuat hati dan raga yang lelah sejenak terhibur. Sebuah lukisan alam nan memesona.
Kami menginap di sebuah hotel di  Parapat yang terletak di sebuah bukit dengan pemandangan nan Danu Toba nan memukau.  Walau hanya bermain di kolam renang, kami bisa puas menikmati suasana yang asri itu. Rasa lelah pun hilang sirna.  Keesokan harinya, kami menuju ke dermaga dan kemudian naik kapal menuju ke Pulau Samosir.  Tepatnya ke Tomok.  Di sini kita bisa menikmati  wisata budaya dan sejarah. Salah satunya adalah Makam Batu Raja Sidabutar.  Makam ini  terletak beberapa menit jalan kaki dari pelabuhan Tomok. Di sepanjang jalan banyak kios yang menjual suvenir khas Batak.
Makam Raja Sidabutar telah berusia ratusan tahun bahkan hampir setengah Milenia.  Makam ini sangat unik karena terbuat dari batu utuh sehingga termasuk situs megalitkum.  Konon Raja Sidabutar adalah orang pertama yang menetap di pulau  Samosir.  Di sekitar makam  terdapat deretan rumah adat Batak dan patung boneka Sigale-gale yang bisa menari.
Setelah melihat beberapa lokasi menarik lain di  Pulau Samosir, kami  kembali ke Parapat.  Dalam perjalanan kembali ke Medan sopir juga menjelaskan tentang  Air Terjun Sipiso-piso yang merupakan air terjun yang terindah di kawasan Danau Toba.
 Â
Pada 2019, kami kembali berwisata ke Danau Toba.  Bukan Polonia atau Kualanamu, kali ini kami mendarat di Silangit.  Dari bandara ini kami menyewa kendaraan berikut sopir sekaligus pemandu wisata  yang akan mengantar ke Parapat. Namun sebelumnya sudah disetujui untuk mampir ke berbagai tempat wisata.
Tujuan pertama adalah Huta Ginjang yang merupakan salah satu lokasi Geosite untuk melihat panorama Danau Toba yang menakjubkan. Huta Ginjang terletak sekitar 8 Km dari Bandara Silangit dan ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit melewati jalan perkampungan dengan pemandangan yang indah. Salah satu ciri khas tanah Batak adalah banyaknya bangunan makam yang megah. Â "Bahkan lebih megah dan mewah dibandingkan dengan rumah tempat tinggal mereka sendiri," demikian komentar sopir.Â
Dalam bahasa Batak, Huta memiliki arti 'kampung' dan Ginjang artinya 'atas'. Jadi, Huta Ginjang memiliki arti kampung yang berlokasi di atas, demikian penjelasan sopir,
Terletak di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, di  lokasi yang memiliki ketinggian sekitar 1500 meter dari permukaan laut ini , kita bisa sedikit banyak belajar mengenai terjadinya Danau Toba, Pulau Samosir dan segala keindahan alam yang ada di sini akibat letusan Supervolkano yang terjadi sekitar 74 ribu tahun lalu.Â
Dari Huta Ginjang, kendaraan berjalan kembali menuju ke lokasi wisata yang lain yaitu Geopark Sipinsur.  di  Kabupaten Humbang Hasundutan. Di sini kita juga bisa melihat keindahan Danau Toba walau cuaca agak sedikit mendung dengan gerimis dan kabut.  Kawasan Sipinsur juga  merupakan hutan pinus yang indah dan sejuk.Â
Di sini saya belajar sekilas mengenai legenda terjadinya danau Toba yang konon bentuknya mirip seekor ikan. Menurut legenda, ada seorang pemuda yang bernama Toba sedang memancing dan kemudian mendapat seekor ikan yang kemudian berubah menjadi seorang gadis cantik.  Gadis ini kemudian dinikahi dengan syarat  Toba tidak boleh mengungkap rahasianya. Ketika sudah mempunyai seorang anak bernama Samosir, Toba sempat marah dan memaki anaknya dengan sebutan 'Anak Ikan'. Akibatnya terjadi banjir bah yang membentuk danau Toba dan Pulau Samosir.
Jalan-jalan berlanjut menuju ke Balige dengan sejenak menjenguk makam Sisingamagaraja XII. Setelah itu kami sejenak makan sore di Pantai Pasir Putih di Lumban Bulbul. Walau berada di tepi danau, nuansa tepi laut yang tenang terasa lebih membuncah.Â
Hari sudah menjelang malam ketika kami tiba di hotel legendaris Inna Parapat yang letaknya tepat di tepi danau. Esok pagi, kami menikmati suasana Negeri Belanda dengan kincir angin di Inna Parapat sambil menikmati suasana danau yang tenang. Siangnya saya juga sempat mampir ke rumah peristirahatan Bung Karno. Saya beruntung bertemu dengan penjaga rumah itu hingga bisa masuk ke dalam.
Menjelang sore, kami menunggu rombongan teman yang datang dari Medan. Rencananya kami akan bersama naik kapal menyeberang ke Samosir.  Namun ditunggu hingga agak sore mereka belum juga tiba di Parapat.  Karena rombongan kami  sudah memesan hotel di Samosir, saya memutuskan untuk menyeberang duluan ke Samosir, sementara istri menunggu rombongan dari Medan di hotel.Â
Saya berjalan kaki menuju ke dermaga Tiga Raja dan kemudian naik kapal yang menuju ke Tomok, tepatnya ke Samosir Cottage dan berlabuh tepat di dermaga di belakang hotel. Â Rupanya rombongan dari Medan terlambat tiba di Parapat sehingga mereka memutuskan meninggalkan kendaraan di hotel dan menyewa speed boat ke Samosir. Â Hari sudah gelap ketika mereka merapat di dermaga di belakang hotel.
Keesokan harinya rombongan kami menyewa kendaraan untuk keliling Pulau Samosir. Banyak tempat yang dapat dikunjungi seperti pantai, Batu Kursi Raja Siallagan, Kampung Turnip dan tentu saja kembali ke Makam Raja Sidabutar, tempat boneka Sigale-gale di Ambarita. Â Di sini kebetulan sedang ramai wisatawan dan boneka sedang dimainkan. Kami bahkan bisa ikut menari Tortor beramai-ramai. Â Tentu saja ditemani kisah menarik tentang Sigale-gale dan cerita tentang cecak dan payudara.
Sore harinya kami kembali ke Parapat dengan speed boat. Dalam pelayaran singkat ini, sempat juga diajak keliling melihat Batu Gantung berikut legendanya yang terkenal. Â Dari Parapat, rombongan kami langsung menuju ke Simalem Resort yang terletak di Kodon-Kodon, Merek, Kabupaten Karo. Â Letaknya di sisi Danau Toba sebelah utara Parapat lebih dekat ke kota Medan.
Kami menginap satu malam di Simalem Resort. Menikmati keindahan Danau Toba dari sudut yang lain sekaligus wisata agro di resor yang luas itu. Melihat indahnya lokasi dan fasilitas di sini, bila dikelola lebih baik lagi, Simalem Resort memiliki peluang yang sangat besar menjadi venue MICE tingkat dunia. Â Sekaligus mewujudkan MICE di Indonesia Aja.
Danau Toba memang selalu  penuh daya pikat dan pesona. Masih banyak tempat yang belum kami kunjungi.  Dalam hati saya  berjanji akan datang lagi di lain waktu untuk lebih leluasa menikmati Heritage of Toba.
Untuk mewujudkan tujuan  sebagai DSP Danau Toba, masih banyak yang harus dikerjakan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya.Â
Salah satu hal yang harus dipercepat adalah infrastruktur jalan tol  menuju kawasan DSP Toba ini.  Bila s jalan tol Medan Kualanamu Tebing Tinggi menuju Parapat sudah  selesai, maka dari Medan kita akan bisa mencapai kawasan Danau Toba dalam waktu kurang dari dua jam.
Selain infrastruktur jalan, fasilitas hotel dengan fasilitas MICE  juga harus disiapkan sehingga kian menunjang akselerasi DSP Danau Toba.  Bukan itu saja, mengingat banyaknya lokasi wisata yang terletak di sekitar danau vulkanik itu, konektivitas antar wilayah juga harus disiapkan dengan baik.  Selain bus dengan  tenaga listrik atau bahkan kalau mungkin sarana transportasi ramah lingkungan berbasis rel.
Sebagai daerah wisata yang kaya akan budaya dan peninggalan bersejarah, beragam atraksi wisata juga harus dikembangkan dengan mengedepankan konsep pariwisata berkelanjutan yang ramah lingkungan berbasis alam dan budaya.  Pengembangan  ini juga harus melibatkan masyarakat banyak sehingga menciptakan atmosfer pariwisata yang berkesinambungan dan  bermanfaat untuk semua.
Dengan demikian slogan Wonderful Indonesia yang sejak lama digadang-gadang sebagai pembangkit gairah dunia wisata Indonesia akan menjadi hidup dan bersemayam dalam sanubari setiap insan pariwisata Indonesia.
Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H