Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jelajah Tiga Ribu Lima Ratus Tahun Sejarah di Ahmet Meydani

21 Maret 2021   09:40 Diperbarui: 21 Maret 2021   10:02 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali ke Istanbul, saya selalu berkunjung ke tempat ini, baik dengan penjelasan pemandu wisata seperti pada kunjungan pertama dan kedua, maupun hanya untuk berjalan-jalan pada kunjungan ketiga dan keempat. 

Sultan Ahmet Meydani, atau Lapangan Sultan Ahmet memang sudah ada di Istanbul sejak zaman baheula. Sejak kota ini masih bernama Konstantinopel pada era Byzantium , hingga zaman sultan-sultan Ottoman dan era Presiden Erdogan sekarang. Lapangan yang dulunya disebut Hippodrome ini memang tidak pernah berhenti menyihir siapa pun yang datang. Letaknya yang strategis tidak jauh dari ikon kota Istanbul seperti Masjid Biru dan Aya Sofia, membuat saya selalu ingin mampir ke sini.

Sore itu, merupakan senja terakhir di Istanbul sebelum tengah malam nanti kembali ke tanah air.  Udara yang cerah dengan cuaca cukup bersahabat membuat jalan-jalan saya di kawasan Sultan Ahmet terasa sangat menyenangkan.

dokpri
dokpri
Sebuah bangunan berkubah dengan arsitektur Neo Byzantine segera menarik perhatian saya. Walau sering lewat di sini, sebelumnya saya jarang memperhatikan bangunan yang bentuknya oktagon dengan delapan buah tiang marmer berwarna hijau yang indah ini. 

Baru kali ini saya mendatanginya lebih dekat dan memperhatikan secara lebih saksama. Bangunan berbentuk kubah yang memiliki struktur Baldachin ini hampir seluruhnya terbuat dari marmer warna putih kecuali delapan buah tiang dan kubah yang terbuat dari perunggu.

German Fountain : Dokpri
German Fountain : Dokpri
Ternyata bangunan inilah yang disebut sebagai German Fountain atau Air Mancur Kaiser Wilhem yang merupakan hadiah Kaisar Jerman buat Sultan Abdul Hamid II setelah kunjungan Kaisar Jerman tersebut pada 1898.  Air mancur ini sendiri diresmikan pada 1901. Monumen ini menjadi saksi sejarah aliansi antara Jerman dan Ottoman pada Perang Dunia I yang mempercepat runtuhnya Dinasti Ottoman.

Dari air mancur saya terus berjalan di Hippodrome atau disebut juga At Meydani alias Lapangan Kuda. Dari kejauhan terlihat dua buah tugu atau obelisk yang menjadi ikon di lapangan ini.

Obelisk Theodosius: Dokpri
Obelisk Theodosius: Dokpri
Obelisk yang pertama disebut Obelisk of Theodosius yang merupakan sebuah tugu setinggi sekitar 20 meter lebih.  DI sekelilingnya ada pagar setinggi sekitar 1 eter lebih dan banyaknya turis dari Tiongkok.  Obelisk ini jelas berasal dari Mesir karena ukiran Hieroglif yang ada di sekujur tubuhnya yang terbuat dari batu granit warna merah,

Turis Tiongkok : Dokpri
Turis Tiongkok : Dokpri
Yang menarik adalah obelisk ini aslinya sudah dibuat sekitar tahun 1500 BC dan berada di Kuil Karnak di Luxor.  Namun ketika Mesir berada di bawah kekuasaan Romawi, pada sekitar 300 Masehi, obelisk ini di bawah sepanjang Sungai Nil sampai ke Aleksandriyah.  Tinggal di sana selama beberapa puluh tahun sampai akhirnya di bawah ke Konstantinopel dan didirikan pada tahun 390 .

Saya berjalan lagi menuju ke obelisk yang kedua. Namun sebelum itu berjumpa dengan sebuah tiang perunggu berwarna hijau yang berbentuk spiral.

Tiang ini disebut sebagai Serpent Column yang memiliki ketinggian sekitar 3,5 meter dan terlihat seperti badan tiga ekor ular yang saling melilit.   Menurut prasasti yang ada di dekatnya, sebenarnya ada tiga buah kepala ular yang sekarang sudah hilang.  Sebagian rahang kepala ular ini disimpan di Istanbul Archaeological Museums.  

Serpent Column: Dokpri
Serpent Column: Dokpri
Tiang ular berkepala tiga ini sebenarnya berasal dari sebuah kuil Apollo di Delfi Yunani dan dibuat untuk memperingati kemenangan atas Persia pada pertempuran di Platea pada tahun 479 BC.   Kemungkinan besar tiang ini dipindahkan ke Konstantinopel pada sekitar tahun 306-337 saat pemerintahan Kaisar Konstantin.

Dari  tiang ini, saya kemudian berjalan lagi menuju ke obelisk yang berada tidak jauh dari Marmara University.  Ini adalah Walled Obelisk atau sering juga disebut sebagai Masonry Obelisk.   Dinamakan demikian karena obelisk setinggi 32 meter ini bukan lah obelisk utuh terbuat dari granit sepeti yang dibuat di Mesir, melainkan dibuat dari tumpukan batu kapur seperti bata dalam bangunan.

Masonry Obelisk: Dokpri
Masonry Obelisk: Dokpri
Tidak ada catatan kapan Obelisk ini pertama kali  dibangun, namun terdapat prasasti yang menyebutkan renovasi pada sekitar abad ke 10 pada era Konstantin VII membuktikan bahwa obelisk ini dulunya disarungi oleh perunggu yang kemudian dijarah pada masa Perang Salib.

Jalan-jalan dan berkunjung ke Hippodrome ini memang selalu berkesan, terutama karena kita dapat menyaksikan monumen-monumen yang berasal dari masa lampau. Sekali berjalan, kita seakan-akan melampaui masa lebih dari 31/2 Milenia.

Istanbul, Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun