Istanbul, aku datang lagi. Hari sudah lumayan gelap ketika pesawat Turkish Airlines yang membawaku dari Minsk mendarat di Bandara Attaturk. Sebenarnya ini adalah perjalanan yang tidak direncanakan. Ini adalah pelarian dari dinginnya daratan Eropa setelah beberapa hari di Belarus dengan cuaca mencapai minus 16 derajat Celsius. Rencana aslinya, saya masih punya tiket untuk kembali ke Riga lalu ke Talinn dan Oslo.Â
Demi mencari kehangatan, saya pun mengalihkan perjalanan ke Istanbul. Â Dari bandara saya naik metro sampai ke Zeytinburnu dan kemudian pindah naik tram. Tujuannya ke hotel tepat di depan stasiun Pazartekke. Â Nah ketika sedang naik tram ini, di dekat stasiun Merkezeffendi, saya melihat sebuah resto bernama Warung Nusantara.Â
Karena itu setelah chek in dan menaruh tas, saya segera kembali ke stasiun tram dan kembali menuju ke Warung Nusantara. Untungnya stasiun hanya tiga perhentian dari Pazartekke. Pas sampai di resto, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam waktu Istanbul, dan hanya tersisa satu atau tua pelanggan.Â
Sebenarnya restoran sudah tutup untuk pesanan baru. Untungnya ada pekerja dari Indonesia yang akhirnya menawarkan nasi goreng buat saya.
Di dinding, saya melihat sebuah peta kepulauan Nusantara yang terbuat dari kain batik. Ah, saya jadi ingat sebuah restoran Indonesia di Paris yang juga memiliki peta yang mirip. Â Ada lagi yang khas Indonesia di sini, yaitu, sebuah rak berisi berbagai macam mi instan kebanggaan Indonesia.Â
Bersamaan dengan itu, karyawan siap-siap menutup resto. Bersamaan ketika saya hendak membayar, seorang perempuan berusia 30 an awal menghampiri dan kemudian memberikan sebuah kartu nama kepada saya. Kartu nama bertuliskan nama resto ini juga berwarna merah putih. Ternyata, perempuan yang bernama Meily ini adalah pemilik sekaligus pendiri resto ini.
"Warung ini didirikan sejak Maret 2014, tepatnya diresmikan pada 16 Maret 2014 dan dihadiri oleh dubes dan konjen RI, " tambah Meily  lagi.  Wah kalau begitu baru saja  ulang tahun kata saya dalam hati.
Sebenarnya masih banyak menu lain yang cukup lezat dan saya berjanji akan datang lagi esok hari. Bahkan keesokan harinya saya juga sempat numpang shalat di lantai atas resto ini. Â Namun saat itu saya tidak bertemu dengan perempuan yang berasal dari Pontianak itu.
Hari sudah mendekati pukul 11 malam ketika saya kembali berjalan kaki ke halte tram yang berjarak sekitar 100 meter dari resto Warung Nusantara ini.
Seutas malam yang memberi kehangatan di Istanbul.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H