Dunia politik, menurut nasehat orang bijak, adalah dunia yang sarat dengan kepentingan, kepura-puraan dan bahkan kemunafikan. Â Saking apatisnya sampai ada yang mengambil kesimpulan bahwa tidak ada persahabatan yang tulus di dunia politik selain kepentingan pribadi dan kelompok untuk memenuhi syahwat berkuasa.
Nah, sebuah kejadian yang cukup menghebohkan masyarakat  baru saja secara gamblang terjadi pada 18 Agustus 2020 lalu.  Terjadi di tempat kramat di depan Tugu Proklamasi pada hari yang kramat yaitu sehari setelah peringatan HUT proklamasi yang ke 75.
Pada hari itu, Selasa Legi 18 Agustus 2020 yang bertepatan dengan 28 Besar 1953 pada penanggalan Jawa kita telah menyaksikan sebuah deklarasi sekelompok tokoh masyarakat yang menyuarakan tuntutan kepada pemerintah .
Kelompok tersebut menamakan diri sebagai Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Secara maknawi, bisa diendus  ada maksud terselubung secara filosofis di balik nama KAMI.  Tidak mengherankan bila sehari kemudian, pada 19 Agustus 2020, sekelompok pendukung Jokowi langsung menjawab dengan mendeklarasikan Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA)
Acara Deklarasi KITA pun digelar di tempat yang tidak kalah bersejarah yaitu di Gedung Joeang, Jalan Menteng 31, Jakarta Pusat, pada Rabu Pahing, 29 Besar 1953, bertepatan dengan hari terakhir di tahun 1953 sebelum Tahun Baru 1954 yang bertepatan dengan Tahun Baru 1442 H.
Permainan angka ini demikian menarik karena pada deklarasi KAMI itu diajukan 8 butir tuntutan yang isinya sangat normatif. Â Kalau secara sendiri-sendiri isi tuntutan tersebut sebenarnya sudah sangat sering kita dengar beredar di media dan jagat raya dunia informasi di tanah air ini.
Sebagian isinya terasa sangat hambar karena mengusung isu-isu yang memang sudah seharusnya dilakukan oleh siapapun yang mendapat amanah mengemban kedaulatan rakyat di negri ini.
Karena sudah sangat sering didengungkan dengan nada suara yang sedikit parau, maka 8 tuntutan tesebut terasa hambar dan sama sekali tidak menggigit atau membangkitkan girah rakyat yang konon mau dibela oleh gerakan moral itu.
Kita tentu mengenal negri Kuba yang terletak nun jauh di Laut Karibia sana. Menurut kata orang negri ini berbahasa Spanyol, Namun ketika saya  mendapatkan hadiah sebuah CD berisi Album lagu bertajuk 'Se Dice Cubano', ternyata banyak kata-kata dalam Bahasa Spanyol yang khas dan hanya dapat dimengerti oleh orang Kuba atau mereka yang telah lama tinggal di Kuba.  Barangkali begitulah pengandaian kita atas 8 tuntutan di atas.
Tuntutan tersebut hanya menggunakan angka cantik penuh keberuntungan menurut numerologi orang Tionghoa, yaitu delapan, tetapi sama sekali hambar dan tidak memihak kepentingan rakyat, terutama karena disampaikan pada saat sebagian rakyat sedang berjuang untuk menjadi penyintas dalam menghadapi pagebluk virus korona.
Kalau kita bertanya kepada sebagian besar rakyat, maka jawabanya mereka hanya senyum manis sambil berkata: "Biarlah mereka bermain dengan KAMI dan KITA, Â saya akan lebih suka memohon kepada DIA yang di atas untuk memberikan kekuatan agar bangsa Indonesia ini mampu melewati semua cobaan ini".
Bagaimana dengan pembaca? Akan berperan sebagai Kami, Kita, atau hanya sebagai hamba sahaya?
Jumat Wage, 2 Sura 1954
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H