"Sekarang kita jalan kaki ke Makam Pangeran Jayakarta@, demikian tukan Mbak Muthiah Alhasany setelah rombongan Clickompasiana selesai makan siang di Bakmi Tasik Rawamangun .
Sontak kami semua protes setelah mengetahui bahwa jaraknya masih sekitar 1,8 km . Bisa lemas deh jalan sejauh itu, bisik saya dalam hati.
Akhirnya Rizki alias Doel yang bertindak sebagian pemandu dan juga tuan rumah kunjungan kamu ke Makam Pangeran Jayakarta mengusulkan solusi yang ampuh, yaitu naik angkot . Kebetulan ada angkot no 25 yang lewat dan pas memuat rombongan kami yang jumlahnya sekitar 12 orang.
Selesai sholat kami berkumpul di beranda makam dan Bang Mohamad Syahroe, kuncen sekaligus masih keturunan Pangeran Sageri, berkisah panjang lebar mengenai sejarah Pangeran Jayakarta.
Arkian, pangeran Jayakarta yang pertama adalah Fatahillah atau Faletehan yang makamnya ada di Cirebon .
Setelah itu Pangeran Jayakarta II adalah nama lain dari sosok Tubagus Angke. Tubagus Angke kemudian mempunyai putra yaitu Pangeran Sungerasa  Wijayaktama yang bergelar Pangeran Jayakarta III.
Nah kemudian yang dimakamkan disini adalah Pangeran Jayakarta IV yang memiliki nama asli Ahmad Jaketra.
Konon beliau inilah yang dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619.
Ketika itu Kraton pangeran Jayakarta yang ada di Sunda Kelapa alias kawasan Kota saat ini dibumihanguskan oleh VOC.
Pangeran Jayakarta IV pun akhirnya hijrah ke kala ada Jatinegara Kaum ini sambil terus melakukan perlawanan secara sporadis kepada VOC.
Pada saat ini pula masjid Assalafiyah jni didirikan .
Pangeran Jayakarta IV ini wafat pada 164o dan dimakan kan ditempat ini.
Perjuangan nya dilanjutkan oleh putra dan keturunannya seperti pangeran Lahot, pangeran Sageri dan juga Pangeran Sangiang.
Kemudian cerita pun dilanjutkan dengan sedikit tanya jawab mengenai tokoh tokoh yang dimakamkan di tempat ini.
Ternyata ada satu tokoh yaitu KH Abdurohman yang terkenal sakti Mandra guna dan memiliki makam unik .Â
Kami masuk ke cungkup utama dimana tampak serombongan peziarah sedang khusuk melantunkan doa-doa .
Masjid sendiri sudah beberapa kali direnovasi namun bentuk asli masih dipertahankan yaitu empat tiang utama yang menjadi sokoguru .
Kita juga bisa melihat bagian dalam cungkup yang konon masih asli. Kayu jati berwarna cokelat menjadi ciri khas sokoguru dan cungkup ini.
Tentu saja akses ke atas untuk melihat atap masjid yang asli hanya tersedia atas ijin tuan rumah .
Yang pertama adalah sekitar  5 tahun yang lalu dimana kita sempat berbuka puasa di masjid ini.
Pada setiap perjalanan ada hal baru yang dapat kita pelajari .
Terutama mengenai perjuangan sosok pangeran Jayakarta dan juga misteri sala satu makam yang ada di kompleks jniÂ
Jatinegara kaum , Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H