Lamadi kemudian hijrah ke New York mencari masjid , sempat tersesat dan menggelandang di Penn Station di pusat kota Newyork selama dua hari sampai akhirnya bertemu dengan Imam Shamsi di rumahmu di kawasan Jamaica.
Akhirnya Lamadi boleh tinggal di rumah Iman Shamsi selama beberapa hari dan kemudian diperbolehkan tinggal di pesantren Imam Shamsi sambil menulis buku mengenai pemikiran Imam Shamsi ini.
Dalam paparannya , Imam Shamsi Ali juga menegaskan pentingnya interfaith dialog sehingga beliau sangat dekat dengan para pemuka agama lain termasuk rabi Yahudi.
Dalam kesempatan ini kita juga diperkenalkan dengan beberapa siswa sekolah Insan Cendikia yang pernah ikut program leadership selama dua bulan di Amerika.
Salah seorang peserta  menceritakan pengalaman selama di Amerika termasuk bergaul dengan orang Yahudi di sinagoga dan membuka mata mereka tentang Amerika yang sesungguhnya .  Setidaknya tidak seburuk prasangka yang selama ini ada di Indoneisia.
Ternyata salah satu sosok yang sangat mendukung pembangunan masjid adalah walikota Newyork yang orang Yahudi.
Alasan sang walikota bikin kita ternganga yaitu karena ia sangat menjunjung tinggi  konstitusi Amerika yang memberikan kesempatan kepada semua agama untuk eksis di bumi Amerika tanpa diskriminasi .
Karena fakta di atas itulah Imam Shamsi Ali sangat positif dengan masa depan Islam di Amerika walaupun Islam di Amerika sendiri memiliki banyak wajah , salah satunya adalah wajah Islam dari Nusantara yang hadir melalui Nusantara Foundation dan pesantren di Moodus tersebut.
"Bagi kaum milenial yang mau ke Amerika bisa datang dan menginjak di pesantren yang luasnya sekitar 7 setengah hektar ini" demikian tambah sang ustaz sembari menjelaskan bahwa di pesantren ada kolam tenang dan beberapa lapangan basket.