Perjalanan di Armenia tentu belum lengkap jika kita hanya menyusuri ibukota Yerevan, karena itu dengan kendaraan carter berikut supir kami pun mengembara ke beberapa tempat wisata di luar kota Yerevan.
Salah satu tempat yang harus dikunjungi adalah Geghard Monastery, yang letaknya kira-kira  1 jam perjalanan dari pusat kota Yerevan atau hanya 20 menit dari Garni Temple.
Lokasi Geghard  Monastery  merupakan bukit dan cadas yang lumayan curam. Namun karena lokasi yang unik ini keindahannya menjadi fenomenal
Setelah memarkir kendaraan , kami berjalan perlahan mendaki jalan yang beralaskan batu kerikil.
Setelah mendaki dan kemudian berbelok , kita pun sampai di pintu gerbang biara dan kemudian masuk ke halaman utama yang luas.
Di hadapan mata terhampar gereja utama yang konon dibangun sekitar abad ke 13
Menurut informasi yang saya dapat, kompleks ini sendiri pertama kali dibangun pada abad ke 4 dan banyak sekali bangunan dan tempat ibadah yang dibentuk dengan cara mengukir tebing . Selintas bagaikan kota ukiran Petra di Yordania .
Sayang nya tombak ini sekarang disimpan di biara Etcmiazin di Vagharshapat.
Nah nama Geghard sendiri memang memiliki makna  tombak  sehingga Geghard Monastery bermakna Biara Tombak.
Kami mengeliling kompleks ini dan melihat juga ukiran salib khas Armenia yang dinamakan Khachkar.
Pengunjung di siang itu cukup ramai dan selain wisatawan banyak juga warga Kristen ortodoks Armenia yang ingin beribadah.
Suasana magis segera menyeruak ketika kami ada di dalam gereja . Salah satu daya tariknya adalah spot  dimana kalau kita duduk disitu akan mendapat cahaya mentari dari atap gereja.
Di altar utama terdapat lukisan orang suci dengan deretan lilin putih yang besar dan semuanya menyala benderang dengan api kuning kemerahan yang memberi keteduhan.
Kebanyakan jemaah berpakaian santai . Sebagian perempuan memakai kerudung khas yang unik.
Mereka berdiri mengeliling altar berdoa sebentar dan berkomat-kamit sambil menancapkan lilin di altar. Sebagian lagi bahkan mengabadikannya dengan kamera ponsel.
Di depan altar utama mereka berdiri takzim dengan hormat sambil menundukkan kepala dan berdoa.
Sementara itu seorang  pendeta  terdengar melantunkan kidung pujian yang indah mendayu -dayu.
Walau tidak mengerti  bahasa kidung tersebut tetap saja perasaan khitmad menyeruak relung kalbu.
Geghard, 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H