Masjid ini mulai dibangun pada 1760 dan sekitar 1768 mulai dibuka untuk publik pada masa Gubernur Husein Ali KhanÂ
Namun pada sakitar awal abad ke 19, terjadi Perang Russiia Iran yaitu pada 1826-1827, akibatnya , Armenia Timur jatuh menjadi wilayah Russia.
Ketika Uni Soveit berkuasa, kebebasan beraagama sangat dikekang sehingga banyak masjid di Yerevan ditutup. Demikian juga dengan banyak bangu agama lainnya.. Sejak 1931 kegiatan agama sama sekali dilarang oleh Stalin dan masjid biru ini ssangat beruntung karena difungsikan menjadi museum.
Baru setelah Uni Soviet runtuh, masjid biru ini kembali direnovasi atas bantuan Iran dan menjadi satu-satunya masjid di Yerevan yang bahkan berstatus sebagai Warisan Dunia dari Unesco.
Jumlah muslim di Armenia saat ini memang sangat sedikit. Konon hanya ada sekitar 800 sampai 1000 orang dan kebanyakan adalah diplomat asing yang tinggal di Yerevan dan para pendatang.
Kami terus berjalan dan menuju ke bangunan utama masjid. Dari kejauhan tampak kubah yang berkilauan ditimpa matahari siang kota Yerevan. Keramik warna warni dengan sentuhan biru yang gemerap itu kini menjelaskan mengapa masjid ini dijuluki Masjid Biru.
Sementara sebagian besar dinding masjiid yang tidak ditutup keramik terbut dari bata merah. Sebelum masuk ke masjid kami sempatkan mampir ke samping dan belakang masjid dimana terdapat tempat wudhu dan juga menara tunggal masjid yang tidak kalah indahnya beselimurkan keramik warna warni bernuansa biru.
Ada dua pintu masuk menuju ruang sholat, di sebelah kiri untuk pria dan di ujung sebelah kanan untuk perempuan.
Namun ada hal yang mengejutkan di masjid ini. Sebuah pengumuman dalam Bahasa Armeni, Persia dan Inggris yang hanya terbuat dari kertas  yang dtempelkan di dekat pintu utama.
"Warning. Danger of Falling Rocks", demikian bunyi peringatan tersebut. Tidak begitu jelasmaksudnya atau mungkin dikarenakan sedang ada renovasi di masjid ini.