Kunjungan kedua ke masjid ini adalah pada September 2017 lalu. Â Nah pada kunjungan ini Saya kembali bertemu dengan salah satu bule yang ternyata bernama Pak Robert yang kebetulan memakai peci khas Indonesia.Â
Saya juga sempat melihat beberapa kota sumbangan yang salah satunya diperuntukan buat gaji imam. Yang menarik dari masjid ini adalah eratnya persaudaraan antar muslim dan sejuknya khotbah yang disampaikan.Â
Tentunya saya telah mengenalnya sejak lama karena kami berdua kebetulan lulusan sekolah yang sama. Kebetulan Lilik adalah adik kelas saya. Saya sangat kagum dengan kegigihan dan perjuangannya ketika pertama kali pindah ke Selandia Baru.
Sosok Bang Lilik ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Indonesia di Christchurch. Bahkan di rumahnya yang asri, orang-orang Indonesia di Christchurch sering berkumpul. Pintu rumahnya selalu terbuka lebar. Bahkan banyak mahasiswa Indonesia yang baru datang ke Christchurch juga sering ditampung sementara di rumah ini.
Dia sering menyatakan kekagumannya akan negeri yang sekarang menjadi tempat tinggalnya. Namun hingga saat ini, Lilik dan keluarga tetap mempertahankan paspor RI. Statusnya di Selandia Baru adalah penduduk tetap alias permanent residence.
Sebagai penduduk tetap, Lilik dan keluarga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara Selandia Baru kecuali hak pilih dalam pemilu. Â
Sehabis memancing, biasanya ikan akan dibawa pulang dan langsung disantap dengan dibakar di halaman rumah Bang Lilik yang asri. Uniknya rumah Bang Lilik ini beralamat di Jalan Kendal loh.
Kehilangan Bang Lilik memang sangat menyedihkan. Apalagi setiap saya berkunjung ke Christchurch, dia selalu bersusah payah mengambil cuti untuk menemani saya jalan-jalan. Bahkan sampai jauh ke kota-kota di Selatan South Island hingga Wanaka, Queenstown, dan Dunedin.
Oh ya, Dunedin ini merupakan kota di mana teroris asal Australia tinggal. Dia pindah ke Dunedin pada 2017 lalu.