Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Okinawa, Jepang yang Bukan Jepang

24 Mei 2017   15:20 Diperbarui: 24 Mei 2017   21:59 6698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jepang selama ini terkenal sebagai salah satu negri yang terkenal  homogen baik dari segi etnis, bahasa, budaya, dan juga bahkan agama.  Dan paradigma ini kemudian terbukti kalau kita bepergian ke banyak kota-kota besar di  seantero Jepang, baik dari Sapporo , sampai dengan Tokyo, Osaka, Nagoya, dan juga  Kyoto serta  Hiroshima.

Namun,  pandangan kita terhadap  Jepang mungkin agak sedikit berubah setelah menjejakan kaki di Okinawa,  kepulauan yang letaknya paling selatan di bumi matahari terbit ini.  Di Okinawa ini, kita bisa melihat Jepang yang  sedikit berbeda.

img-7793-59253eabe422bd063f4f4045.png
img-7793-59253eabe422bd063f4f4045.png
Bandara Naha, sebagaimana kebanyakan bandara di kota-kota besar di Jepang juga dilengkapi dengan moda transportasi massal berbasis rel.  Di Naha, saat ini hanya ada satu jalur monorail yang terdiri dari 15 stasiun dan dinamakan Yui Rail.  Saya membeli   tiket yang berlaku selama  48 jam dengan harga  1200 yen.  Jauh lebih ekonomis dibandingkan tiket sekali jalan yang dimulai sekitar 230 Yen dan bertambah sesuai jarak.

img-7814-59253ec08623bdea7b2bd760.png
img-7814-59253ec08623bdea7b2bd760.png
Lokasi kepulauan Okinawa yang disebut juga Kepulauan Ryukyu atau dalam Bahasa Cina disebut Nansei memang jauh kebih dekat ke Taiwan atau pun daratan Cina dibandingkan dengan pulau-pulau utama di Jepang.  Pada perjalanan siang di bus wisata menuju Gangala Valley, barulah saya tahu bahwa sebenarnya  Okinawa baru masuk menjadi wilayah Jepang pada 1879.  Sebelumnya Ryukyu merupakan suatu kerajaan tersendiri yang bahkan lebih dekat ke dinasti Ming dan Ching di China.

img-8089-59253ee5b17a6163209bdbe7.png
img-8089-59253ee5b17a6163209bdbe7.png
“Okinawa juga mempunyai bahasa sendiri”, demikian jelas pemandu wisata sambil menunjukan sebuah kartun bertuliskan “Nife de biru” lengkap dengan artinya “Thank you”.  Yah inilah dia kata dalam bahasa Okinawa  atau Uchināguchi dan bukan arigato  kata dalam bahasa Jepang untuk mengucapkan terimakasih. 

img-7906-59253f33c5afbdbc2b34f4a9.png
img-7906-59253f33c5afbdbc2b34f4a9.png
Selama dalam perjalanan menuju keluar kota Naha itu dijelaskan juga bahwa di Okinawa tidak terdapat rumah yang terbuat dari kayu, tentunya kecuali  istana dan puri peninggalan kerajaan jaman baheula seperti Shurijo Atau Shuri Castle yang menjadi istana tempat kediamana raja-raja Ryukyu. 

img-8038-59253f64c5afbd982d34f4a9.png
img-8038-59253f64c5afbd982d34f4a9.png
Alasan utamanya adalah, pada akhir perang dunia II, hampir semua bangunan di Okinawa hancur rata luluh lantak, dan pemerintahan militer amerka yang berkuasa kemudian membangun pangkalan militernya menggunakan bahan beton .  Semua bangunan di Okinawa kemudian harus dibuat dari beton sebagai jawaban atas cuaca buruk dan angin puting beliung yang menghantam kepulauan ini beberapa kali setiap tahunnya.

Diceritakan pula bahas sejak kekalahan Jepang pada perang dunia kedua, Okinawa berada dalam kekuasaan Amerika dan baru diserahkan kembali ke Jepang pada 1972. Akibatnya pengaruh Amerika masih terasa hingga saat ini. Termasuk masih adanya pangkalan Amerika di prefektur paling selatan Jepang ini.   Bahkan ketika berjalan-jalan di Kokusaidori atau Jalan Internasional  yang merupakan jalan utama di kota Naha  yang membentang sepanjang sekitar 2 kilometer di pusat kota,  semua tiang listrik , pagar, dan bahkan  kursi-kursi di tepi jalan memang terbuat dari beton .

img-7823-59253f85529373f005cb67e4.png
img-7823-59253f85529373f005cb67e4.png
Di malam hari, pemandangan kota Naha dapat dinikmati sepanjang perjalanan dengan  Monorail  ke stasiun Makashi.  Turun disini  dan  wisata dilanjutkan dengan berjalan kaki di Kokusai Dori.  Ini adalah jantung dan sekaligus pusat kehidupan malam kota Naha. Sesuai dengan nama Kousaidori,  atmosfer mancanegara sangat dominan.   Berderet  banyak toko, cafe, restoran, hotel  dan juga tempat-tempat hiburan, sangat cocok untuk belanja  sekalian cuci mata.

Pada umumnya , penduduk lokal Okinawa memiliki postur tubuh yang  rata-rata lebih kecil  dengan  warna kulit yang lebih gelap dibandingkan kebanyakan orang Jepang. Dan secara umum mereka juga memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang  lebih baik, mungkin karena lebih seperempat abad di bawah kekuasaan Amerika.   

img-7827-59253fa46423bde74b9913d1.png
img-7827-59253fa46423bde74b9913d1.png
Di Naha Tourist Infomation Centre,  pegawai yang bertugas malam itu, lelaki berusia lima puluhan, berkulit agak gelap, berbicara dengan bahasa Inggris dialek Amerika yang nyaris sempurna. Dia bercerita banyak tentang Okinawa. Baik mengenai tempat-tempat wisata  budaya, pantai, kuliner dan juga  hal-hal yang unik di Okinawa.  Pria ini juga memberikan sSebuah leaflet berjudul “Okinawa-Welcome Guide to Muslim Visitor” .  

img-7829-5925400f9593735d54a6f490.png
img-7829-5925400f9593735d54a6f490.png
Berbekal informasi tadi dan setelah cukup banyak bertanya, akhirnya ketemu juga restoran  yang “Halal-friendly”,  Disini, kita bisa memesan nasi, sayuran dan juga berbagai macam makanan laut.  

img-7836-5925416c529373030acb67e4.png
img-7836-5925416c529373030acb67e4.png
Bukan Cuma itu,  kita juga bisa berkenalan dengan minuman khas Okinawa.   Awamori namanya, minuman beralkohol yang dibuat  dari  beras yang disuling.  Konon , resep Awamori sendiri berasal dari Thailand sewaktu kerajaan Ayuthaya berjaya di abad ke 15 . Singkatnya ,  kalau di tempat lain di Jepang  ada Sake, maka di Okinawa ada Awamori .

img-7834-592540e41e23bdc937bc9339.png
img-7834-592540e41e23bdc937bc9339.png
Okinawa ternyata juga merupakan rumah bagi para centenarian alias lansia dengan usia di atas seratus  tahunan.  Konon, salah satu rahasia berumur panjang adalah Hara hachi bu , yaitu pola makan dengan mengatur asupan kalori sehingga kita diharapkan berhenti makan sampai 80 persen kenyang.  Ternyata  mirip  dengan ajaran Islam dimana Rasul mengajarkan ummatnya untuk berhenti makan sebelum kenyang?

img-7832-592541155293738a0acb67e4.png
img-7832-592541155293738a0acb67e4.png
Di dinding , tertempel   sebuah poster tentang Uchinanchu Festival yang merupakan acara  dua tahunan bagi para diaspora Okinawa yang banyak bertebaran di seluruh dunia. Tempat yang banyak menjadi rumah orang-orang Okinawa atau Uchinanchu adalah Hawaii, dan juga negara-negara  di Amerika Latin seperti Brazil, dan Peru. 

img-7837-5925418fc5afbd703334f4a9.png
img-7837-5925418fc5afbd703334f4a9.png
Sambil menikmati makanan sehat ala Okinawa, dimainkan lagu tradisonal khas Okinawa. Nada musiknya lambat mendayu-dayu, serta  vokalisnya  bergantian antara penyanyi lelaki dan perempuan . Alat musik yang dimainkan juga sangat khas dan dinamakan Sanshin karena berupa gitar kecil yang hanya memiliki tiga senar.

Okinawa emang Jepang yang bukan Jepang dimana kita bisa belajar kearifan lokal bernama Hara Hachi Bu yang mirip dengan hadist Rasul.

Foto-foto: dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun