Dari Igreja de San Antonio, langlang di Macau terus berlanjut. Cukup menyebrang lewat samping gereja kita akan sampai di Praca de Luis Camoes yang merupakan lapangan terbuka lengkap dengan halte bus yang melayani beberapa rute, termasuk rute yang menuju ke Mosquita de Macau atau masjid Macau yang akan dikunjungi nanti.
Foto : Dokumentasi pribadi
Di lapangan ini juga terdapat sebuah kotak merah bertuliskan
Correios de Macau. Tenyata artinya Macau Pos dan mesin itu menjual perangko secara otomatis. Lengkap dengan keterangan harga untuk tujuan dalam negeri, maupun luar negeri.
Foto : Dokumentasi pribadi
“Christianity, if false is of no importance , and if true, of infinite importance. The only thing it cannot be is moderately important” C. S. Lewis
Kata-kata mutara yang dikutip dari novelis Inggris ini terpampang di papan yang dipajang di depan tembok menuju ke Macau Protestant Chapel yang terletak dalam satu kompleks dengan Macau Old Proretstant Cemetery.
Foto : Dokumentasi pribadi
Di papan ini terpampang jadwal kebaktian, foto-foto tua tentang Morrison Chapel dan juga sekilas sejarahnya. Dikisahkan bahwa chapel ini sudah berusia lebih dari duaratus tahun karena berasal dari abad ke 18 walaupun bangunan yang sekarang ini baru dibangun sekitar tahun 1922 an. Lalu ada juga foto
Florence Li Tim Oi yang berasal dari Hongkong yang juga merupakan pendeta wanita pertama di Gereja Anglikan.
Sebuah foto tua lain memperlihatkan DR. Robert Morrison yang namanya diabadikan di gereja ini. Beliau adalah pendeta protestan pertama yang melakukan kegiatan missionaris di Cina. Dia juga yang konon membaptis orang Cina pertama yang masuk protestan yaitu Choi Kou. Wah lumayan juga sedikit banyak belajar sejarah di papan pengumuman ini.
Foto : Dokumentasi pribadi
Saya kemudian memasuki pintu gerbang yang dicat kapur kuning muda dan putih. Pas di atas pintu tertulis “
Protestant Church and Old Cemetery (East India Company 1914). Mungkin gerbang yang terihat tua ini dibangun pada 1914.
Masuk sedikit ke halaman yang luas, Ada lagi pengumuman “Welcome to Macau Protestant Chapel and Cemetery. The chapel and cemetery are sacred ground. Please remain quiet. For groups of more than five persons, please first apply to the chapel caretaker before entering the chapel or cemetery”. Wah untungnya saya hanya sendirian sehingga bebas masuk tanpa harus minta ijin dulu.
Foto : Dokumentasi pribadi
Masuk lebih dalam ke halaman, di sebelah kiri terlihat sebuah gereja kecil, terlihat klasik, tua, namun cantik dengan catnya yang berwarna putih polos. Pintunya berbentuk lengkung dengan hiasan jendela kecil yang juga memiliki lengkungan di atasnya. Sebuah salib kecil menghiasi puncak bagian depan gereja ini.
Foto : Dokumentasi pribadi
Saya hanya sempatkan mengintip sebentar ruangan dalamnya untuk kemudian belok ke kanan dan langsung menuju ke kompleks pemakaman. Waktu saat itu sekitar pukul 4.30 sore waktu Macau. Namun cuaca yang agak sedikit berawan membuat suasana di pemakaman agak terasa temaram. Sekilas tidak ada siapa pun di pemakam ini kecuali seorang perempuan tua berusia enam puluhan yang sedang menyapu dan membershkan batu nisan.
Foto : Dokumentasi pribadi
Pemakaman ini terdiri dari dua tingkat. Pertama di bagian atas terilhat ratusan makam dalam berbagai ukuran dan bentuk. Ada yang berbentuk sarkofagus bagaikan keranda yang muncul ke permukaan. Ada yang hanya muncul dalam bentuk nisan sederhana, dan beberapa berbentuk tugu yang tingginya sekitar dua meter .
Saya mulai membaca nama-nama di nisan. Selain dalam Bahasa Inggris, ada juga yang tertulis dalam Bahasa Belanda. “Hier rust Jacques Pierot Med D Geboren te Leiden den 29 Feb 1812 overleden te Macao den 16 Augustus 1841”. Demikian salah satu nisan yang berbahasa Belanda. Kebetulan hanya berbentuk nisan sederhana.
Foto : Dokumentasi pribadi
“Sacred to the Memory : T. W. Riddles Master Mariner who departed this life Audust 31st 1836 aged 36 “. Demikian tertulis pada nisan yang berbentuk sarkofagus dan terletak di dekat tembok batu pembatas makam.
Di kejauhan terlihat juga sebuah sumur tua yang sedikit menyeramkan. Terlihat dua buah tiang dan dan bundaran sumur lengkap dengan dua anak tangga. Sayangnya sumur ini diberi penutup sehingga kita tidak dapat melihat air dan kedalamannya. Sebagai latar belakang tampak puluhan makam dengan pohon pohon yang rindang. Pohonnya mirip dengan pohon kamboja namun tanpa bunga yang harum-harum menyeramkan.
Foto : Dokumentasi pribadi
Tidak jauh dari sumur ini terdapat tembok dari batu. Dan di tembok ini dijejerkan puluhan nisan bertuliskan nama-nama dalam berbagai bangsa dan bahasa. Uniknya nisan-nisan ini bertanggal dan tahun lebih tua dibandingkan mereka yang dimakamkan di tanah pekuburan. Sebagian besar berasal dari abad ke 18 .
Foto : Dokumentasi pribadi
Setelah cukup lama menikmati suasana sepi di pemakaman ang ada di kota tua Macau ini, saya kembali ke dunia ramai. Di taman Luis Camoes, dan sekali lagi melihat sebuah prasasti dalam tiga bahasa yaitu Portugis, Cina , dan inggris mengenai gereja dan makam protestan ini.
Di papan yang satu lagi saya baru mengerti mengapa ada nisan yang hanya di tempel di tembok dan berusia jauh lebih tua. Ternyata Old Protestant Cemetery ini pertama kali dibuka pada 1821 dan kemudian ditutup untukpemakamannya pada 1856.
Sebelum tahun 1821 orang-orang protestan yang sebagian besar orang Inggris dan juga Belanda sama sekali tidak mempunyai tanah untuk pemakaman di Macau. Kota tua Macau hanya memilik pemakam untuk orang Katolik. Dan di luar sana negeri Cina juga menolak memberikan tanah untuk pemakaman orang protestan. Akibatnya mereka dimakamkan secara diam-diam di luar tembok kota Makau.
Foto : Dokumentasi pribadi
Pada tahun 1821, Mary Morrison, istri pendeta Robert Morrison meninggal dunia dan memerlukan tanah pemakaman. Akhirnya pemerintah Portugis mengijinkan sebidang tanah di tempat ini untuk dibeli oleh East India Company dan digunakan untuk tanah pemakaman dan juga gereja. Karena itu makam-makam yang dulu ada di luar tembok kota Macau akhirnya dipindahkan ke tempat ini, mungkin hanya batu nisannya saja yang dijejerkan di tembok tadi.
Perjalanan ke kota judi macau bisa membuka sedikit cakrawala tentang persaingan sesama negara kolonial yaitu Portugis dan Inggris. Walaupun sama-sama nasrani, ternyata Portugis yang Katolik dan Inggris yang Protestan pun tidak mau disandingkan bersama. bahkan dalam kematian di rantau yang jauh di pojok negri Cina.
Untung ada Mary
Lihat Travel Story Selengkapnya