Setelah cukup lama berkeliling di pusat kota Hirsohima dan ikut terhanyut dalam renungan dan pesan perdamaian yang disampaikannya tibalah waktunya kembali mengembara mengunjungi tempat-tempat lain dengan kendaraan keliling Meipuru-pu. Â
Perhentian kali ini adalah
Hiroshima MOCA atau
Museum of Contemporary Arts yang terletak di kawasan berbukit yang bernama Hijiyama. Selain museum di tempat ini juga ada sebuah perpustakaan yang khusus mengkoleksi seni kartun Jepang yang bernama Manga. Namanya
Hiroshima City Manga Library.
Turun dari bus, saya berjalan mendaki menuju ke pintu masuk MOCA yang ternyata tidak terlalu jauh, namun harus mendaki memutar bukit. Sebenarnya ada dua pilihan. Ratusan anak tangga langsung menuju museum atau jalan mendaki yang memutar tadi.Â
Secara tidak sengaja, saya melihat sebuah kompleks pemakaman yang ada di punggung bukit. Terlihat sepi dengan pintu gerbang yang tertutup rapat. Rasa penasaran membuat saya menuruni beberapa anak tangga dan kemudian berhasil membuka pintu yang tidak digembok. Selepas pintu ini terdapat sebuah kursi dan meja bundar yang terbuat dari batu. Dari sini kita dapat melihat ke seluruhan kompleks makam yang tidak terlalu luas dengan pemandangan kota Hiroshima di belakangnya.
Saya berjalanan menuruni tangga menuju pemakaman. Di dekat pintu masuk terdapat sebuah tempat pemujaan kecil berbentuk batu dengan enam buah patung kecil yang merepresentasikan Buddha dalam berbagai bentuk. Di depannya ada dua tempat berisi karangan bunga (
Ohana) dan sebuah tempat untuk meletakan dupa (
osenko).
Selain itu juga terdapat tempat dimana ada beberapa ember dan gayung yang digunakan orang yang berziarah untuk membersikan batu nisan. Menurut informasi yang saya dapat kemudian, orang yang berziarah biasanya akan terlebih dahulu melakukan proses membersihan batu nisan menggunakan ember dan gayung ini. Proses membersihkan batu nisan ini dinamakan
Osoji.Â
Bentuk makam Jepang, pada umumnya tidak terlalu luas karena yang dimakamkan biasanya bukanlah jenazah, melainkan abu jenazah yang sudah dikremasi. Selain itu, satu makam biasanya juga milik satu keluarga sesuai dengan nama yang diukir di batu nissan.
Saya terus berjalan dan memperhatikan lebih rinci bentuk-bentuk makam. Pada umumnya berbentuk balok tugu dengan ukiran nama keluarga yang ditaruh secara vertikal. Kemudian di depannya ada lubang untuk meletakkan bunga dan juga dupa. Serta biasanya ada semacam kuil kecil di dekatnya. Ukuran makam bisa besar atau kecil tergantung status sosial keluarga tersebut.
Ada sebuah makam dengan beberapa kuntum karangan bunga yang masih segar dan sisa-sisa dupa. Mungkin baru beberapa saat saja diziarahi oleh keluarganya. Menurut informasi orang Jepang juga mempunyai kebiasaan untuk memberikan sesajian berupa buah-buahan di makam keluarga. Namun lucunya buah-buahan tersebut kemudian dibawa pulang kembali setelah habis ziarah. Mungkin karena takut dimakam oleh burung-burung liar yang memang banyak di kuburan dan suaranya selalu mengerikan. Memberitakan kematian.
Di depan makam, keluarga yang berziarah atau ohaka mairi akan berdoa yang dinamakan
oinori dengan cara menangkupkan kedua belah tangan dan kemudian dalam hati mengucapkan doa dan memohon keselamatan bagi arwah yang telah mendahului mereka. Biasanya di antara kedua telapak tangan juga diselipkan tasbih yang disebut
ojozu.
Saya terus berjalan di antara pusara-pusara dengan tugu dan nama-nama dalam huruf Kanji. Dan ada satu lagi info menarik tentang nama-nama yang diukir pada  batu nisan ini. Selain nama keluarga dan seluruh anggota keluarga yang telah meninggal dan abu jenazahnya disimpan di bawah makam ini, sebagian nisan juga menuliskan nama-nama anggota keluarga yang masih hidup. Bedanya kalau yang sudah meninggal ditulis dengan warna hitam, nama mereka yang masih hidup ditulis dengan warna merah.
Pada saat mereka meninggal, yang harus dilakukan hanya mengganti wana merah menjadi hitam! Sekali lagi, hidup adalah sebuah perjalanan. Dan di sebuah pemakaman kecil di bukit Hijiyama di pinggiran kota Hiroshima ini saya juga belajar lebih banyak mengenai kematian dan kuburan ala Jepang. Salah satunya tentang  warna merah dan hitam yang melambangkan kehidupan dan kematian.
Hiroshima , Oktober 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya