Setiap kali melawat atau lebih tepatnya pulang kampung ke pulau Sumatra via pelabuhan Bakauheni, tidak henti-hentinya saya selalu mengagumi keindahan dan kemegahan Menara Siger , yang berbentuk mahkota putri Lampung ini dari kejauhan. Pemandangan ini bahkan sudah dapat kita nikmati ketika kapal ferry mulai merapat ke pelabuhan. Duh megahnya seakan-akan mengucapkan selamat datang di Pulau Perca, di Bumi yang penuh harapan ini.
Memasuki pintu gerbang kompleks Menara Siger, kita hanya cukup membayar parkir mobil IDR 10.000,-, Kendaraan lalu mendaki menuju halaman parkir yang cukup luas dan menara megah berbentuk mahkota segera ada di hadapan. Tampak sangat cantik mempesona dengan warna kuning keemasan yang mendominasi. Pucuk menara terlihat tinggi menjulang di apit masing-masing tiga buah kelopak lancip di kiri kanannya. Dua lantai pertama yang menjadi dasar menara sekilas terlihat dihiasi penuh dengan kaca-kaca yang memberikan penerangan alami ke dalam gedung.
Kemegahan lantai dasar menara ini serasa menyapa ramah ketika kita berada di dalamnya. Sebuah toko cendera mata yang kebetulan sedang tutup. Tangga putar menuju lantai-lantai atas, dan tiang-tiang bulat berwarna kombinasi coklat tua dan kuning emas dengan motif hiasan khas Lampung serta lantai marmer yang berkilau membuktikan kemegahan paripurna sang menara. Baik dari luar maupun dari dalam.
Ketika pandangan dilayangkan ke atas, maka pesona interior mahkota yang berwarna putih dengan susunan tangga yang berbaris rapi sampai ke beberapa lantai di atas juga menambahkan kekaguman akan keunikan bangunan yang menjadi “Landmark Perdana “ di Propinsi paling selatan pulau Sumatera ini.
Dengan tangga putar saya naik ke lantai dua. Di sini ruangan terbuka yang terasa lebih luas terhampar indah. Tidak ada perabotan ataupun kursi. Ada beberapa deretan foto yang dipamerkan: di antaranya menceritakan kisah-kisah dokumentasi tentang Lampung di jaman dahulu serta tokoh-tokoh yang pernah menjadi gubernur Lampung.
“Gagasan menara Siger adalah prakarsa dari Brigjend Pol Drs H Sjachroedin Z.A Pagar Alam SH Tahun 1995 yang dirancang dan ditindaki oleh Ir H. Anshori Djausal MT bersama tim teknik Unversiatas Lampung”, demikian tertulis pada prasasti yang terdapat di bagian tengah ruangan lantai dua ini. Disini kita juga dapat melihat sekilas sejarah pembentukan propinisi Lampung yang resmi lepas dari Propinsi Sumatra Selatan pada Maret 1964.
Sementara di salah satu sudut ruangan terdapat studio 107.0 Siger FM dengan tagline Radionya Musik & Informasi. Studio ini tampak sepi dan terkunci. Terlihat seakan-akan sudah lama ditinggalkan namun peralatan di dalamnya masih tergelatak rapih walau terlihat sedikit berdebu.
Pengembaraan di dalam menara mahkota dilanjutkan dengan terus naik ke lantai tiga . Dari sini kita dapat melihat ke bawah dan menyaksikan sudut lain keindahan menara. Namun pada saat yang bersamaan mulai merasa sedikit gundah dengan kondisi lebih detil yang cukup membuat diri menjadi prihatin. Menara ini dalam kondisi yang merana. Banyak dinding yang retak-retak, atap yang bocor, dan eternit yang rusak.
Perjalanan diteruskan sampai kebagian paling atas di dalam menara. Kalau dihitung ini adalah lantai enam yang luasnya kian menyempit namun memberikan pemandangan yang lebih menawan dari pelabuhan Bakauheni dengan kapal-kapal yang bergerak lambat. Baik yang baru saja berangkat maupun yang akan bersandar ke dermaga. Di sisi lain kita juga dapat menikmati pemandangan proyek pembangunan jalan Tol Lintas Sumatara yang sudah mulai terlihat bebeapa kilometer menembus bukit-bukit bagian selatan Sumatera.
Sayangnya, dinding putih interior nya juga dihiasi dengan grafiti tulisan iseng para remaja yang sempat lewat dan meninggalkan jejak di tempat yang dinobatkan sebagai “The most impressive rest area place along Trans Asian Highway”.
Di tempat ini dapat dinikmati dari jarak dekat puncak-puncak kelopak menara Siger. Tiga di kiri dan tiga di kanan. Semuanya mempesona dengan warna kuning keemasan yang memantulkan cahaya mentari di senja hari.
Lihat Travel Story Selengkapnya