Jarak Jakarta dan Cirebon terasa kian dekat dan potensi wisata kota Cirebon dapat lebih mudah dijelajahi. Salah satu tempat yang menjadi andalan tentunya Keraton Kasepuhan yang letaknya pas di jantung kota Udang ini.
Setelah membeli tiket di loket , Saya cukup kagum karena mendapatkan tiket elektronik dengan “barcode bergaris-garis hitam di atas warna putih. rombongan pun masuk menuju halaman depan keraton.
Siti Hinggil, demikian salah satu bagian bangunan di keraton yang berada di dekat gapura berbentuk candi bentar. Keunikan Cirebon sudah menampakan diri dalam bentuk keramik yang seakan-akan ditempelkan di sekitar dinding fondasi bangunan berbentuk joglo ini.
Halaman luas yang ada di tengah-tengah kompleks keratok kasepuhan terlihat asri dan rapi. Sebuah taman kecil penuh bunga dengan sepasang patung singa berwarna putih menjadi daya tarik utama. Dari sini kita bisa pergi kemana saja dengan mengikuti petunjuk .
Salah satunya adalah Bangsal Keraton . Di depannya ada pintu gerbang bercat putihyang dihiasi ukiran-ukiran yang bertemakan flora. Di sekitar pintu berbentuk lengkungan ini juga bertaburan keramik-keramik yang indah. Demikian juga dengan dinding beranda bangsal keraton. Singkatnya keramik memang ada dimana-mana.
Bangunan lain yang juga ramai dikunjungi adalah
“Museum Kereta Singa Barong”. Sebuah kereta kencana yang terlihat magis dan antik dipajang di dalam museum. Konon kereta ini dibuat pada tahun 1549. Kalau diperhatikan hiasannya sangat cantik. Sang singa sendiri berbelalai gajah , berkepala naga dan bersayap buraq. Konon ini masing-masing melambangan persahabatan Cirebon dengan India, Tiongkok, dan Mesir.
Yang menarik lagi di dalam museum juga ada lukisan Prabu Siliwangi dengan fitur yang unik. Mata dan kaki sang prabu selalu menatap dan menuju kearah dari mana kita melihat lukisan tersebut. Di dekat kereta ada sebuah kursi berisi kaleng besar yang bertuliskan
“Infaq Kebesihan”. Di dekatnya berdirilah orang yang meminta pengunjung untuk menyumbang serelanya. Lucunya lagi di hamparan karpet hijau dekat kereta juga berserak dua lembar uang pecahan 5000. Mungkin sebagai pemancing bagi yang akan menyumbang.
Puas melihat-lihat museum, kita berjalan lagi ke bagian lain keraton. Melewati sebuah gedung besar yang cukup megah . Pada prasasti terbaca
“Gedung Pagelaran Keraton Kasepuhan” yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada 1997. Sayang gedungnya terlihat kurang terawat.
Setelah melewati gedung ini, kami sampai di pitu gerbang menuju Sumur Bandung, yang merupakan sumur keramat baik pada waktu masa Keraton Pakungwati maupun setelah menjadi Keraton Kasepuhan. Di dekat sumur tertulis angka tahun 1430 M untuk Keraton Pakungwati dan 1529 M untuk Keraton Kasepuhan. Dan seperti juga di museum, di tempat ini juga terdapat kotak sedekah yang ditunggui dengan orang yang menghimbau wisatwan untuk memberikan sumbangan.
Pengembaraan di keraton kasepuhan dilanjutkan dengan mengunjungi Museum Benda Kuno yang terdapat di dekat halaman utama tidak jauh dari Museum Singa Barong. Sepintas museum ini terlihat kuno, kumuh dan tidak terawat. Namun kalau kita masuk ke dalamnya , tersimpan benda-benda kuno yang tidak ternilai harganya.
Selain Gamelan Degung dari Banten yang dibuat pada abad ke 15, ada juga koleksi rebana peninggalan Sunan Kalijaga, meriam dari Cina dan Portugis ,, tengkorak buaya putih serta rompi baju besi yang semuanya sudah berusia ratusan tahun. Selain itu tebaran uang receh dan orang yang meminta sumbangan kembali menguatkan ciri khas tempat wisata Cirebon.
Perjalanan di keraton di akhiri dengan berkunjung ke sebuah masjid kecil . Masjid yang terlihat cukup terawat walaupun sudah tua ini terasa sangat nyaman dan menenangkan jiwa. Yang sedikit mengagetkan adalah teguran dari sesorang yang juga meminta sumbangan untuk kebersihan. Biasanya di dalam masjid , kita cukup memasukan uang ke daam kotak yang telah disediakan tanpa perlu sesorang untuk meminta. He he.
Keraton Kasepuhan di Cirebon memang unik dan khas. Seunik tempat-tempat wisata di Cirebon yang bertebaran keramik. Dan ketika melewati pintu masuk , Saya baru sadar bahwa tiket elektronik yang tadi dibeli juga sebenarnya tidak digunakan untuk membuka
“pintu putar” tetapi kita masuk melalui jalur keluar yang selalu terbuka . Lebih asyik lagi setelah diperhatikan ternyata tiket yang dibeli sesungguhnya juga sudah kadaluwarsa. Karena waktu yang dicetak di tiket tidak sesuai dengan waktu kita membeli tiket.
Seraya tersenyum sendiri , Saya meninggalkan pintu gerbang Keraton Kasepuhan dimana tergantung papan berukir bertuliskan
“Kasepuhan Cirebon of Palace”. Sambil membaca tulisan dalam Bahasa Inggris ini saya sendiri kurang tahu apa ada yang salah?
Yang jelas potensi wisata Cirebon sangat luar biasa. Perlu sentuhan yang lebih baik dalam pengelolaannya sehingga menjadi tempat wisata kelas dunia yang membanggakan. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya