Selepas berziarah ke Kompleks Makam Sunan Gunung Jati, tetirah di Cirebon dilanjutkan dengan langsung menuju ke pusat kota, yaitu kawasan dekat Kraton Kasepuhan. Di tempat ini, tidak jauh dari alun-alun terdapt Masjid Agung Cirebon yang menurut sejarah merupakan salah satu masjid tertua di Pulau Jawa.
img-5851-57d62636347b61202143b442.png
Sederetan pengemis kembali menyambut di pintu masuk menuju halaman masjid. Pagarnya unik karena terbuat dari bata merah dengan pintu gerbang model Majapahit. Di dekat pintu terdapat hiasan bunga tertatai sementara di atasnya terdapat kaligrafi huruf Arab. Kombinasi warna merah bata, kuning, hitam dan putih mengejawantahkan keharmonisan antara agama Hindhu dan Buddha yang sudah ada terlebih dahulu serta Islam yang datang kemudian di tanah Cirebon ini.
img-5848-57d6264d107f61cc4b568850.png
“
Dengan rakhmat Tuhan YME pada hari Kamis tanggal 23 Februari 1978 Menteri Pdan K telah meresmikan hasil pemugaran Mesjid Agung Cirebon”, demikian terdapat sebuah prasasti batu dengan tulisan yang sudah sedikit memudar dan ditandatangni oleh Sjarif Thajeb berdiri ringkih di halaman masjid.
img-5827-57d6266e2b7a61f679983f4f.png
Memasuki serambi masjid, aura klasik segera menyerbak. Hamparan karpet warna hjau membentang di antara tiang-tiang kayu berwarna coklat yang seakan-akan menyeruak ke atap berbentuk limas yang juga dilapisi kayu dengan warna coklat tua yang sama. Sementara di sisi lain serambi, lantai keramik warna coklat tua telanjang membentang dingin. Sepi dan sunyi.
img-5828-57d62679f59673a33ad40829.png
Setelah sholat di serambi, rasa penasaran membuat saya sejenak mengintip ke bangunan utama masjid. Mula-mula agak sedikit susah mencari pintu masuk, karena hampir semua pintu tertutup rapat . Akhirnya di salah satu sisi, ada pintu yang terbuka. Yang unik adalah kecilnya ukuran pintu ini. Hanya cukup untuk satu orang sekali masuk dengan tinggi sekitar satu meter lebih yang membuat siapa pun yang masuk harus merunduk.
img-5830-57d6268b2423bdbc038b4567.png
Pintu ini seakan-akan memberi pesan bahwa setiap orang harus merendahkan diri untuk menghadap sang pencipta. Dinding masjid yang terbuat dari bata merah dengan latar belakang karpet warna merah memberikan nuansa yang penuh khitmad .
img-5833-57d6269e509373813f1c9ac3.png
Interior masjid ini bahkan lebih mengagetkan sekaligus mengagumkan. Kalau kita melihat ke atas. Terlihat 24 sokoguru yang terbuat dari kayu menopang struktur atap yang berbentuk limas bersusun tiga. Konon masjid ini dibangun hampr bersamaan dan dimaksudkan sebagai pasangan dari Majsid Agung Demak di akhir abad ke 15. Menurut versi resmi masjid ini dibangun pada 1478 atas perintah Sunan Gunung Jati dan menurut legenda hanya dibangun dalam waktu semalam saja.
Yang menarik lagi adalah mimbarnya yang ada sepasang. Terbuat dari kayu berukir dan terlihat besar megah dan kokoh dengan warna coklat tua. Mimbar yang ada di dekat mihrab berbalut kain putih yang terurai sementara balutan kain putih bak kelambu juga menaungi nya. Mimbar yang satu lagi dibiarkan telanjang diterpa sinar mentari yang masuk dari selah-sela atap.
Mihrabnya juga sangat unik. Terbuat dari batu putih berukir dan sama sekali bebas dari sentuhan kaligrafi. Yang dominan adalah ukiran berbentuk sang surya yang konon memiliki keterkaitan erat dengan kerajaan Majapahit. Menurut kisah ternyata arsitek masjid ini memang berasal dari Kerajaan Majapahit yang pada waktu itu telah memasuki masa senja. Menanti kemunduran dan pelan-pelan lenyap ditelan masa.
Saya layangkan pandangkan ke sekeliling ruang interior masjid yang juga bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini. Warna merah tetap dominan baik di lantai maupun dinding. Di salah satu sisi, terlihat pintu kecil yang tertutup. Daun pintunya juga terbuat dari kayu coklat dengan penutup berbentuk potongan kayu nan klasik. Di sisi lain ada beberapa orang yang sedang sholat berjemaah.
img-5841-57d6272c347b616f2143b432.png
Di bagian lain terdapat semacam kurungan kayu mirip berbentuk kubus yang disebut Maqsurah. Ini adalah tempat khusu sholat bagi keluarga kraton. Dan di masjid ini ada dua buah maqsurah, satu untuk anggota Kraton Kasepuhan, serta satu lagi untuk keluarga Kraton Kanoman.
img-5844-57d62744347b61f72043b440.png
Namun, yang paling menarik perhatian adalah kehadiran seorang jemaah yang tampak sedang khusyuk berdoa. Lelaki berusia 50 tahunan ini yang mengenakan baju lengan pendek warna putih serta sarung coklat dan berpeci haji warna hitam putih sudah cukup lama asyik bersila di hadapan mimbar.
Mula-mula saya kira sedang berdoa sehabis shalat. Namun setelah diperhatikan lebih seksama nampak kedua lengannya sedang bersidekap bagaikan pisisi sedang bermeditasi atau bersemedi. Dari sudut pandang yang lain bila dilihat dari belakang, nampak kedua tangannya di naikan keatas seakan-akan sedang bersembahyang di pura.
Perjalanan di masjid ini dilanjutkan dengan melihat-lihat di pendopo sebelah utara dimana terdapat sebuah sumur tua yang mengalirkan air zamzam versi Cirebon yang disebut Banyu Cis Sang Cipta Rasa. Menurut legenda , air ini juga bisa menguji kejujuran seseorang dan berkhasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Ingin ikut bersemedi serta mencicipi air zamzam versi Cirebon? Yuk mampir ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Cirebon, 2016
Foto-foto: dokumentasi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya