Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Phnom Penh: Suara Gaib dari Kuburan di Penjara S21

11 Juni 2016   12:35 Diperbarui: 11 Juni 2016   21:01 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang perjalanan kembali ke Kota Phnom Penh dari Choeng Ek The Killing Field,  hati dan jiwa masih terasa gamang.   Menyaksikan bukti dan fakta yang  telah digambarkan secara gamblang dalam artikel  Ketika tengkorak dan tulang-tulang  bisa bicara  memang membuat hati miris. Tetapi perjalanan ke Phnom Penh memang belum lah sempurna kalau tidak menjenguk satu tempat lagi yang mungkin sama menyeramkan seperti  Choeng Ek, yaitu tempat dimana ribuan korban yang di eksekusi  ditahan dan diinterograsi terlebih dahulu.   Tempat ini bernama S21 atau juga Penjara Tuol Sleng.

Letaknya dijalan berdebu yang tidak terlalu lebar di pinggiran selatan kota Phnom Penh, tepatnya di Jalan 113.   Tuk tuk berhenti tepat di pintu masuk yang di atasnya terpampang papan nama dalam Bahasa Khmer dan Inggris “Tuol Sleng Genocide Museum”. Sementara seluruh kompleks penjara yang dulunya merupakan sekolah ini dikeliling tembok tinggi  berwarna putih pucat  yang dilengkapai dengan kawat berduri. 

Persis di tepi halaman sekolah ini terdapat sebuah prasasasti yang dikeluarkan oleh UNESCO yang berbunyi “United Nation  Educational Sicentific  and Cultural Organization certify the inscription of Tuol Sleng Genociide Museum Archive Ministry of Cukture and Fine Arts Phnom Penh Cambodia on theMemory of Wolrd Register  date 31 July 2009 “ dan ditandatangani oleh Koichiro Matsuura sebagai Direktur Jendral Unesco.

Dan masih di halaman ini juga, di atas rumput hijau, terdapat papan pengumuman yang dulunya merupakan “Kitab Suci” bagi para tahanan. Ditulis dalam tiga bahasa, Khmer, Perancis dan Inggris , dan berjudul “The Security of Regulations” Peraturan ini berisi 10 perintah yang sama sekali tidak boleh dilawan dan nomer satunya berbunyi “you must answer accordingly to my questions. – don’t turn them away”.

Saya masuk ke gedung pertama yang dinamakan Gedung A,  Gedung ini terdiri dari tiga lantai dimana secara total terdapat 20 sel.  Ada 10 sel di lantai pertama yang digunakan baik sebagi penjara, ruang interograsi, dan sekaligus tempat penyikasaan para tahanan agar mereka semuanya mengaku bersalah.  Sedangkan di lantai dua dan tiga terdapat masing-masing 5 sel yang lebih besar dengan fungsi yang sama sepeti di lantai pertama.

Beginilah suasana salah satu  ruang kelas. Seluruh dinding berwana kuning muram dengan sebuah jendela  kaca. Ada sebuah kursi dan meja yang dulunya digunakan untuk interograsi tahanan. Di dekatnya ada sebuah tempat tidur dan beberapa alat penyikasaan.  Suasana suram dan mencekam masih terasa di kelas yang kosong ini. Sayup-sayup , seakan-akan masih terdengar suara gaib  rintihan para tahanan.

Penjara Tuol Sleng yang kalau diterjemahkan artinya Bukit Pohon Beracun ketika rejim Khmer Merah atau Democratic Kampuchea (DK) mulai berkuasa di tahun 1975 sampai dengan masuknya tentara Vietnam pada 1979 telah menjadi nerka dunia bargi  sekitar 20 ribu tahanan. Konon hanya 7 orang yang berhasil keluar dengan hidup. Selebihnya tewas baik dikuburkan di dalam kompleks sekolah yang menjadi penjara ini atau dibawa ke Choeng Ek untuk dieksekusi .

Di dalam salah satu ruang di lantai dua , terdapat beberapa papan poster yang menceritakan secara singkat namun rinci mengenai sejarah sekolah yang pertama kali didirikan pada tahun 1962.  Dengan berkuasanya rezim Khmer Rouge atau Khmer Merah yang mempunya slogan anti pendidikan, maka semua sekolah dan bahkan pagoda dirubah fngsinya menjadi penjara, gudang, dan bahkan kandang kuda.  “Study is not important, what’s important is work and revolution” demikian salah satu slogan rezim DK tersebut yang tertulis  pada salah satu poster.

Di dalam kelas yang lain, ada  sepasang tempat tidur usang yang dulu digunakan oleh para petugas penjara  sebagai tempat penyiksaan.  Yang menarik dari gedung sekolah ini adalah dominannya wana kuning genting yang ada baik di dinding maupun lantai keramik kotak-kotak dengan kombinasi wanma kuning kecoklat-coklatan dan putih kekuningan.  Situasi koridor di lantai dua dan tiga gedung sekolah ini juga sama muramnya dengan hampir seluruh ruang kelas.

Sementara di kelas yang lain terdapat semacam pameran dengan tema “Dinner with Polpot yang menceritakan kunjungan sekelompok pemuda dari Swedia yang terobsesi dengan ideolgi Mao ke Phom Penh pada tahun musim panas tahun 1978. Mereka diundang untuk menyaksikan surga versi Khmer Merah dan bahkan diajak makan malam dengan hidangan mewah di Istana Kerajaan.

Gedung B juga berlantai 3 dan memamerkan foto-foto.  Menurut cerita, ketika pertama kali dimasukan dalam penjara, semua tahanan dibuat pas foto hitam putih yang diarsipkan dengan cukup baik dan dapat disaksikan hingga kini. Tukang fotonya sendiri bernama Nhem En, konon masih hidup sampai saat ini dan tinggal di kawasan barat laut Kamboja.  

Sementara di gedung C, setiap ruang kelas dibagi lagi menjadi beberapa sel yang dibuat dari kayu atau sejenis batako. Satu sel kecil yang berukuran 1x 2 meter saja dan konon diisi oleh se orang tahanan dimana mereka akan diborgol yang diikatkan ke dinding atau lantai. Bulu kuduk langsung terasa berdiri. Berada di dalam ruang kelas yang dijadikan sel-sel kecil ini, kita seakan-akan masih bisa mendengarkan suara-suara penderitaan para tahanan. Aura dan jiwa ataupun roh-roh mereka seakan-akan masih gentayangan di dalam sel-sel kecil di dalam ruang kelas ini.

Di gedung yang lain, mungkin gedung D, dipamerkan alat-alat penyiksaan yang digunakan pada waktu itu. Bermacam-macam alat penyiksaan ada disana misalnya saja disetrum dengan listrik yang menggunakan bateri, disundut dengan besi panas atau atau dilukai dengan benda tajam.  Membayangan apa yang terjadi dengan para tahanan itu membuat jiwa dan sukma ini menjadi sesak. Betapa penyiksaan telah dijadikan alat untuk mendapatkan pengakuan

Di salah satu arsip yang tersedia di penjara Tuol Sleng ini dapat juga dibaca bahwa ada bermacam-macam penyiksaan yang sangat tidak manusia telah tejadi di tempat ini.  Selain di setrum, para tahanan juga sering disundut dengan rokok, disuruh makan kotoran manusia, minum urine, ditusuk dengan jarum, dan sebagainya.  Bahkan yang sangat mengerikan seperti kuku-kuku jari dicabut atau bahkan digantung dengan terbalik alias kepala dibawah sambil ditenggelamkan ke bak air dan diperintahkan mengangkat tangan seharian penuh atau dibungkus plastik hingga kehabisan nafas.

Saya kemudian keluar dan duduk di halaman sekolah yang ditumbuhi rerumputan hijau.  Di tepinya terdapat sebuah tiang yang dulunya digunakan sebagai alat senam untuk olahraga para siswa. Namun menurut cerita tiang ini digunakan sebagai tiang gantungan  baik sebagai cara untuk eksekusi maupun untuk penyiksaan.

Di salah satu sudut halaman Tuol Sleng ini juga ada beberapa gerai yang menjual sovenir dan buku-buku tentang kisah yang mengerikan yang pernah terjadi selama sekitar 4 tahun.  Ada beberapa orang yang berhasil selamat dari tragedi ini, Salah satunya adalah Chun Mey, seorang lelaki berumur enam puluhan yang duduk di depan gerainya. Ternyata dia juga sekarang menajdi pemandu wisata untuk menceritakan kembali masa-masa paling gelap dalam sejarah hidupnya dan juga bagi rakyat Kamboja. 

Di bagian lain  halaman sekolah ini, juga terdapat beberapa makam korban terakhir yang diketemukan ketika tentara Vietnam memasuki Phnom Penh pada 1979.  Ada 14 nisan warna putih yang  berderet rapi  membentuk  dua baris .  Di depannya ada sebuah prasasti bertuliskan akasara Khmer dalam tinta merah dan hitam . Sebuah pot dupa berbentuk bunga teratai berwana kuning emas dengan manis mengawal prasasti ini .  Di dalamnya masih menyala beberapa batang hio yang ditancapkan berdampingan dengan rangkaian  bunga melati berbentuk tusuk sate.

Berkunjung ke tempat yang dulunya  sebuah sekolah dan kemudian dijadikan penjadi dengan nama S21 ini memang bukan jalan-jalan biasa. Disini kita bisa belajar akan betapa tipisnya perbedaan antara hidup dan mati.  Menyaksikan ribuan wajah yang telah ditahan dan kemudian menghadapi ajal  di Choeng Ek, kita seakan-akan telah berhadapan langsung dengan kematian itu sendiri. Malaikat maut seakan-akan masih bernyanyi di tempat yang pada masanya sempat dijuluki “konlaenh choul min dael chenh” dalam Bahasa Khmer yang artinya “tempat dimana orang yang  masuk tidak pernah keluar”

Kamboja, sebuah negri dengan alam yang indah, rakyat yang ramah penuh senyum, tetapi dalam sejarahnya pernah menjadi salah satu tempat tragedi kemanusiaan paling brutal di abad keduapuluh.  Bahkan ketika tuktuk perlahan-lahan meninggalkan sekolah dan penjara ini, masih terdengar sayup suara-suara gaib para korban yang pernah mengalami penyiksaan diluar batas per kemanusian .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun