Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Phnom Penh: Suara Gaib dari Kuburan di Penjara S21

11 Juni 2016   12:35 Diperbarui: 11 Juni 2016   21:01 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sementara di gedung C, setiap ruang kelas dibagi lagi menjadi beberapa sel yang dibuat dari kayu atau sejenis batako. Satu sel kecil yang berukuran 1x 2 meter saja dan konon diisi oleh se orang tahanan dimana mereka akan diborgol yang diikatkan ke dinding atau lantai. Bulu kuduk langsung terasa berdiri. Berada di dalam ruang kelas yang dijadikan sel-sel kecil ini, kita seakan-akan masih bisa mendengarkan suara-suara penderitaan para tahanan. Aura dan jiwa ataupun roh-roh mereka seakan-akan masih gentayangan di dalam sel-sel kecil di dalam ruang kelas ini.

Di gedung yang lain, mungkin gedung D, dipamerkan alat-alat penyiksaan yang digunakan pada waktu itu. Bermacam-macam alat penyiksaan ada disana misalnya saja disetrum dengan listrik yang menggunakan bateri, disundut dengan besi panas atau atau dilukai dengan benda tajam.  Membayangan apa yang terjadi dengan para tahanan itu membuat jiwa dan sukma ini menjadi sesak. Betapa penyiksaan telah dijadikan alat untuk mendapatkan pengakuan

Di salah satu arsip yang tersedia di penjara Tuol Sleng ini dapat juga dibaca bahwa ada bermacam-macam penyiksaan yang sangat tidak manusia telah tejadi di tempat ini.  Selain di setrum, para tahanan juga sering disundut dengan rokok, disuruh makan kotoran manusia, minum urine, ditusuk dengan jarum, dan sebagainya.  Bahkan yang sangat mengerikan seperti kuku-kuku jari dicabut atau bahkan digantung dengan terbalik alias kepala dibawah sambil ditenggelamkan ke bak air dan diperintahkan mengangkat tangan seharian penuh atau dibungkus plastik hingga kehabisan nafas.

Saya kemudian keluar dan duduk di halaman sekolah yang ditumbuhi rerumputan hijau.  Di tepinya terdapat sebuah tiang yang dulunya digunakan sebagai alat senam untuk olahraga para siswa. Namun menurut cerita tiang ini digunakan sebagai tiang gantungan  baik sebagai cara untuk eksekusi maupun untuk penyiksaan.

Di salah satu sudut halaman Tuol Sleng ini juga ada beberapa gerai yang menjual sovenir dan buku-buku tentang kisah yang mengerikan yang pernah terjadi selama sekitar 4 tahun.  Ada beberapa orang yang berhasil selamat dari tragedi ini, Salah satunya adalah Chun Mey, seorang lelaki berumur enam puluhan yang duduk di depan gerainya. Ternyata dia juga sekarang menajdi pemandu wisata untuk menceritakan kembali masa-masa paling gelap dalam sejarah hidupnya dan juga bagi rakyat Kamboja. 

Di bagian lain  halaman sekolah ini, juga terdapat beberapa makam korban terakhir yang diketemukan ketika tentara Vietnam memasuki Phnom Penh pada 1979.  Ada 14 nisan warna putih yang  berderet rapi  membentuk  dua baris .  Di depannya ada sebuah prasasti bertuliskan akasara Khmer dalam tinta merah dan hitam . Sebuah pot dupa berbentuk bunga teratai berwana kuning emas dengan manis mengawal prasasti ini .  Di dalamnya masih menyala beberapa batang hio yang ditancapkan berdampingan dengan rangkaian  bunga melati berbentuk tusuk sate.

Berkunjung ke tempat yang dulunya  sebuah sekolah dan kemudian dijadikan penjadi dengan nama S21 ini memang bukan jalan-jalan biasa. Disini kita bisa belajar akan betapa tipisnya perbedaan antara hidup dan mati.  Menyaksikan ribuan wajah yang telah ditahan dan kemudian menghadapi ajal  di Choeng Ek, kita seakan-akan telah berhadapan langsung dengan kematian itu sendiri. Malaikat maut seakan-akan masih bernyanyi di tempat yang pada masanya sempat dijuluki “konlaenh choul min dael chenh” dalam Bahasa Khmer yang artinya “tempat dimana orang yang  masuk tidak pernah keluar”

Kamboja, sebuah negri dengan alam yang indah, rakyat yang ramah penuh senyum, tetapi dalam sejarahnya pernah menjadi salah satu tempat tragedi kemanusiaan paling brutal di abad keduapuluh.  Bahkan ketika tuktuk perlahan-lahan meninggalkan sekolah dan penjara ini, masih terdengar sayup suara-suara gaib para korban yang pernah mengalami penyiksaan diluar batas per kemanusian .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun