Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ketika Tengkorak dan Tulang-tulang Bisa Bicara

9 Juni 2016   09:01 Diperbarui: 9 Juni 2016   17:34 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih ingat film yang ngetop di tahun 1984 atau 1985 an berjudul “The Kiling Field”?  Bagi yang ingat ketahuan deh umurnya?   Film yang dibintangi oleh  Haing S Ngor  dan Sam Waterston ini memenangkan banyak penghargaan baik di Inggris maupun Piala Oscar , salah satunya sebagai Film Terbaik dan juga Haing S Ngor sebagai Aktor Pendukung Terbaik.

059-5758dd5cf97a617d067d7232.jpg
059-5758dd5cf97a617d067d7232.jpg
Dan pagi itu, dengan tuktuk beroda tiga, pengembaraan dimulai dari pusat kota Phnom Penh, bergerak lancar menembus jalan-jalan yang lumayan ramai menuju ke bagian barat daya  ke tempat yang bernama Choeung Uk Genocidal Centre yang lebih terkenal sebagai The Killing Fields.

img-8304-5758dd721dafbdb7047c9180.png
img-8304-5758dd721dafbdb7047c9180.png
Setelah membeli tiket masuk, ada brosur ”Audio Tour”  dalam beberapa  bahasa seperti Inggris, Perancis, Jerman , Cina, Jepang, dan Korea. Sayangnya tidak ada dalam Bahasa Indonesia .  Saya iseng mengambil yang berbahasa Malaysia saja.  “Pusat Genosid Choeng Uk Lawatan Audio Padang Pembunuhan”, demikian tertulis pada brosur dengan sedikit keterangan di bawahnya bertuliskan “ Lawatan audio ini berakhir di stupa Peringatan tepat dimana jasad mangsa Choeng Ek dipelihara dengan penuh hormat”.

img-8288-5758dd86f97a61f3057d722b.png
img-8288-5758dd86f97a61f3057d722b.png
Walaupun kalau mengikuti alur kunjungan sesuai Lawatan Audio stupa adalah tempat yang terkahir harus dikunjungi, namun karena bangunan ini adalah yang paling dominan, makan kesanalah kaki ini dilangkahkan.  Gedungnya terlihat megah, dengan atap bertingkat dua yang curam khas Kamboja.  Sementara  stupa di atasnya tampak bersusun banyak , langsing dan runcing seakan-akan menusuk ke angkasa.

025-5758dd9eba9373d50f323dc9.jpg
025-5758dd9eba9373d50f323dc9.jpg
“Would you kindly show your respect to many million people who were killed under the genocidal Pol Pot regime”, demikian  terpampang di dinding di dekat pintu masuk. Tulisan yang sama dalam Bahasa Khmer tertera di sisi lainnya.  Tepat di tangga dekat pintu masuk ada sepasang pot dari marmer berbentuk bunga tempat meletakkan dupa atau hio.  Ada beberapa batang hio yang masih menyala dan mengeluarkan asap yang memberikan suasana hening mencekam. Tempat ini memang merupakan salah satu dari ratusan atau munkin ribuan ladang pembantaian di seluruh negri Sihanouk ini selama rejim Pol Pot berkuasa dari 1975-1979. 

019-5758ddb7ba93733a0f323e07.png
019-5758ddb7ba93733a0f323e07.png
Baru kali ini saya melihat tengkorak dan tulang-tulang kerangka manusia dalam jumlah yang demikian banyak.  Tengkorak disusun-susun berbaris rapi masing-masing tiga susun dalam rak kaca yang bertingkat-tingkat. Bagaikan benda seni di museum .

023-5758ddcff97a617c067d7229.jpg
023-5758ddcff97a617c067d7229.jpg
Tumpukan tengkorak  diletakan berdasarkan kategori luka , misalnya  ada tengkorak yang kepalanya pecah sebagai bukti dibunuh dengan kapak. Sementara di sisi lain disusun dengan rapih  tulang-tulang kaki yang dikelompokan berdasarkan usia dan jenis kelamin korban.

img-8295-5758dde69893737c0b8ddc67.png
img-8295-5758dde69893737c0b8ddc67.png
Mengerikan sekali apa yang dipertontonkan di dalam stupa ini. Selain ruangannya juga sangat sempit membuat saya tidak nyaman berlama-lama di dalamnya dan segera meninggalkan bagian dalam stupa untuk menghirup udara segar di luar.  Lalu Kemudian berjalan menuju  tempat-tempat yang telah diberi angka sambil  kemudian mendegarkan rekaman dari Lawatan Audio.

img-8293-5758de0d9b9373f8038b4578.png
img-8293-5758de0d9b9373f8038b4578.png
Di tempat yang diberi nomer dua merupakan lokasi perhentian truk yang membawa tahanan yang baru saja dipindahkan dari Penjara Tuol Seng di Phnom Penh.  Setiap  dua atau tiga minggu sekali truk datang membawa sekitar 30 tahanan yang matanya tertutup untuk kemudian langsung dieksekusi  di parit di kawasan Killing Field ini. Pada masa tertentu bisa datang ratusan tahanan setiap harinya.

018-5758de261dafbd7e047c917d.png
018-5758de261dafbd7e047c917d.png
Ketika jumlah tahanan yang datang bisa mencapai lebih dari 300 orang per hari maka para jagal tidak sanggup untuk langsung membunuh mereka sehigga diinapkanlah para korban di ruangan penjara berbentuk barak yang dinamakan The dark and gloomy detention.  Konon ruangan tahanan ini begitu gelapnya sehingga sesama tahanan tidak bisa salaing melihat.

036-5758de548c7e610e059c1512.png
036-5758de548c7e610e059c1512.png
Di salah satu tempat juga dipamerkan sobekan-sobekan pakaian  korban yang diketemukan ketika kuburan massal mereka digali pada tahun 1980. Tidak jauh dari tempat ini ada  kuburan massal lebih dari 100 korban yang sebagian besar wanita dan anak-anak dan ketika diketemukan sebagian besar dalam keadaan tanpa busana.

032-5758de6d4df9fd3e0eb37558.jpg
032-5758de6d4df9fd3e0eb37558.jpg
Yang lebih menarik lagi adalah reruntuhan  pusara atau batu nisan kuburan cina yang memang sudah ada di tempat ini sebelum terjadinya pembantaian.  Di salah satu kuburan massal yang sekarang dinaungi atap dan dikelilingi pagar bambu tertulis “Mass Grave  of 450 victims”.  Di tengah-tengah terdapat hamparan tanah dengan  lembaran uang Rial (mata uang Kamboja) dan juga dedaunan. Mungki n sengaja dilemparkan pengunjung sebagai sesembahan. Sementara di sebelahnya terdapat foto situasi pada 1980 ketika kuburan massal 450 orang ini digali. Terlihat tumpukan tengkorak  dan tulang-belulang berserakan  sampai membentuk bukit kecil.

034-5758de8dc222bd2c05c01ba1.png
034-5758de8dc222bd2c05c01ba1.png
Perjalanan di  tempat yang mengerikan ini dilanjutkan ke lokas  dimana alat-alat yang digunakan untuk mengeksekusi korban disimpan. Disebutkan bahwa untuk menghemat biaya mereka umumnya tidak dibunuh dengan peluru melainkan menggunakan alat-alat  benda tumpul dan tajam seperti belenggu, cangkul, pisau, kapak dan lain lain.   Tidak jauh dari temapat penyimpanan ini juga ada lagi kuburan massal 166 korban yang diketemukan tanpa kepala.  Mengerikan sekali!

035-5758dea64df9fd510eb3754f.png
035-5758dea64df9fd510eb3754f.png
Bukan hanya kuburan massal, bahan pepohonan di sini juga menjadi saksi kekejaman rejim PolPot yang menganut ideologi komunis itu. Sebuah pohon besar yang dinamakan “Magic Tree” dulunya digunakan sebagai tempat menggantung loud speaker besar yang mengeluarkan bunyi-bunyian keras sehingga jeritan dan tangisan para korban tidak terdengar.

049-5759461f1dafbdfc077c917d.png
049-5759461f1dafbdfc077c917d.png
“Please dont walk through the mass grave”, demikan salah satu papan peringatan dipasang untuk mencegah pengunjung  berjalan di tempat itu. Juga ada peringatan berbunyi “dont step on bones”.  Walaupun pada pandangan pertama agak sulit menemukan tulang-tulang ternyata setelah diperhatikan lebih seksama masih banyak sisa-sia tulang belulang manusia yang dibiarkan berserakan begitu saja di kuburan massal ini.

045-5758deedd37a619404a34a67.png
045-5758deedd37a619404a34a67.png
Kalau tadi ada pohon ajaib atau magic tree, maka ada juga pohon lain yang dinamakan Pohon Pembunuh atau Killing Tree.  Di pohon inilah bayi dan anak-anak dibenturkan kepalanya sehingga langsung meinggal. Kita tidak tahu berapa puluh atau ratus anak dan bayi yang menemui ajalnya di pohon ini? Betapa manusia bisa begitu kejam? Sekarang di tempat ini digantungkan gelang-gelang warna-warni dari kain yang digunakan sebagai peringatan terhadap  korban yang tewas di sini.

img-8300-5758df07f97a61db067d7210.png
img-8300-5758df07f97a61db067d7210.png
Masih belum puas melihat bukti dan tempat-tempat yang menjadi saksi kekejaman rejim Polpot, kami melangkah ke museum yang  dimana dipamerkan benda-benda seperti pakaian seragam pasukan Polpot berupa baju dan celana komprang warna hitam-hitam lengkap dengan pengikat kepala yang khas kotak-kotak warna merah putih. Persis seperti yang disaksikan dalam film The Killing Field yang ditonton pada tahun 1985 lalu.  Selain itu ada juga lukisan-lukisan yang menggambarkan situasi mengerikan dalam peridoe paling gelap dalam sejarah Kamboja,

img-8312-5758df1c989373780b8ddc6a.png
img-8312-5758df1c989373780b8ddc6a.png
Lelah sudah kaki berjalan, namun  jiwa jauh lebih  lelah sekaligus  sadar bahwa suatu bangsa yang terkenal ramah seperti Kamboja juga bisa berubah menjadi sangat kejam bahkan terhadap sesama anak bangsa. Saya mampir ke sebuah warung kecil dan menikmati segarnya air kelapa yang dijual seharga 1 USD. 

img-8311-5758df374df9fd560eb3754c.png
img-8311-5758df374df9fd560eb3754c.png
Di dekatnya ada toko souvenir dimana dijual berbagai jenis cendra mata termasuk lukisan-lukisan pemandangan Kamboja yang indah.  Dan setelah itu kita kembali ke tempat membeli tiket untuk mengembalikan headset Audio Tour sambil membayangkan betapa dalam waktu sekitar empat tahun lebih dari 2 juta rakyat  tewas menjadi korban kekejaman rezim Pol Pot. Di Choeng Ek saja diketemukan 129 kuburan massal dimana sampai akhir 1980 , 86 kuburan massal sudah digaii dan diketemukan sekitar hampir 9000 mayat. 

050-5758df62957e613e2076e422.jpg
050-5758df62957e613e2076e422.jpg
Di dalam tuk tuk yang membawa saya ke pusat kota Phnom Pehn saya tertegun, merenung, dan berharap  semoga tidak ada lagi kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Kamboja atau pun di negri lain di muka bumi ini. Semoga arwah yang dibantai di Choeng Ek dapat bersitirahat dalam damai. Tengkorak dan tulang belulang disimpan di Choek Ek memang bisa bicara. Atas nama kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun