Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Di Amerika: Pastor, Pendeta, dan Rabbi Hadir di Peletakan Batu Pertama Masjid

13 Januari 2016   09:31 Diperbarui: 13 Januari 2016   21:23 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yuk kita Magrib di Sharon aja!”, ini ajakan Doni, yang menjadi tuan rumah selama kunjungan kami di Boston. Kebetulan Sharon sendiri tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya di Stoughton. Semua nama tempat ini merupakan nama-nama kota kecil yang ada di sekitar kota Boston yang merupakan kota terbesar di New England sekaligus merupakan ibu kota negara bagian Massachusetts.

Sejak sholat Jumat sampai Azhar kami habiskan waktu di Masjid terbesar di Boston di kawasan Roxbury dan diakhiri dengan makan siang yang lezat dan nikmat serta dengan porsi raksasa di restoran Somalia di dekat masjid. Waktu sudah lebih dari pukul 3 30 sore, sementara azan magrib akan menggema sekitar pukul 4 sore. Maklum sekarang sedang musim dingin walaupun cuaca masih cukup bersahabat di akhir Desember itu.

Kendaraan segera meluncur melewati Malcolm X Bouleverd yang juga memiliki nama lain El Hajj Malik El Shabazz, meninggalkan kawasan Roxbury. Belok kiri dan kemudian kanan di Shawmut Avenue dan Melnea Cass Boulevard sebelum meluncur cepat di jalan bebas hambatan menuju kawasan Sharon. Dalam waktu sekitar 40 menit kami pun tiba di sebuah Masjid yang bentuk gedungnya sederhana, namun memiliki halaman yang sangat luas.

Sekilas bangunan ini tidak memiliki arsitektur yang mirip masjid. Tidak ada menara ataupun kubah. Yang ada hanyalah bagian atap yang bentuknya lebih mirip sebuah benteng. Di bagian depan bangunan ada nukilan Ayat Al Quran yaitu Al Hujurat ayat 13 dalam Bahasa Arab dan terjemahan dalam Bahasa Inggri. Sebuah ayat yang mengingatkan akan keragaman manusia.

Di halaman terlihat beberapa orang yang sedang sibuk dengan panggangan yang terlihat meriah dengan asap yang merah mengepul-ngepul di udara yang dingin sementara hari sudah menggelap karena sang surya baru saja tenggelam. Wah mau ada pesta barbeque nih, kata saya dalam hati sambil masuk ke dalam beranda masjid.

Melalui pintu utama yang berbentuk pintu geser kami masuk ke beranda. Di sini terdapat beberapa kursi dan sebuah meja serta sebuah rak alas kaki. Sementara toilet dan tempat wudhu terdapat di ruang bawah. Memasuki ruang sholat, hamparan karpet dengan motif sederhana warna kombinasi merah tua kecoklatan dan krem menyambut dengan hangat. Sementara ruangan ini terasa cukup luas dengan dinding yang dicat warna krem. Tidak banyak hiasan kecuali kaligrafi di bagian atas dinding yang berdekatan dengan langit-langit yang berwana putih.

Mihrabnya sederhana berupa lengkungan yang sedikit menjorok ke arah kiblat dan mimbarnya terbuat dari kayu berplitur coklat dengan kombinasi tempat duduk dan podium. Di sekitar mimbar terdapat deretan rak buku berisi Al Quran dan buku-buku agama. Sebuah Jam yang menunjkan waktu-waktu sholat fardhu, serta beberapa hiasan kaligrafi tergantung manis di atas rak.

Hanya ada beberapa orang yang sedang duduk sambil membaca Al-Quran tanpa suara. Dan kami segera sholat maghrib yang kemudian diikuti oleh beberapa jemaah masbuk yang datang belakangan. Semuannya berjalan dalam suasana yang damai dan tenang, di kota kecil bernama Sharon, di Kawasan New England, Negara Bagian Massachusetts.

Selesai sholat tiba waktunya sekedar melihat-lihat di sekliling masjid, di bagian belakang tempat sholat, diperuntukkan bagi kaum wanita. Ada beberapa kursi dan tulisan di dinding “Welcome to the Islamic Center of New England – Sharon” dan sebuah gambar Masjidil Haram yang cukup besar.

“Eat and drink, but do not waste, for Allah does not love those who waste” (Quran, Chapter 7:31), demikian tertempel di dinding masjid tulisan di kertas berwarna merah dadu. Nukilan Surat Al-A’raf ini merupakan sebagian dari beberapa tempelan-tempelan yang berupa anjuran dan himbauan kepada para jemaah.

Setelah itu, saya kembali ke beranda masjid dan bercakap-cakap dengan beberapa jemaah yang tadi sedang sibuk dengan barberque di halaman. Selintas sebagian besar jemaah disini keturunan Pakistan ataupun India. Dia bercerita bahwa setiap jumat malam ada “Community Gathering” untuk muslim di kawasan Sharon yang menurut statistik jumlahnya sekitar 2000 orang saja. Namun yang rutin datang tidak terlalu banyak, hanya sekitar 100 orang saja. Selain yang berasal dari anak benua India, banyak juga yang dari kawasan Timur Tengah, orang Amerika keturunan Afrika, dan juga yang berkulit putih.

Kami bercakap-cakap sambil menikmati hidangan ayam panggang, serta minuman ringan dan juga teh susu khas Pakistan yang nikmat. Kami juga diundang untuk bergabung di community gathering, namun menolak karena harus segera kembali ke Stoughton dan kemudian ke Boston.

Sambil menunggu saya juga sempatmelihat-lihat di sekitar beranda dan menemukan poster tentang penyelanggaraan umrah pada tahun 2016 dengan ongkos sekitar USD 1394 selama 7 malam di tanah suci dengan paket 2 orang sekamar. Juga ada brosur mengenai IAMC atau Indian American Muslim Council yang menceritakan kegiatan orang-orang Muslim Amerika keturunan India.

Sebuah poster lagi cukup menarik yaitu tentang ulang tahun ke 50 ICNE atau Islamic Center of New England dengan angka tahun 1964-2014.

Ketika saya tanyakan hal ini kepada orang yang tadi ngobrol di beranda diceritakan bahwa masjid pertama di New England memang didirikan oleh orang keturunan Lebanon di Quincy pada 1964. Dengan makin banyaknya muslim di kawasan New England, masjid di Quincy tidak sesuai lagi kapasitasnya sehingga pada tahun 1993 dibangunlah Islamic Center di Sharon ini.

Dengan luas tanah lebih dari 55 Acres atau sekitar 22 Hektar ,yang dulunya merupakan tempat peternakan kuda, masjid di Sharon ini cukup luas dan terdiri dari beberapa bangunan, selain ruang sholat ada juga ruang untuk kegiatan belajar, bahkan ada dapur di samping beranda. Uniknya lagi pada saat peletakan batu pertama dikisahkan bahwa lebih dari 20 pemuka agama seperti pendeta, pastor dan rabbi juga ikut hadir dan mendoakan pembangunan masjid yang cukup cantik ini.

Wah siapa sangka, kalau interfaith relationship sudah berjalan cukup baik di negri Paman Sam pada tahun 1990. Kunjungan singkat ke ICNE Sharon membuktikan bahwa sebagai tamu dari jauh biasanya kami akan selalu disambut dengan keramahan dan kehangatan yang menentramkan jiwa. Kalau mampir ke Boston jangan lupa sekedar menjenguk ke ICNE Sharon, alamatnya 74 Chase Drvie, Sharon MA 02067.

Sharon, New England, Desember 2015

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun