Setelah sejenak berkenalan dengan kisah hidup yang tragis dari “Arabian Princess from Zanziba", Putri Salma di Palace Museum, perjalanan melancong di Stone Town dilanjutkan ke bangunan yang konon paling tua di ibu kota Zanzibar ini. Namanya Old Fort alias benteng tua yang menurut cerita dibangun pada akhir abad ke 17.
Sebagaimana bangunan-bangunan lawas di Stone Town, kesan suram dan kurang terawat memang dominan ketika melihat gedung tua berbentuk benteng dari batu berwarna coklat tua dengan sedikit rona merah dan hitam. Jendela-jendela baik di lantai satu dan dua juga terlihat tertutup rapat dan sebagian yang terbuka menampakan jeruji besi pengaman yang menambah angkernya benteng tua ini.
Melalui pintu masuk, kami menyeruak ke beranda benteng tua yang dibangun oleh Dinasti
Al Busaidi ketika mereka merebut Pulau Zanzibar dari tangan Portugis. Konon sebagian materialnya berasal dari sebuah Gereja Portugis yang dihancurkan. Beranda benteng ini sekarang berfungsi sebagai kantor tourist information centre bagi
Zanzibar Commission for Tourism.
Di salah satu sudut dinding benteng ini terdapat sebuah papan keterangan berwarna hijau yang menceritakan sejarah singkat benteng tua yang dinamakan “
Old Fort” atau dalam Bahasa Swahili disebut juga “
Ngome Kongwe”. Diceritakan juga bahwa benteng ini pernah digunakan sebagai barak, penjara, dan bahkan bengkel kereta api yang disebut
Bububu Railways.
Memasuki ruangan terbuka yang ada di dalam benteng ini, kita bisa melihat
Beit Al Ajaib atau
House of Wonder dari sisi kiri dan juga gerai-gerai kecil yang menjual baju dan celana khas Afrika yang warnanya jreng dan berani.
Di tengah ruang terbuka, terdapat sebuah amfiteater yang sering digunakan sebagai tempat berbagai henis pertunjuukan seni baik musik atau pun tarian. Tempat ini juga menjadi venue
Zanzibar International Film Festival dan juga
Sauti za Busara yang dalam Bahasa Swahili berarti
Suara Kebijakan setiap Februari dimana musik dari seluru pelosok benua Afrika ditampilkan.
Melalui pintu berbentuk relung kaimi melangkah masuk ke sisi lain ruang terbuka benteng tua ini.
Welcome to Old Fort Free Market, demikian tulisan pada petunjuk jalan menuju pintu ini. Di sini, lapangan rumput yang luas menyambut kami dan di salah satu sudut ada sekelompok wanita berpakaian khas Afrika yang menggelar tikar di rumput.
Mereka ternyata sedang menghias tangan seorang turis wanita dengan lukisan mirip tatto yang disebut
henna. Sebagian lagi sedang duduk sambil bercakap-cakap dengan sesama nya . Suasananya santai dan penuh dengan canda yang ringan dan ceria.
Di pojok benteng yang berdekatan dengan tembok bagian belakang, terdapat deretan toko toko kecil yang menjual bermacam-macam sovenir dan buah tangan khas Zanzibar dan Tanzania. Selain baju khas Afrika, Tshirt warna-warni, ukiran dari kayu, ada juga lukisan khas Afrika Timur yang disebut Tinga-Tinga.
Tinga-tinga, menurut Hassan adalah sebuah variant atau genre lukisan yang berasal dari
Dar Es Salam dan mulai berkembang di paruh kedua abad ke20. Dinamakan Tinga-tinga sesuai dengan nama penggagasnya yaitu
Edward Said Tinga-Tinga. Model lukisan ini kemudian menyebar ke seluruh Tanzania dan juga negara lainnya di Afrika Timur seperti Kenya. Lukisan model inilah yang paling diminati sebagai buah tangan dari Tanzania dan Afrika Timur, termasuk Zanzibar.
Salah satu ciri khas lukisan Tinga-Tinga adalah bahan catnya yang murah namun meggunakan warna-wana yang berani. Coraknya bermacam-macam tetapi yang paling popular adalah gambar satwa yang termasuk
the big five, yaitu singa , gajah, macan tutul, kerbau . dan kuda nil. Tentu nya hewan-hewan liar dan eksotis khas Afrika lain juga sering digunakan sebagai model dalam lukisan ini.
Selain di Old Fort ini, saya juga pernah bertemu denga toko yang menjual Lukisan Tinga-Tinga di dekat pintu masuk Lake Manyara, Hanya saja pada saat itu, nama Tinga-tinga belum menjadi kosa kata yang ada dalam kamus Bahasa Swahili saya.
Perjalanan di siang hari di kawasan kota tua Stone Town memang selalu memberik kesan yang tidak terlupakan. Dan kali ini perjalanan di Zanzibar harus diakhiri ketika Zeus sudah siap dengan kendaraannyan untuk mengantar kami ke Zanzibar International Airport untuk kembali ke ibukota Tanzania Dar Es Salam. Kwaheri , Selamat Tinggal Zsnzibar...
Zanzibar , Mei 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya