Kawasan kota tua Jakarta memang tidak ada matinya. Pada tanggal 7 sd 11 Oktober 2015 yang baru lalu diadakan Festival Wayang Nusantara. Kecuali pembukaan dan pagelaran Wayang Ringang yang diadakan di Museum Seni Rupa dan Keramik pada malam 7 Oktober lalu, rentetan pagelaran wayang dari berbagai daerah tentunya dipentaskan di Museum Wayang.
Wayang Orang Betawi, kali ini mendapat giliran manggung dan lakon yang dangkat adalah “Lahirnya Rama Wijaya”. Wayang Orang Betawi yang tampil adalah grup Mekar Jaya dengan dalang Ki Sukarlana. Lucunya grup ini sebenarnya berasal dari Bekasi dan sering juga disebut sebagai Wayang Orang Bekasi .
Cerita berkisar ketika Prabu Rahwana dari Alengka mempunyai keinginan yang agak aneh, yaitu mempersunting anaknya sendiri yang sedang dalam kandungan Dewi Tari. Akibatnya ide ini ditentang habis-habisan oleh kedua adiknya yaitu Kumbakarna dan Wibisana. Merekapun mencari akal supaya Dewi Tari bisa melahirkan sebelum waktunya dan kebetulan memang seorang bayi perempuan yang cantik.
Bayi ini kemudain dilarungkan di Sungai Gangga dan kemudain ditemukan oleh Prabu Janakan. Raja Mantili. Sedangkan bayi Dewi Tari kemudaian digantikan oleh seorang bayi lelaki yang kemudian ditolak kehadirannya oleh Prabu Rahwana.
Keunikan Wayang Orang Betawi ini adalah penggunaan tiga bahasa sebagai media baik narasi oleh ki dalang maupun dalam dialog selama cerita berjalan. Selain bahasa Jawa, Bahasa Sunda dan Betawi juga muncul slih berganti dengan sekali-kali Ki Dalang juga bertutur dalam Bahasa Indonesia
Untuk membuat cerita tetap hidup, kehadiran punokawan yaitu Cepot, Gareng dan Dewala dengan lawakannya yang mengugah tawa penonton. Kali ni, mereka tapil bersama Prabe Dasarata untuk mencari ikan bader merah bersisik emas di Lautan Hindia.
Selain menyaksikan pagelaran wayang, penonton juga dapat menyaksikan Pameran Wayang Revolusi . Wayang Revolusi merupakan seerangkat wayang kulit yang diciptakan oleh RM Sayid di tahun 1950an dan mengambil tema suasana perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karena itu pada awalnya sempat disebut sebagai Wayang Perdjoeangan.
Wayang ini kenudian dibeli oleh sebuah “Wereld Museum” di Rotterdam dan sejak 2005 sebagian koleksinya dipinjamkan kepada Museum Wayang. Koleksi inilah yang dipamerkan dan sudah cukup menggambarkan suasana jama revolusi perjuangan di tahun 1945-1949 lalu, dan juga sebagian tokoh penting dalam sejarah Indonesia seperti Pangeran Diponegoro.
Ada wayang yang menggambarkan pelajar sedang bersepeda dan juga Tentara nasional Indonesia, dan bahkan juga , pejuang dari Madura dan Jawa. Para pejuang ini digambarkan dengan kostum yang menarik, selain dengan ciri khas pakaian ada juga yang menggunakan identitas ideologi ataupun partai yang sedang top pada masa itu.
Salah satunya adalah seorang pemuda yangmemakai seragam coklat-coklat mengenakan peci hitam dengan logo bulan bintang yang merupakan logo Maysumi dan hanya berselang dua orang di belakangnya ada lagi pemuda lain yang berjas putih namun mengenakan peci merah dengan logo palu arit.
Wayang Revolusi ini memang menggambarkan episode-episode penting dalam sejarah Indonesia hingga tahun 1950an. Untungnya sempat “mengungsi” ke Belanda dan baru kembali pada tahun 2005 lalu.
Jakarta , Oktober 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H