Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kalau Sekolah di Sini, Tidak Usah Pusing Cari Kerja

25 April 2012   03:22 Diperbarui: 24 Mei 2023   13:16 3994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu saya memacu kendaraan saya melalui jalan tol Jakarta Merak. Setelah melewati tol Tangerang dan Karawaci, akhirnya saya pun keluar melalui pintu tol Bitung. Perjalanan kali ini adalah semacam perjalanan napak tilas untuk melihat kembali tempat dimana saya dan teman-teman pernah tinggal dan menuntut ilmu yang kemudian memberi warna kehidupan kita masing-masing Setelah keluar pintu tol Bitung,  kendaraan berbelok kiri menuju sebuah kecamatan kecil dimana terdapat kawasan kampus Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia yang lebih terkenal dengan nama Kampus Curug.  Para penduduk lokal dulu sering menyebut tempat ini "lapangan", dan sebagi taruna, saya  pun sering menumpang truk tanah yang kebetulan lewat kampus ini. [caption id="]

Taruna sedang Olahraga: Dokpri
Taruna sedang Olahraga: Dokpri

Memasuki pintu gerbang kampus, deretan rumah dinas tua yang hampir tidak berubah selama hampir tiga puluh tahun menyambut saya. Kemudian bangunan besar rumah sakit yang juga tampak tua dan antik dan kemudian, di sebelahnya terdapat  bangunan serba guna. Semuanya masih sama seperti pertama kali saya datang kesini. Barangkali yang sedikit berbeda adalah semacam lapangan yang ditutupi konblok dimana terlihat beberapa pleton taruna baru sedang berolahraga.

Salah satu sudut Main Buiding: Dokpri
Salah satu sudut Main Buiding: Dokpri

Pintu asrama juga sudah di pindahkan ke tempat ini, sedangkan dulu kita harus memutar ke gedung utama atau "Main Building" untuk masuk ke barak melalui kantor "duty taruna" di dekat barak Alpha. Sebuah air mancur terlihat menghias depan gedung utama dimana terdapat patung sepasang taruna-taruni yang sedang memberi hormat dan juga sebuah pesawat latih tua dipajang di lapangan itu. "Curug, Pabrik Pilot yang Laku", demikian sebuah judul tulisan di harian Kompas di akhir tahun 1970 an lah  yang pertama kali memperkenalkan saya akan keberadaan kampus ini. Tulisan ini begitu menarik sehingga saya pun tertarik untuk mendaftarkan diri ke kampus yang berada di Kabupaten Tangerang ini. 

Di sekolah ini, diselenggarakan proses pendidikan dan pelatihan yang melahirkan penerbang yang handal sesuai dengan motto "the best pilots are trained here". Selain itu, terdapat juga program studi yang melahirkan para profesional di dunia penerbangan baik yang berhubungan dengan teknik dan pengoperasian pesawat udara maupun bandar udara dan segala penunjangnya. The Sky is vast, but there is no rooms for errors. Motto ini pun menjadi salah satu senjata pamungkas dalam menunjang kedisiplinan yang ditanamkan selama menempuh pendidikan. 

Sebuah pesawat di pojok halaman : Dokpri
Sebuah pesawat di pojok halaman : Dokpri

Saya sempatkan diri melihat-lihat kembali ruang belajar dan beberapa fasilitas dimana dulu kami pernah belajar. Sebuah pesawat latih tua berada di sudut lapangan rumput yang sama dimana kami pernah berguling-guling disana. Namun, sudah banyak juga perubahan dan gedung baru serta sebuah hanggar besar yang baru juga sudah dibangun dalam beberapa tahun belakangan ini. "STPI ini tepat berusia 60 tahun pada tahun 2012 ini" demikian jawab seorang teman yang kebetulan bertugas sebagai dosen di kampus yang waktu pertama kali berdiri bernama Akademi Penerbangan Indonesia dan konon berlokasi di kawasan Bandara Kemayoran sampai kemudian pindah ke lokasi di kecamatan Curug. 

Hangar: Dokpri
Hangar: Dokpri

 Selain itu, sesuai perkembangan jaman nama kampus ini pernah berubah menjadi Lembaga Pendidikan Perhubungan Udara atau LPPU di tahun 1970 an dan Pendidikan dan Latihan Penerbangan atau PLP di awal tahun 1980 any. Akhirnya kampus pun berubah lagi menjadi Sekolah Tinggi yang menghasilkan lulusan setingkat Diploma II hingga Diploma IV dari berbagai jurusan ini. Bahkan kampus ini pun sering mengadakan pelatihan tingkat lanjut dimana para pesertanya berasal dari beberapa negara di kawasan Asia. Saya masih ingat pernah berkenalan dengan beberapa pesarta didik dari Vietnam yang memberi saya hadiah sebuah buku pelajaran Bahasa Rusia mengenai olympiade Moskwa di tahun 1980. Yang jelas, kampus ini merupakan tempat  yang lengkap karena selain memiliki fasilitas ruang belajar dengan segala penunjangnya, juga memiliki asrama yang lebih akrab disebut barak. Nama-nama barak di mulai dengan huruf A yang disebut Alpha dan kemudian disusul dengan Bravo, Charlie, Delta dan seterusnya.

 Yang paling menarik adalah barak N atau November dimana disinilah para taruni berdiam. Konon, pada masa itu banyak pula kisah cinta bersemi di tempat ini. Selain barak, di kampus ini juga terdapat sebuah lapangan terbang yang dinamakan Bandara Budiarto. Budiarto sendiri merupakan salah satu founding fathers kampus ini. Selain itu fasilitas pendidikan seperti puluhan pesawat latih, hanggar, dan laboratorium serta bermacam-macam workshop juga tersedia sebagai penunjang pendidikan dan pelatihan. Namun, saya masih ingat bahwa pada saat saya masuk ke sekolah ini, sama sekali tidak dipungut biaya dan asyiknya lagi setelah luluspun kami tidak usah pusing untuk melamar pekerjaan. Karena sekolah akan menyalurkan lulusannya baik ke departemen perhubungan yaitu direktorat jendral perhubungan udara, berbagai perusahaan penerbangan, maupun pengelola bandar udara seperti PT Angkasa Pura. 

Sebuah foto tua mengingatkan lagi akan suka duka dan kenangan yang tidak terlupakan selama belajar di kampus tercinta ini. Dan yang paling penting adalah persaudaraan yang tidak pernah putus di antara para taruna taruni yang terus dijaga sampai usia terus bertambah. Asyiknya lagi para taruna berasal dari seluruh Indonesia dan saya pun masih ingat ada beberapa taruna yang berasal dari luar negri yaitu Maladewa pada saat saya belajar di sini.. Jadi, siapa takut menjadi taruna di Kampus Curug yang memiliki semboyan "Cewama Eka Tayai" atau "Mengabdi untuk Kesatuan" ini dan kemudian meniti kariri  menjadi insan penerbangan yang handal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun