Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Belajar Surat Al-Ikhlas di Masjid Jingjue: Lawatan ke Masjid-masjid di Mancanegara (5)

17 Agustus 2011   05:28 Diperbarui: 5 Agustus 2015   07:45 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Ngapain ke Nanjing? Demikian komentar beberapa teman ketika saya bercerita akan ke sana. Tentu saja saya memiliki beberapa alasan , diantaranya adalah latar belakang sejarahnya yang panjang dan juga tentu saja ingin melihat da mengalami sendiri dari dekat kehidupan umat Islam dii Nanjing. Termasuk juga masjid-masjid nya tentu saja.

Nanjing, yang dulunya disebut Nanking adalah kota yang pernah menjadi ibukota lebih dari 10 dinasti di Cina dan juga pernah menjadi ibukota Republik Cina. Kota yang juga menjadi ibukota Propinsi Jiangsu ini merupakan salah satu kota terpadat di Cina. Pendek kata kota kedua tersibuk setelah Shanghai di bagian timur negri tirai bambu ini.

 

Masjid dengan Pintu Gerbang Bulan

 

Berdasarkan peta gratis yang didapat di hotel, tidak terlalu sulit mencari lokasi Masjid ini. Lokasinya di Shengzhou road no 28. Kami cukup naik metro dan turun di Shanshan street station. Lalu menyebrang jalan sedikit dan tidak sampai 5 menit sudah sampai di gerbangnya. Jangan mengharapkan akan menemukan menara atau pun kubah. Karena arsitektur masjid ini, seperti juga masjid-masjid tua di Cina lebih menyerupai bangunan tradisional Cina.

Lokasi masjid ini sedikit agak tersembunyi. Untuk menuju pintu gerbangnya kita harus masuk melewati semacam jalan kecil berukuran 4 meter dengan tembok putih di kiri kanannya. Pertama-tama yang kami lihat adalah pintu gerbangnya berciri khas pintu gerbang zaman dinasti Ming.

Gapura setinggi kira-kira empat meter yang diatasnya di tutupi dengan genteng seperti bangunan kelenteng Cina. Warna coklat tua mendominasi pintu yang terbuat dari bata. Dan yang menarik adalah arsitektur relungnya yang berbentuk rembulan. Khas seperti pintu-pintu bangunan cina lainnya. Melihat Model gapura dan pinru rembulannya, kita bisa lupa bahwa kita akan masuk ke masjid.

Gapura ini diukir dengan hiasan flora dan kaligrafi khas Islam yang indah. Barangkali ukiran inilah yang membedakannya dengan bangunan tradisional Cina lainnya. Pintu utama berbentuk rembulan yang besar diapait oleh dua buah pintu kecil di sampingnya. Pintu-pintu itu dilengkapi dengan pagar berrwarna hitam yang selalu terbuka. Sebagaimana filosofi sebuah masjid yang selalu terbuka kepada semua jamaah yang datang.

 

Surat Al-Ikhlas di Dinding Putih

Yang menarik lagi , sebelum sampai di bangunan utama masjid, terdapat sebuah koridor dengan dinding berwarna putih . Pada dinding tersebut, terdapat papan besar hijau yang bertuliskan keterangan mengenai masjid ini dalam bahasa Cina dan Inggris. Dan tepat di dinding seberangnya juga terdapat papan hijau ukuran besar yang sama, namun disitu tertulis Surat Al Ikhlas dilengkapi dengan terjemahannya dalam Bahasa Mandarin. Wah lumayan nih sebelum masuk masjid disuruh membaca surat Al-Ikhlas dulu.

Sebagaimana juga masjid-masjid di Cina, kompleks rumah ibadah ini terdiri dari beberapa bangunan. Selain ruangan utama tempat sholat, terdapat beberapa ruangan terpisah seperti tempat wudhu dan ruang untuk menerima tamu, Juga ada semacam pavilion kecil yang di dalamnya disimpan beberapa efigraf dari logam peninggalan beberapa kaisar dari dinasti Ming maupun Ching.

 

Bertemu dengan Pengurus Nanjing Islamic Assoaciation

Setelah selesai sholat, kami melanjutkan “tur” kami di dalam kompleks masjid. Sore itu cukup banyak jemaah yang datang. Sebagian besar adalah orang Cina dari etnik Hui. Kita tidak dapat membedakannya dengan etnik Han kecuali dengan gaya pakaiannya yang selalu memakai kopiah putih (mungkin yang sudah naik haji). Sebagian lagi orang dari Etnik Uyghur, yang lebih mudh dibedakan karena postur tubuh yang rata-rata lebih tinggi dan paras yang seakan-akan perpaduan antara Turki dan Cina.

Pada kesempatan itu , kami juga sempat berbincang-bincang dengan seorang jemaah, yang kebetulan juga pengurus organisai yang disebuat Nanjing Islamic Association. ” Ada lebih dari 100 ribu umat Islam di Nanjing dan sekitarnya” jelasnya. Selain itu di juga menjelaskan bahwa ada lebih dari 30 masjid di daerah Nanjing . “Masjid Jingjue ini adalah yang paling terkenal, karena disini juga menjadi markas besar persatuan umat Islam di Nanjing” tambahnya sambil mengajak saya berkeliling.

Nama masjid ini Jingjue, dalam bahasa mandarin artinya adalah “enlightenment” .Atau “pencerahan”. Nama ini diberikan langsung oleh kaisar Ming yang pertama membangun kembali masjid ini. Tentu saja peran Laksamana Zheng He (Cheng Ho) menjadi sangat penting karena beliaulah yang ditugaskan oleh kaisar untuk melaksanakam pembangunan kembali masjid ini. Masjid yang sekarang ini dibangun pada akhir abad ke 14 atas perintah kaisar pertama dinasti Ming, Zhu Yuan Zhang. Kaisar ini sewaktu membangun dinasti Ming banyak dibantu oleh jendral dan pejabat tinggi lainnya yang beragama Islam. Pada akhir abad ke 15, juga diadakan perluasan besar-besaran. Masjid ini pernah mengalami kerusakan parah pada akhir abad ke 19 sebelum dilakukan renovasi pada akhir dinasti Ching.

 

Sekilas mengenai Islam di Nanjing

Islam sudah hadir di Nanjing lebih dari 1000 tahun lalu sewaktu DInasti Tang dan DInasti Sung. Menurut sejarah pada akhir abad ke 13, banyak pemeluk Islam di daerah ini yang merupakan keturunan pendatang dari Timur Tengah . Karena lokasinya yang strategis dalam Jalur Silk Road, Nanjing menjadi semakin kosmopolitan dan bersamaan dengan itu Islampun berkembang dengan pesat.

Agama Islam mengalami masa keemasan pada saat Nanjing menjadi ibukota dinasti Ming. Banyak masjid-masjid yang dibangun dan banyak pejabat penting kerjaaan yang beragama Islam. Namun pada akhir abad ke 19, ketika Taiping berkuasa, Situasi politik kurang menguntungkan sehingga banyak penduduk muslim yang pindah ke daerah barat laut Cina. Setelah berdirinya Republik Cina, Islam mengahdapu pasang surut sampai selesainya revolusi budayaan. Namun sejak akhir tahun 1970 an kembali mengalami perkembangan yang pesat. Demikian kuliah singkat yang saya dapatkan di masjid ini. Lumayan juga yah. Gratis lagi!

Lelah juga mendapat kuliah gratis yang disampaikan sambil berjalan santai mengelilingi kompleks masjid. Sebelum pamit pulang, kami juga diajak berkunjung ke kantornya yang menjadi pusat Nanjing Islamic Association..

 

Surat Yasin Versi Mandarin seharga 5 Yuan

Sebelum pulang disempatkan mampir ke semacam toko kecil yang menjual buku-buku Islam. Akhirnya sebuah kitab mungi berisi Surah Yasin terbitan lokal dengan bahasa Arab dan terjemahan Bahasa Mandarin pun berpindahtangan. Lumayan sebagai cendra mata murah meriah seharga 5 Yuan.

Dalam perjalanan pulang menyusuri koridor berdinding putih, tanpa terasa papan hijau bertuliskan Surat Al-Iklas pun harus dibaca kembali walau cuma dalam hati. Sesampainya di jalan raya di Shengzhou Road, baru kami tersadar bahwa kunjungan singkat tadi memberi kesan yang sangat mendalam. Kunjungan ke dunia lain di luar dunia nyata Nanjing yang sibuk dan ramai. Masjid Jingjue ini memang patut dijuluki Masjid Tempat belajat Surat Al-Ikhlas.

(Telkomsel Ramadhanku)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun