Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tari Perut dan Whirling Dervish di Sungai Nil

6 Oktober 2011   08:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:16 1463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_135379" align="alignnone" width="640" caption="Semazen"][/caption]

Mendengar nama Kairo, maka sudah terbayang beberapa hal yang menarik dan unik. Selain masjid dan Universitas Al-Azhar yang terkenal, Piramida di Giza, tentu saja berlayar di Sungai Nil sambil menikmati tari perut dan tarian Sufi tidak boleh dilewatkan begitu saja. “Once in a life time experience”. Demikian promosi brosur wisata yang banyak dijumpai di seantero Kairo.

[caption id="attachment_135380" align="alignnone" width="640" caption="The Pharaos"][/caption]

Kapal Firaun Berwarna Emas

Sekitar jam 5 sore kami sudah siap di dermaga di tepian sungai Nil. Sebuah kapal pesiar besar berwarna kuning emas dengan nama yang keren “The Paraohs” sudah merapat. Proses boarding cukup lancar dan melalui sebuah pintu gerbang yang antik, dengan hiasan pernak-pernik model Mesir kuno.

Interior maupun eksterior kapal pesiar yang akan membawa kita berlayar selama beberapa jam di Sungai Nil ini nampak sangat mewah. Warna kuning emas mendominasi . Hiasan  dan ornamen seperti obelisk, sphinx, dan juga hewan-hewan mitologi seperti yang ada di kuil-kuil Mesir juga ikut meramaikan suasana. Kursi dan meja didominasi oleh wanar merah dan kuning keemasan. Ruangan baik lantai bawah maupun lantai atas memiliki jendela besar dari kaca, sehingga memberikan pemandangan kota Kairo yang mempesona di senja dan malam pelayaran singkat hari ini.

Memasuki  lantai bawah, di tengah ruangan, terdapat sebuah panggung  dengan “life music” yang  sedang memainkan lagu-lagu Mesir. Di lantai atas juga terdapat setting yang sama. Pendek kata di kapal ini terdapat dua set hiburan di kedua lantai. Tinggal pilih mau duduk di atas atau di bawah.

Sema, Tarian Sufi yang Menghanyutkan

Kapal pun mulai melepas jangkar dan berlayar perlahan di tengah sungai menuju arah selatan kota Kairo. Sementara makanan dan minuman mulai dihidangkan dan musik terus bermain dengan riang. Suasana meriah dan gembira yang ada di kapal membuat suasana hati setiap orang juga menjadi sama riang dan gembiranya.

Pembawa acara kemudian mengumumkan bahwa pertunjukan ‘Whirling Dervish” , yaitu tarian berputar Sufi akan segera dimulai. Whirling Dervish adalah sebuah tarian yang berasal dari Turki dan disebut “Sema”. Pada mulanya tarian yang dilakukan sambil terus berputar dan berdzikir ini lebih merupakan upacara ritual keagamaan.  Jalaluddin Rumi yang  meninggal di Konya , Turki pada 17 Desember 1273 merupakan tokoh dan maestro utama kaum sufi.  Aliran sufi kemudian berkembang tidak saja di Turki, tapi juga ke negara-negara di sekitarnya seperti Iran, Pakistan, dan tentu saja Mesir.

Penari Sema disebut Semazen dan pada upacara yang asli dilakukan dalam sebuah kelompok, mereka terus berputar dengan arah yang berlawanan dengan putaran jarum jam sambil berdzikir dan juga berputar melintasi halka atau lingkaran bagaikan planet mengitari matahari. Konon dengan cara berputar terus para penari bisa bersatu dengan Sang Pencipta.

Biasanya pakaian yang dipakai semazen berwarna putih, namun pada pertunjukan di atas “The Pharaoh”  ini pakaian yang dipakai berwarna-warni yang merupakan gabungan merah, putih, biru, kuning, dan hijau. Bagian bawah pakaian sangat lebar sehingga terlihat seperti rok dan pada saat memutar bisa membentuk konfigurasi yang cantik. Uniknya lagi, pakaian bagian bawah ini ternyata berbentuk lingkaran yang kemudian bisa dilepas dan juga diputar-putar membentuk semacam “Frisbee” atau bahkan piring terbang. Mungkin improvisasi gerakan-gerakan ini lebih diutamakan unsur hiburan dan pertunjukan panggung dibandingkan dengan gerakan aslinya yang bertujuan ritual.

Sambil berputar semazen juga memegang berberapa buah rebana yang terus dimainkan seperti pesulap ataupun pertunjukan dalam akrobat. Dibutuhkan Keterampilan dan latihan yang sangat baik untuk mencapai tingkat keseimbangan tubuh seperti ini. Benar-benar sebuah pertunjukan yang menghibur dan juga memberikan nuansa lain dari arti sebuah perjalanan.

Salah seorang penonton juga diberi kesempatan untuk memakai kostum sema dan kemudian diajarkan berputar untuk memainkan  tarian “Whirling Dervish” ini. Namun tentu saja  gerakannya sangat kaku dan memberikan suatu hiburan tersendir  dari pertunjukan di atas sungai Nil ini.

Tari Perut yang Penuh Kontroversi

Setiap kali membicarakan perjalanan ke negri-nergi Timur Tengah, maka Tari Perut selalu menjadi topik percakapan yang hangat dan penuh kontroversi. Bagi sebagian kita di Indonesia, kadang-kadang sangat sulit memahami mengapai di negara yang Islamnya begitu kuat, ternyata tari perut pun tetap eksis dan berkembang sampai saat ini. Tari perut menjadi hiburan wajib kalau kita berkelana di Afrika Utara dan Timur Tengah, dengan perkecualian Arab Saudi dan Iran tentunya. Dan tentu saja pelayaran di Sungai Nil juga identik dengan hiburan tari perut ini.

Konon tari perut memang sudah ada di daerah ini bahkan sebelu agama Islam . Dulunya, pada suku-suku Arab kuno, tarian ini dipertunjukan sebagai penghormatan kepada Dewi Kesuburan. Tentu saja tidak ada data tertulis kapan pastinya tari ini mulai dimainkan. Pada jaman dahulu, profesi penari perut merupakan salah satu profesi yang terhormat. Namun di Mesir kini, profesi ini kurang terpandang dan kebanyakan dilakoni oleh para pendatang.

Penari perut yang muncul di panggung setelah pertunjukan Sema  usai ternyata penari yang usianya sudah setengah baya. Sepintas terlihat berusia di atas tigapuluhan. Namun postur tubuhnya memang tampak tetap tegap dan langsing, namun berisi. Mungkin karena setiap hari harus latihan gerakan-gerakan tertentu yang khas tari perut.

Mula-mula ia membawa semacam kain yang digunakan untuk menutup seluruh tubuh. Namun kain ini kemudian dilemparkan ke penonton sehingga kemudian tinggal pakaian yang cukup seksi  sehingga memancing teriakan penonton.

Sekitar tiga puluh menit penari meliuk-liuk dan kadang-kadang menggoda penonton pria untuk diajak menari atau bahkan berfoto bersama penari. Keriangan terus berlangsung sampai malam mulai menggayut di Kota Kairo. Lampu-lampu gedung pencakar langit, dan juga jalan-alan di sekitar sungai Nil menghiasi kota Kairo dan kapal pun perlahan-lahan mulai merapat lagi ke dermaga. Suatu senja dan malam yang berkesan dan tidak terlupakan dalam lawatan di  ibu kota Mesir ini. Kalau anda sempat ke Kairo, jangan lupa berlayar di sungai Nil serta menonton Sema dan Tari Perut.!

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun