Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Laporan dari Hongkong (3) Merah Putih Berkibar di “Tung Lo Wan”

20 Desember 2011   03:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:01 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hongkong identik dengan Cina. Negri mantan koloni Inggris ini memang sejak 1 Juli 1997 telah dikembalikan ke “Ibu Pertiwi” Cina Raya setelah “disewa” sekitar 150 tahun. Karena itu tentu saja, mengembara di hutan beton kota Hongkong, maka yang akan ditemui adalah maraknya lampu neon dengan aksara Cina tradisional yang bahkan lebih sulit dibaca dibandingkan dengan aksara Cina yang sudah disederhanakan di Beijing, Shanghai, ataupun Guangzhou.

Namun jangan khawatir, bagi orang Indonesia yang kemana-mana selalu teringat dan terkenang akan lagu yang membuat buku roma merinding dan bisa juga membuat air mata hangat berderai dengan syairnya yang sendu “Tanah Airku Tidak Kulupakan”..... maka dapat mengunjungi sepenggalan kawasan di pulau Hongkong yang marak dengan suasana dan nuansa Indonesia. Kawasan ini namanya kawasan Causeway Bay yang dalam Bahasa Kanton disebut “Tung Lo Wan”. Kawasan ini marak dengan restoran, warung, Bank, dan juga wajah-wajah Indonesia. Selain itu perwakilan maskapai nasional Indonesia dan tentu saja perwakilan resmi pemerintah berbentuk Konsulat Jendral Republik Indonesia juga hadir disini.

Berkunjung lebih lima hari: Lapor ke Konsulat!

Perkenalan saya dengan Causeway Bay beawal dari kunjungan pertama ke Hongkong di pertengahan tahun 1980an. Ketika itu, di halaman terakhir paspor Republik Indonesia tertulis semacam petunjuk bahwa setiap warga negara Indonesia diharuskan melapor ke perwakilan Republik Indonesia terdekat seandainya berkunjung ke suatu negara lebih dari lima hari.

Karena itu sebagai warga negara yang baik, setiap kali bertugas menjadi “TKI” ke Hongkong, saya dan teman-teman pun selalu menyempatkan diri bergegas menuju KJRIyang terletak diLeighton Road ini. Uniknya, karena KJRI hanya buka Senin sampai Jumat dan tutup sekitar pukul 16.00, maka kami harus mendapatkan ijin khusus untuk “cabut” lebih cepat dari tugas kami di daerah kawasan Bandara Kai Tak di Semenanjung Kowloon. Dari sana kami bergegas naik taksi menuju stasiun MTR terdekat di Lok Fu kemudian naik MTR jalur hijau, dan kemudian berpindah ke jalur merah menuju Hongkong Island dan pindah ke Island line jalur biru. Keluar di stasiun Causeway Bay dan berlari menuju Leighton road. Oleh-olehnya tentu saja sebuah stempel khas dan tanda tangan pejabat dari KJRI. Dengan stempel ini petugas imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta tidak akan “memarahi” kami.

Banyak Jalan Menuju Causeway Bay

Hongkong terkenal dengan sistem tranportasi umumnya yang efisien, cepat, baik dan relatif murah. Karena itu, walaupun sudah mampir ke negri yang dulunya dipimpin oleh seorang Gubernur dari Inggris ini lebih dari ratusan kali, saya hampir tidak pernah naik taksi.Naik taksi sendiri merupakan pilihan terakhir, karena umumnya supir taksi hanya bisa bicar dalam bahasa Kanton yang lumayan sulit untuk dimengerti.

Untuk menuju Causeway Bay, dari Bandara Kai Tak jaman dulu, ada airport bus langsung menuju Causeway Bay dengan ongkos hanya 7 Dollar Hongkong. Namun, tunggu dulu, inflasi juga terjadi dan sekarang Bandara Kai Tak sudah tinggal kenangan. Maka kalau dari Bandara baru di Chep Lap Kok, sekarang ini ada Airport Express yang berangkat setiap 12 menit dengan ongkos 100 HK Dollar sekali jalan? Wow koq mahal? Kalau mau lebih murah bisa naik bus yang ongkosnya sekitar 20 sampai 30 HK Dollar. Atau bisa naik MRT, namun harus naik bus no S1 ke Tung Chung MTR stasiun.

Namun perjalanan paling mengasyikan menuju pulau Hongkong dari semnanjung Kowloon adalah menggunakan Star Ferry dari Tsim Sha Tsui ferry Pier menuju Central. Perjalanan Star Ferry sekitar delapan menit dengan ongkos yang hanya 50 sen untuk dek kelas ekonomi dan 1 HK Dollar untuk kelas utama ini merupakan perjalan kelas utama paling murah di dunia. Ongkos 1 HK Dollar itu terjadi di tahun 1980an. Sekarang , ongkosnya sudah sekitar 2 .50 Dollar. Namun masih tetap merupakan ongkos trasnportasi termurah di Hongkong.

Dari Central, tinggal naik tram bertingkat yang menyusuri jalan-jalan ramai di pulau Hongkong, juga dengan ongkos yang sangat murah. Untuk saat ini, kita tidak perlu membawa banyak uang logam atau koin, namun cukup membawa kartu “octopus” yang bisa diisi ulang dan digunakan untuk naik seluruh angkutan umum termasuk belanja di super market, restoran cepat saji dan toko toko di seluruh Hongkong.

“Magandang Umaga” Berkumpul dengan TKP di Central

Pada tahun 1980 an, TKI ataupun Buruh Migran Indonesia (BMI) belum terlalu banyak di Hongkong. TKP atau tenaga Kerja Pilipina ternyata sudah lebih dahulu merajai pasaran tenaga kerja di koloni Inggris ini. Seperti juga saat ini di Victoria Park yang dikuasai BMI, maka setiap akhir pekan, kawasan taman di dekat Central di Hongkong Island akan dikuasai oleh para pekerja dari Pilipina ini. Mereka berkumpul dan membentuk kelompok-kelompok kecil, sebagian bahkan menggelar dagangan sambil main kucing-kucingan dengan peiugas trantib yang berseragam biru.

Kalau kami kebetulan lewat dan bermain ke kawasan ini, maka sapaan dalam bahasa Tagalog seperti “Magandang Umaga” atau selamat pagi akan sering didengar. Yah lumayan juga untuk sekedar melepas kerinduan akan suasana di tanah air dengan melihat kerumunan orang yang mirip secara penampilan.

Bendera Merah Putih yang Gagah di KJRI

Kembali ke abad duapuluhsatu,berjalan santai dari stasiun MTR Causeway Bay menuju KJRI, dari kejauhan gedung ini mirip dengan kumpulan perkantoran dan apartemen yang umumnya menjulang tinggi di Hongkong. Namun ketika mendekat, terlihat sang saka merah putih berkibar dengan gagahnya membuktikan bahwa tidak salah lagi, tempat ini merupakan perwakilan resmi negri tercinta di Hongkong. Semakin mendekat gedung ini pun tampak manis dengan marmer berwarna coklat tua dan lambang Garuda Panca Sila di depannya.

Di sekitar sini, dengan mudah kita jumpai restoran, warung, toko yang menjual makanan dan produk dari Indonesia. Sejumlah Bank Nasional juga siap melayani para BMI yang ingin mengirim uang ke tanah air. Dan uniknya, bank-bank tersebut bahkan buka dan selalu ramai di akhir pekan yaitu sabtu dan minggu.

KJRI ini juga menjadi tempat berkumpul para BMI, dan setiap jumat mengadakan sholat jumat yang tentu saja dengan khotbah dalam bahasa Indonesia.Karena itu, bagi anda yang kebetulan berkunjung ke Hongkong, jangan lupa mampir ke kawasan Causeway Bay dan menyasikan gagahnya merah putih berkibar di langit kota Hongkong!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun