Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kisah-kisah Menarik dari Turki (13) Dewa Dewi pun Berselingkuh di Istanbul Bogazici

5 Desember 2011   11:42 Diperbarui: 29 Agustus 2015   13:50 3239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Kembali ke Istanbul, kembali ke kota yang tetap mempesona dunia karena lokasinya yang unik. Persimpangan dua dunia, dua benua, dua kebudayaan. Tempat di mana barat dan timur bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain. Tempat dimana kedua dunia memberikan puncak-pumcak keindahannya. Semuanya ada di Istanbul dan untuk dapat melihat Eropa dan Asia sekaligus, tidak ada tempat yang paling elok kecuali berlayar di Selat Bosphorus atau Istanbul Bogazici Ini.

Pelayaran dimulai dari sebuar pier atau dermaga di daerah Kabatas, tidak jauh dari stadion klub kebanggaan kota Istanbul yaitu Galatasaray. Tentu saja jangan berkunjung ke tempat ini kalau sedang ada pertandingan derby dengan klub satu lagi kota Istanbul yaitu, Fenerbache. Karena , menurut cerita sering juga terjadi keributan antara pendukung fanatik kedua klub paling top di Turki ini.

Bus yang membawa rombongan kami terus membelah keramaian lalu lintas kota Istanbul, Dari daerah Yesilyurt membelah jalan bebas hambatan dan menyusuri golden horn untuk sampai di daerah Eminonu dan kemudian menyebrang sedikit menuju Kabatas. Sebuah kapal pesiar yang akan membawa kami melayari selat Bosphorus sudah siap menunggu. Namun selagi menunggu keberangkatan, kami sempatkan mengintip stadion Galatasaray walau hanya dari seberang jalan saja.

Di daerah dekat dermaga, tidak jauh dari sebuah masjid yang disebut Masjid Istana Dolmabache, kita dapat menyaksikan banyaknya wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang menikmati suasana siang di akhir musim gugur yang sejuk di Istanbul. Bendera merah dengan bulan sabit dan bintang berwana putih berkibar dengan bangga menghiasi langit kota Istanbul. Di seberang sana , di stadion Galatasaray yang juga tampak megah, dengan bentuknya yang tampak bundar, hanya dihiasi dengan tiang-tiang bendera dan bendera Turki yang berkibar dengan gagah. Suasana yang tepat untuk menikmati dua benua sekaligus dalam sebuah pelayaran sekitar empat jam sampai menjelang matahari tenggelam nanti.

 

Rombongan Musik Khas Dinasti Usmaniyah

Ketika kami mulai menaiki kapal pesiar, sebuah rombongan pemusik dengan pakaian ala “Dinasti Usmaniyah” menyambut dengan musik yang menghibur bernada riang gembira. Ada tujuh pemain musik yang semuanya pria setengah baya dan kebetulan dengan wajah khas Turki dengan kumis yang tebal, Tampak gagah dengan seragam berwarna oranye . Uniknya mereka berbaris membentuk setengah lingkaran dan sebagian memakai jubah warna hitam dengan urutan yang rapi. Alat musik yang dimainkan berupa alat musik tradisional baik perkusi dan juga tambur. Seorang pempimpin yang berfungsi sebagai konduktor “orkestra tepi laut” memimpin pasukannya memainkan lagu yang seakan-akan mengucapkan selamat datang di Selat Bosphorus.

“Selat Bosphorus, merupakan salah satu selat tersempit di dunia karena lebarnya hanya sekitar 1 sampai 3 kilometer” Demikian ujar pemandu wisata yang diperdengarkan melalui pengeras suara ke seantero kapal pesiar. Selat ini hampir dapat disamakan dengan sebuah sungai yang sangat lebar. Bahkan di bandingkan dengan Sungai Nil, banyak bagian Selat Bosphorus yang tampak lebih sempit. Tentu saja yang membedakannya ialah bahwa Bosphorus tetap sebuah selat karena terdiri seluruhnya dari airlaut yang menghubungkan Laut Marmara dengan Laut Hitam.

Istana Topkapi dan Dolmabache, Kesederhanaan versus Kemewahan

Sepanjang selat ini, dapat disaksikan tempat-tempat yang menarik seperti istana-istana dari dinasti Usmnaniyah. Salah satu yang paling terkenal adalah Istana Dolmabache. Tentu saja di bagian ujung selatan selat ini, dari kejauhan kita juga dapat menyaksikan Topkapi Palace yang sekarang sudah menjadi museum. Ada cerita menarik tentang kedua istana dari dinasti Otttoman atau Usmaniyah ini. Istana Topkapi dibangun dengan arsitektur yang cukup sederhana, bahkan istana ini dibangun dengan ciri khas nirsimeteris, yaitu untuk meniadakan unsur kemegahan. Semua dinding, pintu dan jendela seakan-akan dirancang tidak beraturan. Istana ini melambangkan kehidupan sultan yang sederhana sehingga dapat membawa dinasti Usmaniyah ke masa keemasan. Istana Dolmabache dibangun menyerupai istana-istana di Eropa. Dengan segala kemewahan , kebesaran , dan kemegahan. Istana ini dibangun pada saat dinasti Usmaniyah menedekati keruntuhan. Ketika masa kejayaannya sudah akan berakhir dan sampai-sampai Turki pernah dijukiki “Orang sakit dari Eropa”.

Tentu saja di bagian selatan Bosphorus, selain kedua istana ini, kapal pesiar kami juga sempat melintasi beberapa tempat lain yang menarik . Di antaranya adalah Maiden’s Tower yang terletak di tengah-tengah selat bagaikan sebuah pulau kecil dan juga Selemiye Barrack, yang merupakan sebuah rumah sakit dimana Florence Nightingale pernah bekerja. Semua ini diceritakan dengan lugasnya oleh pemandu wisata di atas kapal pesiar ini.

Jembatan Megah di atas Bosphorus Kapal terus berlayar dan sempat melewati Cirdigan Palace, dan juga sebuah Masjid dengan arsitektur Barok, yaitu Mecidiye Camii. Namun pemandangan yang paling mempesona adalah jembatan gantung yang maha besar dan tinggi yaitu Jembatan Boshporus. Jembatan yang mirip dengan jembatan Kutai Kertanegara yang baru runtuh di Tenggarong ini melintas di atas selat Boshporus dengan gagahnya dan selesai dibangun pada 1973. Jembatan Bosphorus ini , memiliki jarak lebih dari satu kilometer di antara kedua pilar raksasanya dan menghubungkan Beylerbeyi dan Ortakoy. Dengan enam jalur lalu lintas kendaraan dan memiliki ketinggian 165 meter dari atas permukaan laut. Kapal kami berlayar melintas di bawahnya dan terus berlayar ke utara menuju sebuah jembatan yang lebih besar dan baru yaitu “Fatih Sultan Mehmet Bridge” yang selesai dibangun pada 1988. Pada saat ini sebuah terowongan kereta api juga sedang dibangun di bawah selat ini untuk menghubungkan Eropa dan Asia melalui jalur bawah laut. Terowongan ini akan digunakan untuk kereta api dari Eropa ke Asia dan juga jalur metro kota Istanbul. Setelah melewati Jembatan Bosphorus kapal terus berlayar menuju daerah yang disebut Boshorus utara. Disini dapat juga dinikmati beberapa bangunan yang menarik seperti Istana Bylerbeyu, dan juga rumah rumah besar dari kayu khan dinasti Ottoman yang disebut Yali. Namun, yang paling menarik adalah bagian kota istanbul yang disebut Bebek dengan Universitas Bosphorusnya yang terkenal. Legenda Yunani di Selat Bosphorus Setelah melewati jembatan Sultan Fatih, kapal pesiar kami pun balik arah menuju kembali ke Kabatas. Tentu saja hiburan dan makanan terus mengalir serta kisah-kisah yang diceritakan pemandu wisata terus menemani pelayaran kami. Salah satu kisah yang menarik adalah tentang asal-usul kata Bosphorus yang ternyata berasal dari Bahasa Yunani. Konon artinya adalah “Jalan Kerbau”. Kata ini berasal dari sebuah legenda tentang kehidupan Dewa Dewi Yunani. Arkian, Sang maha Dewa Zeus memiliki seorang selingkuhan atau wanita simpanan yang bernama Io. Karena affair ini kemudian tercium oleh “Hera”, istri resmi Zeus, maka Zeus mengubah Io menjadi seekor sapi. Untuk melarikan diri dari kemarahan Hera, sang sapi kemudian berenang melewati selat ini. Namun tindakan pelarian ini pun tetap tercium oleh Hera sehingga sang istri resmi mengirim kawanan lalat sehingga akhirnya Io pun terdampar di Laut Aegian yang juga disebut “Ionian Sea”.Karena itu Selat ini kemudian dinamakan “Jalan Sapi” atau Bosphorus. Senja telah menjelang ketika kapal merapat di dermaga Kabatas, dan kami pun melanjutkan pengembaraan di Kota Istanbul dengan tram sambil merenung bahwa selingkuh itu ternyata bukan hanya monopoli manusia. Tetapi dilakukan juga oleh para dewa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun