Bagi pria dewasa, kunjungan ke Hamburg, kota terbesar kedua yang juga merupakan kota pelabuhan terbesar di Jerman belumlah paripurna bila tidak menyempatkan diri mampir ke Reeperbahn.Kawasan lampu merah paling kondang dan juga paling luas di benua biru Eropa ini memang menyediakan segalanya. Dan juga bahkan, banyak hal yang melawan norma sosial dan agama, asal suka sama suka, boleh dilakukan dan tidak dipandang melawan hukum di tempat ini.
Malam itu, dengan Ubahn atau kereta bawah tanah jalur U3 saya sampai di kawasan ini melalui stasiun St Pauli.Udara dingin dengan suhu sekitar 4 derajat Celcius segera menyengat kulit wajah ketika saya muncul di permukaan . Jalan utama dengan kaki lima yang lebar menyambut kehardiran saya.Waktu menunjukan pukul 7 30 malam dansudah cukup banyak orang yang lalu lalang walaupun belum ramai sekali. Menurut cerita keramaian di Reeperbhan baru dimulai setelah pukul 9 malam nanti.
Suasana hangat menyambut dengan banyaknya lampu hiasan deretan rumah makan cepat saji, restoran, bar, sex shop, toko sovenir, teater, kasino, bioskop dan bahkan juga kantor polisi yang sangat besar lengkap dengan tulisan dalam bahasa Jerman “Polizei”.Reeperbahn memang merupakan kawasan lampu merah yang konon paling aman di dunia dan sekaligus juga menjadi salah satu tujuan favorit wisatwan yang berkunjung ke Hamburg. Karena itu kehadiran polisi dimana-mana memberikankita rasa aman yang berpadu dengan rasa tidak aman.
Sebuah toko yang menjual barang-barang haram yang berhubungan dengan seks bahkan memiliki nama yang sangat memancing rasa ingin tahu. “World of Sex”. Lengkap dengan lampu neon berpendar warna ungu yang berkilauan di malam gelap. Di jendelanya kita dapat sejenak mengintip benda-benda yang hanya boleh untuk mereka yang bersusia 21 tahun ke atas.
Bukan hanya itu deretan gerai lain bahkan menawarkan “live show”, lengkap dengan seorang pramuniaga yang dengan giat menawarkan kepada siapa saja yang lewat untuk mampir.Namanya pun selalu menggoda iman.Ada bahkanyang menampilkan gambar dan foto seronok di jendela nya untuk menarik calon pelanggan.
Saya terus berjalan sambil terus melihat-lihat suasana yang kian malam kian ramai.Di tengah jalan juga terdapat panggung besar dengan warna lampu yang berkilauan di kegelapan malam. Sayangnya belum ada pertunjukan pada saat itu, atau mungkin pertunjukan belum dimulai atau bisa saja waktu sekarang masih disebut sebagai “the night is still young”.Mungkin jugapanggung-panggung itu digunakan untuk acara Reeperbahn Festival yang diadakan setiap September.
Pada sebuah jalan kecil terdapat sebuah teater yang bernama “Krimi Teater” dan pada saat itu sedang menggelar pertunjukan yang berjudul “Die Toten Augen von London”. Di salah satu emperan toko terlihat kaum tuna wisma yang tertidur sambil berpelukan di tepian jalan. Seorang wanita muda tampak mengamen di pinggir jalan dengan topi berisi uang recehan Euro.Sekelompok pria yang terlihat mabuk juga bergerombol di sudut jalan.Kawasan ini memang tampak aman , tetapi tetap saja mengandung bahaya tersembunyi yang harus tetap diwaspadai.
Sejarah Reeperbahn juga tidak dapat dipisahkan dengan grup musik Rock And Roll yang terkenal dari Inggris.Di tahun 1960 an, setelah pindah dari kampung halaman mereka di Liverpool,Paul Mc Cartney dan kawan-kawan menetap di Hamburg dan sering manggung di kawasan yang bernama Grosse Freiheit.Di tempat inilah mereka juga mengenal seks bebas dan tentu saja kemungkinan besar berkenalan dengan yang namanya narkoba.
Wisata di kawasan lampu merah memang terasa mengasyikan. Namun kewaspadaan harus ditingkatkan karena di tempat ini pula banyak berkumpul kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari beredarnya uang panas dunia bawah tanah.Saya terus berjalan dan menikmati suasana kawasan dimana uang beredar dengan cepat dalam jumlah yang besar dan menghasilkan pajak yang juga besar bagi pemerintah kota Hamburg. Namun perniagaan di tempat ini memang berasal dari hal-hal yang bergelimang dosa seperti seks, minuman keras, hiburan malam, dan mungkin juga obat-obatan dan narkoba.
Ternyata peredaran narkoba menjada semakin kasat mata karena akhirnya saya pun berjumpa dengan sebuah gerai yang bernama “Amsterdam Headshop”.Headshop bukanlah toko yang menjual kepala melainkan gerai yang menjual barang perlengkapan yang berhubungan dengan hisap-menghisap tembakau.Disini dijual berjenis pipa, dan bahkan juga shisha dan lain-lainnya. Akan tetapi tentu saja tidak ketinggalan hemp, hashis dan juga marijuana.
Menjadi satu dengan Amsterdam Headshop ini terpasang spanduk toko yang bernama Cannabis-Samen Shop.Melihat namanya saja kita sudah maklum kalau yang dijual adalah Cannabis yang merupakan nama Latin untuk ganja dan sejenisnya.Toko ini terlihat tertutup rapat dan menurut informasi barang-barang haram itu dijual melalui vending machine.Di spanduk berwarna kuning itu juga terdapat informasi mengenai website gerai ini yang setelah saya intip kemudian tertulis informasi dalam Bahasa Jerman tentang penggerebekan toko ini oleh polisi pada Juli 2013 lalu. Gerai ini dituduh menjual dan juga memperdagangkannarkotika serta pelanggannya juga dituduh telah membudidayakan cannabis secara ilegal.
Tidak terasa, sudah cukup lama saya berkelana ke dunia lampu merah yang remang-remang dan penuh bahaya yang mengintai ini.Untungnya saya tidak usah kembali ke Stasiun U Bahm St Pauli karena tidak jauh di hadapan saya juga ada Stasiun S Bahn yang kali ini tepat dan benar bernama Reeper Bahan.
Dalam S Bahn ini pua saya bertemu dengan peminta-minta di dalam gerbong yang terlihat mabuk dan berpenampilan kumal. Gaya nya juga mirip dengan preman di bus kota di Jakarta. Dia mengucapkan salam kepada seluruh penumpang dan kemudian berkata perlu uang karena untuk makan dan meminta-minta dipandang lebih baik daripada melakukan kejahatan.Setelah itu , dengan memegang kantung kecil terbuat dari kertas, sang preman dari Reeperbahn berkeliling ke setiap penumpang di dalam gerbong. Sebagian cukup berbaik hati dengan memberikan recehanlogam Euro, sebagian lainnya diam seribu bahasa dalam lamunan masing-masing.
Reeperbahn memang menunjukan sisi lain kota Hamburg, kota yang konon terkaya di Jerman yang kebetulan juga menupakan salah satu negridengan penghasilan per kapita tertnggi baik di Eropa maupun di dunia.
Sepenggal malam di Hamburg yang mengingatkan kembalibahwa Seks , Narkoba dan Rock and Roll pernah berjaya di tempat ini.Kalaupun sekarang rock and roll nya sudah banyak dilupakan, namun seks, narkoba dan rock and roll masih terus membayang di udara malam yang dingin di akhir bulan Februari.
Bagi kita semua. mencegah untuk berkenalan dengan segala jenis narkoba baik yang dilarang atau tidak oleh hukum suatu negara adalah jauh lebih baik dibandingkan daripada harus membeli melalui vending machine dan kemudian dituduh menjadu pembudidaya narkoba.
Hamburg, AkhirFebruari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H