Ini adalah sepenggal catatan kisah tentang ladang berpindah. Yang hampir wajib ada sebuah bangunan yang bernama: langkau. Yaitu tempat tinggal sederhana atau pondok sementara. Bangunan yang biasanya didirikan setelah ladang dibakar itu dibuat dari bahan material kayu. Yang diambil dari hutan sekitar.
Lokasi langkau selalu tak jauh dari sungai atau mata air. Paling nyaman bila huma ladang berada di atas bukit. Sumber air di ketinggian dengan mudah dialirkan untuk keperluan masak, cuci dan mandi.
Oh tidak! Mandi lebih asyik bila dilakukan secara alami. Berendam terbaring di kolam dangkal menantang sengatan matahari. Jernihnya air yang mengalir seakan mencuci sampai ke relung-relung hati.
Tongkat keempat sudut langkau langsung menjadi tiang penyangga utama. Tingginya sampai ke kaki bumbung tanpa bersambung. Biasanya menggunakan kayu yang agak keras dan tahan lama. Dari golongan leban, belaban, atau jenggir yang relatif lebih kuat, alot, awet, dan sering digunakan.
Tiang dicoak sedikit untuk menempel kayu penghubung. Agar berslot tidak mudah melorot. Kemudian disatukan dengan lilitan tali melintang bersilangan. Dari rotan jenis tertentu yang terbukti kuat dan tahan. Biasa juga menggunakan akar entuyut yang alot. Atau serat akar bajakah yang dipilah-pilah. Cara mengikat yang demikian dinamai 'ikat porat'.
Dinding langkau biasanya menggunakan kulit kayu. pernah juga menggunakan daun. Dinding kulit kayu diapit menggunakan kayu bulat kecil atau bambu.Â
Penyatuan menggunakan akar atau rotan, bukan paku. Dinding itu kami namai 'pukul'. Dinamai demikian, karena setelah pohon jenis tertentu ditebang dan tumbang, terlebih dahulu harus dipukul secara merata. Agar mudah melepaskan kulit dari kayunya.
Atap bangunan dibuat dari daun kayu. Ada beberapa jenis tumbuhan yang daunnya sering digunakan. Daun rotan marau dan daun rerit selalu jadi pilihan. Karena mudah didapat dan gampang dikerjakan.
Namun yang lebih populer karena sedikit lebih kuat adalah daun pinyan. Sejenis tarap, daunnya keras agak berbulu. Jarang ada binatang pengerat yang sudi mengganggu.
Daun-daun itu disusun terlipat pada sebatang pelepah ransa. Ada juga yang menggunakan bambu. Mana yang mudah memperoleh bahan di sekitar itu. Daun itu ditusuk dirangkai menggunakan rotan. Yang dibelah sesuai keperluan. Boleh dibelah berapa saja. Tergantung besar-kecil rotannya.
Lantai langkau terdiri dari susunan bambu atau kayu kecil yang diikat dengan jalinan rotan kecil atau akar ntuyut (nepenthes). Terutama bagian 'jungkar' yang berada di luar.Â
Jungkar adalah pelantar langkau yang tak beratap. Biasanya dibuat luas untuk menjemur padi, menghindari ayam yang harusnya bermain di tanah memungut limbah.
Pada bagian dalam, lantai biasanya menggunakan bambu. Dari jenis betung yang diremukkan. Tentu harus dibersihkan terlebih dahulu.Â
Kemudian ditelingkup menyerupai papan. Dengan harapan, lantai yang rata menciptakan kenyamanan dalam pembaringan. Beralaskan selalu dengan tikar pandan.
Yang membuat tak nyaman, bila ada yang berjalan. Langkah kucing dan ayam saja membuat lantai berderit bergesekan. Bahkan kadangkala bangunan berguncang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H