Mohon tunggu...
taufik sentana
taufik sentana Mohon Tunggu... Guru - Personal Development

Pendidikan, sosial budaya dan Kreativitas

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan di Tokyo

17 Januari 2025   00:07 Diperbarui: 17 Januari 2025   00:06 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Neon meredup, bayangan kabur, aspal basah Hujan rintik, ritme kota melambat. Payung warna-warni, wajah tersembunyi Bau petrichor menyatu dengan aroma ramen

Cahaya lampu jalan memantul di genangan air.


Jejak langkah menghilang, tertelan keheningan. Aku terkunci di lemari apartemen bawah tanah.


Gedung pencakar langit menjulang tinggi seolah tak peduli dengan dunia di bawahnya

pria tua duduk di sudut gang menatap hujan dengan mata sayu. Membayangkan bunga api Hirosima.
Kenangan masa lalu berputar dalam pikirannya. 

Di kejauhan, kereta shinkansen melintas

Anak-anak bermain lompat-lompatan di genangan air. Tawa mereka memperlambat gerak kaki kaki hujan, menghidupkan suasana sejenak, kekhawatiran dan kesibukan terlupakan.

 Hanya ada hujan, kota, dan kerinduan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun