Mohon tunggu...
Muhamad Taufik Poli
Muhamad Taufik Poli Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Pembangunan Indonesia Manado

Studi Ilmu Politik Email: taufikpoli0805@gmail.com Manado, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gerakan Mahasiswa dan Etika Politik

8 Oktober 2019   00:31 Diperbarui: 8 Oktober 2019   00:43 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rentetan aksi mahasiswa dari tanggal 19 sampai tanggal 30 September 2019 merupakan reaksi terhadap pengambilan kebijakan yang semena-mena yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR. Beragam produk legislasi yang merugikan rakyat dibahas dan sebagian telah disahakan tanpa mendengar suara publik. 

Seperti yang sudah diketahui bahwa, produk legislasi seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Revisi UU KPK yang dinilai sangat kontrofersial dan menghianati semangat reformasi. 

Ini langsung menjadi isu pokok dan masuk dalam point tuntutan mahasiswa. Dengan mengusung isu sentral yaitu Reformasi Dikorupsi, mahasiswa di seluruh daerah di Indonesia kompak bergerak turun kejalan member kuliah umum kepada penguasa. Ini tentu menjadi pengingat bagi penguasa bahwa sebenarnya gerakan mahasiswa tidak mati. 

Rangkaian aksi mahasiswa pada bulan September lalu merupakan kebangkitan gerakan mahasiswa yang sebelumnya sempat mati suri, dan gerakan ini dinilai merupakan yang terbesar setelah reformasi 1998.

Kita akan mencoba mencari benang merah antara gerakan mahasiswa ini dengan etika politik. Frans Magniz Suseno dalam bukunya Etika Politik menjelaskan bahwasanya manusia memiliki dimensi politis, yang bilamana tidak diiringi dengan pengetahuan tentang etika dalam politik tentu menjadi suatu penyimpangan dalam politik. Lebih jelasnya, etika politik adalah nilai dasar moral dimensi politis manusia. 

Bisa kita artikan secara sederhana adalah tindakan moral dalam berpolik. Inilah yang menjadi dasar teori untuk melihat dan menganalisa gerakan mahasiswa September lalu.

Politik mengharuskan kita memegang teguh nilai dasar moral, dengan demikian keputusan politik juga mempertimbangkan masalah etis dan implikasi moralnya terhadap masyarakat. Magniz menjelaskan bahwa suatu tindakan atau keputusan disebut politis apabila memperhatikan masyarakat secara keseluruhan. Artinya seorang politisi adalah seorang yang dalam tindakan politis selalu mempertimbangkan masyarakat secara keseluruhan.


Disinilah sikap skeptis mahasiswa terhadap politisi. Saya menilai ada problem moral-etis yang terjadi dalam setiap individu pengambil keputusan. Pemerintah dan DPR dipertanyakan legitimasi pengambilan keputusannya terhadap berbagai keputusan yang kontroverial. Patut dipertanyakan status sebagai politisi kalau kita merujuk pada teori etika politik Frans Magniz Suseno. Mungkin pendekatan teorinya terlalu banyak menaruh unsur etis dan moral, sehingga definisi politisi cenderung ternilai normatif atau sebagai bentuk yang ideal. 

Tetapi itulah etika politik, etika politik menurut hemat penulis merupakan politik itu sendiri, sehingga cara berpolitik sudah seharusnya adalah cara bagaimana bertindak dengan baik dan bijak.

Jika kembali lagi kita melihat realitas yang terjadi dalam eksekutif dan legislatif, kita bisa melihat betapa besarnya problem moral-etis politik. DPR dan Pemerintah seakan kompak menggoalkan produk legislasi yang bermasalah tanpa ada pertimbangan suara mayoritas. Konsolidasi kekuasaan terjadi antara dua lembaga negara yang seharusnya saling melakukan check and balancies demi menjaga jalannya pemerintahan, kini satu suara dalam meloloskan RUU KPK.

Tidak salah jika dari pengamatan menyimpulkan ada suatu persekutuan jahat antara orang yang didalam sistem dan yang di luar sistem untuk mencapai kepentingan jahat tertentu. Tentu ini gerak yang dinamis, tidak menutup kemungkinan juga bahwa orang didalam sistem juga ingin ikut bermain dalam persekutuan jahat itu.


Oligarki adalah kelompok yang paling diuntungkan dalam situasi ini. UU KPK yang telah dibahas dalam proses demokrasi ternyata memuat maksud dan tujuan tertentu. Secara sistematis lembaga anti rasuah ini dilemahkan mualai dari regulasi dan pucuk pimpinan. Jika dalilnya adalah penguatan KPK, maka regulasi dan pucuk kepemimpinan KPK harus merepresentasikan semangat anti korupsi. Tapi sayangnnya itu tidak terjadi dalam hal ini.


Belum lagi RKUHP yang katanya merupakan semangat dekolonialisasi KUHP Belanda malahan mencerminkan semnagat kolonialisme. Tapi penulis tidak akan membahas semua tuntutan mahasiswa satu persatu disini.


Problem moral-etis yang ada dalam setiap individu pemangku kebijakan merupakan suatu permasalahan dalam hal tindakan politik. Politik seharusnya dijadikan cara untuk mencapai suatu kebaikan umum, sehingga politisi dapat disebut sebagai pejuang moral politik. Hal ini harus diperhatikan bahwa kondisi tindakan politisi, jika dia paham tentang politik maka kebijakan dan orientasi kebijakan selalu berangkat dari kepentingan rakyat secara umum. Dengan begitu, cita-cita sebagai mahluk politik dapat tercapai dan pertanggungjawaban terhadap etika politik dapat dipertanggungjawabkan. Dalam situasi seperti ini, tidak perlu lagi repot-repot mempermasalahkan masalah moral dan etika dalam politik karena sesungguhnya cara humanis dalam politik itu sudah terpenuhi.


Memang harus diakui bahwa, dalam politik ada unsur-unsur yang selalu mencoba membawa politik dalam situasi tragis tanpa pertimbangan nilai moral. Kondisi ini mengahruskan kita dalam mengambil keputusan yang paling baik, walaupun baik itu relatif sesuai kondisi politik, tetapi tekanan politik jahat yang mencoba menginterfensi sikap dan kebijakan politis harus bisa dikondisikan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan. Perlawanan terhadap unsur koersif dalam sikap politik harus bisa dilawan dengan tindakan politik pula, sebab unsur koersif dalam politik akan lenyap kalau dia berada dalam sistem dan akan lenyap pula jika tidak dalam sitem karena sesungguhnya keputusan politik mencakup skala luas dalam negara. Contohnya, dengan mengeluarkan kebijakan anti korupsi (katakanlah undang-undang) maka setiap tindkan korupsi diperhadapkan dengan hukum, baik dalam sistem maupun diluar sistem.

Problem moral-etis adalah problem personal yang jika mau keluar dari permasalahan kesenjangan moral politik dapat mengantarkan kita pada kondisi politik untuk kemanusiaan. Mau atau tidak mungkin bukanlah pertanyaannya, tetapi keharusan belajar politik secara benar dalam teori dan praxis merupakan hal penting. Semenjak Plato dan Aristoteles mengkonsepsikan suatu tatanan masyarakat yang baik, dan tatanan masyarakat itu adalah negara, tujuannya hanyalah kesejahtraan kehidupan manusia, terlepas dari perdebatan teoritis filosofis kedua filsuf itu. Artinya negara ada untuk menjamin keberlangsungan hidup yang baik. Itulah dasar pemahaman poitik yang harus dipahami secara tuntas oleh para pemangku kebijakan di eksekutif dan legislatif agar supaya sesuai dengan cita-cita politik sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun