Mohon tunggu...
Taufik Nur
Taufik Nur Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Berdomisili di Kota Makassar. Aktif sebagai pengajar dan peneliti di bidang sistem thinking dan pemodelan sistem industri. Menyukai kegiatan berorganisasi, senang diskusi dan membaca buku sejarah, bisnis dan motivasi. Sekarang aktif menggerakkan kegiatan berfikir sistem di kalangan mahasiswa dan umum.

Selanjutnya

Tutup

Money

Peluang UKM dan Strategi "Blue Ocean"

20 Februari 2014   18:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:38 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

“Cirque du Soleil” mengeliminasi atau menghilangkan Star Performance (artis-artis terkenal yang biasanya dibayar mahal oleh dua pesaingnya), animal show (binatang yang favorit digunakan di pentas sirkus, yang tentunya memiliki biaya pemeliharaan tinggi), Aisle Concencius Sales (penggunaan tempat duduk yang berbeda sesuai tingkatan harga karcis, sehingga pembuatan tempat duduk yang bertingkat-tingkat ini akan membutuhkan biaya produksi yang tinggi), Multiple show arena (biasanya pertunjukan diulang, nonton pada hari pertama akan sama pertunjukan pada hari ke dua dan ketiga), kemudian mereduce mengurangi aksi-aksi yang membahayakan (thriller) dan atau yang cenderung terlalu fun atau humor. Jika grup Cirque du Soleil menghilangkan hal tersebut, namun tidak pada Ringling Bros. dan Barnum & Bailey, mereka masih nyaman dan terlena dengan posisinya saat itu.

Prinsip lain yang di tingkatkan (raise) oleh “Cirque du Soleil” adalah Venue atau tempat pertunjukannya di lokasikan pada satu tempat yang mewah karena cocok dengan kaum eksekutif, kemudian yang di create (diciptakan) sirkus dalam konsep opera yang mempunyai tema acara, misalnya bertema Romie and Juliet, kemudian refined environment (menciptakan lingkungan yang nyaman, dengan menampilkan penyanyi yang berkualitas dan bersuara merdu, sound system yang dahsyat), multiple produk (tema opera sirkus yang dihadirkan berbeda-beda, misalnya tema awal tentang kisah Romie dan Juliet, kemudian kisah Roman Titanic, dsb, kalau di Indonesia kira-kira kisah Rama Shinta, Kisah sangkuriang atau kisah Lekaki dari Tanjung Bira misalnya). Tentunya dengan strategi itu, kalangan eksekutif yang menjadi target sasaran , “Cirque du Soleil” akan merasa nyaman dengan pertunjukan yang lebih dari sirkus, dan mereka akan rela membayar dengan harga lebih mahal. “Beyond Circus “, memberikan layanan kepada customers lebih dari ekspektasinya.

Nah dengan konsep di atas dengan Prinsip kurangkan dan tambahkan, Hilangkan dan adakan, “Cirque du Soleil” mampu menerapkan konsep Blue Ocean Strategi dengan hasilnya dari Grup Pemain Sirkus jalanan mampu menjelma menjadi grup sirkus kelas satu dunia dan mengungguli grup Ringling Bros. dan Barnum & Bailey. Hingga saat ini pertunjukannya telah disaksikan oleh lebih dari 40 juta orang di 90 kota di dunia. Grup sirkus ini mampu mengalahkan dominasi Ringling Bros. and Barnum & Bailey— perusahaan sirkus dunia yang pernah memimpin pasar sirkus selama lebih dari 100 tahun. Kini penghasilan pesaingnya tak akan mampu mencapai penghasilan Cirque du Soleil. Hebat sekali. Super sekali.

Kesuksesan itu intinya adalah Inovasi dan Low Cost production.

Dapat kita lihat masih banyak contoh penerapan Blue Ocean Strategi, diantaranya ketika persaingan PT.HM Sampoerna dengan Djarum, Gudang Garam, Bentoel dimana persaingan memenangkan pasar telah semakin “berdarah-darah” baik melalui perang harga hingga pada perang iklan dan program promo lainnya. Langkah PT HM Sampoerna untuk menghadapi persaingan yang berdarah-darah di industri rokok ini, dan menyadari posisinya masih di bawah pesaingnya maka diakhir tahun 1989, PT HM Sampoerna, Tbk membuat gebrakan dengan menciptakan market baru yaitu diluncurkannya A-Mild ke pasaran.

Produsen rokok ini menciptakan Samudera Biru bagi perusahaannya dengan produk yang unik dan tidak ada di pasaran pada waktu itu yaitu SKM Mild. Alhasil banyak pihak yang dibuat kaget, terutama industri rokok saat itu sebab jenis rokok yang ada pada saat itu adalah jenis sigaret keretek tangan (SKT), sigaret keretek mesin (SKM) reguler, dan sigaret putih mesin (SPM). Setelah melalui usaha berinovasi mulai dari produk hingga sistem pemasaran yang unik, akhirnya Sampoerna mampu menguasai hampir 50% pasar, akhirnya produsen rokok lainnya akhirnya mengikuti jejak kesuksesan Sampoerna membuat SKM Mild seperti yang dilakukan oleh Djarum menciptakan merek LA Lights dan Bentoel Prima menancapkan merek Star Mild.

Contoh lain di arena penerbangan komersil, Blue Ocean Strategi ini juga diterapkan oleh Southwest Airlines sebuah maskapai penerbangan di Texas Amerika Serikat. Southwest Airlines yang awalnya hanya maskapai penerbangan skala kecil di Texas kini menjadi memimpin pasar di Amerika dengan 100 juta penumpang setiap tahunnya dengan rute tujuan ke 66 kota besar di seluruh dunia. Perjuangan menghadapi persaingan yang berdarah-darah dalam industri penerbangan Amerika mereka lalui hingga 38 tahun melalui proses inovasi dan prinsip low cost production. Oleh pemiliknya Rollin King and Herb Kelleher selalu berupaya untuk menjadi maskapai yang memunculkan prinsip differensiasi. Kita dapat menyimak simple notion dari maskapai ini : “If you get your passengers to their destinations when they want to get there, on time, at the lowest possible fares, and make darn sure they have a good time doing it, people will fly your airline. “ dan Mission Statement yang sangat customers demand yaitu “The mission of Southwest Airlines is dedication to the highest quality of Customer Service delivered with a sense of warmth, friendliness, individual pride, and Company Spirit. “ Strategi ini juga dipakai oleh Air Asia, Lion Air,dll.

Bagaimana dengan persaingan bisnis dalam usaha menciptakan market baru oleh pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) kita? Seperti halnya dengan industri besar, UKM juga mengalami persaingan yang ketat hingga “berdarah-darah”. Banyak UKM yang akhirnya tumbang karena tidak mampu lagi berkompetisi di tengah serbuan pendatang baru, seperti usaha sepatu dan kuliner. Tapi tidak banyak dari mereka (UKM) yang akhirnya sukses ketika meninggalkan persaingan yang berdarah-darah itu untuk kemudian pindah menciptakan pasar yang baru dimana pesaing bisnis tidak ada, sebut saja usaha kerajinan sepatu dan tas dari bahan daur ulang.

Nah gimana rasanya berbisnis di samudera biru? Enak dan nyaman kan? Pada prinsipnya Atasilah Hambatan di dalam Organisasi (perusahaan) dan Satukan Eksekusi dalam Strategi. Mari ciptakan Value bagi perusahaan kita dengan prinsip Inovasi dan Low Cost Production. so Innovate or die.


Sumber tulisan :
1. Diskusi Perkuliahan Patdono Suwignjo, M.Eng.Sc., Ph.D Mata Kuliah Manajemen Strategi ITS Surabaya, 24 Maret 2010.
2. http://www.blueoceanstrategy.com/
3. Materi Mata Kuliah Hypercompetitive and Blue Ocean Strategy TI ITS
4. http://trifanny.wordpress.com/2009/12/10/strategi-a-mild-pt-hm-sampoerna-tbk-wujud-nyata-keberhasilan-blue-ocean-strategy-di-indonesia/
5. http://www.southwest.com/about_swa/airborne.html?int=gfooter-difference-history

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun