Waktu salat ashar sudah hampir habis, sementara zuhur pun belum ditunaikan. Namun sebagai musafir, ku masih bisa melaksanakan salat jamak qashar zuhur ashar di penghujung waktu ashar.Â
Tanpa bisa ditawar-tawar lagi, ku dengan seorang teman segera membuka google map mencari masjid terdekat walaupun dengan harap-harap cemas, apakah di kota bahkan negara yang sedang kukunjungi ini terdapat sebuah masjid.Â
Sewaktu menemukan satu masjid dalam radius 1 km dari lokasi, kami segera berlarian menyusuri jalan-jalan tak dikenal, keluar masuk keramaian. Itulah sepenggal kisahku saat berkunjung ke Bratislava, Slowakia pada tahun 2018 silam.
Masjid sederhana itu bernama Kulturne Centrum Cordoba yang terletak berimpitan dengan bangunan toko dan rumah di timur k0ta Bratislava, Slowakia. Bahkan jika kurang jeli, kita tidak akan menemukan masjid ini karena masjid Cordoba ini tidaklah seperti masjid yang mempunyai kubah dan menara.Â
Masjid Cordoba Bratislava mirip ruangan kelas sebuah sekolah. Sepertinya masjid bukan bangunan yang lazim ditemukan dinegara pecahan Cekoslowakia ini. Hal ini mungkin karena umat Islam menempati proporsi yang kecil di Slowakia. Pada tahun 2022 yang lalu, masjid ini dipakai warga diaspora Indonesia untuk menunaikan salat hari raya setelah masa-masa pandemi COVID-19.Â
Dibagian lantai masjid yang kecil ini terhampar karpet berwarna merah dan dengan properti minimalis seperti mimbar, kaligrafi dan mihrab dibagian depan. Disinilah kami, di salah satu sudut negara Eropa Tengah, menjawab panggilan salat dalam kesederhanaan sebuah masjid. Kota Bratislava sendiri terletak dipinggir sungai Danube yang indah.
Sungai Danube atau sungai donau merupakan sungai besar yang berhulu di Jerman dan bermuara ke laut Hitam. Sungai ini melewati kota-kota Eropa seperti Wina, Bratislava, Budapest dan Beograd. Bratislava adalah kota tua dengan arsitektur Eropa kuno. Pusat kota tuanya dekat dengan sungai Danube.Â
Pada saat itu, udara Bratislava terasa sejuk karena sedang peralihan menuju musim semi. Kami berjalan kaki menyusuri jalan-jalan dipusat kota tua Bratislava selama 1 jam dan juga menyempatkan berfoto di Man at Work, yang tak tampak seperti orang yang sedang bekerja.
)
Hanya itu yang kami lakukan, dan ketika perut lapar, kami mampir disebuah kafe untuk menikmati makan siang ala-ala. Memang benar, bahwa kafe adalah budaya Eropa yang sudah mendunia, itulah kesimpulanku, karena setelah mengunjungi beberapa negara Eropa, kafe adalah atraksi utama yang ada dimana-mana. Ku merasa bahwa ku hanya akan ke Bratislava sekali itu saja. Negara lain menunggu.
Sekian---TH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H