Mohon tunggu...
taufik hidayat
taufik hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis politik dan penggiat pendidikan

Pernah menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin periode 1997-1999, 1999-2004 dan ketua DPRD Kota Banjarmasin periode 2004-2009. Sekarang aktif sebagai ketua BPPMNU (Badan Pelaksana Pendidikan Ma'arif NU) Kota Banjarmasin dan ketua Yayasan Pendidikan Islam SMIP 1946 Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada Damai, Pertanda Apa?

15 Desember 2020   06:34 Diperbarui: 15 Desember 2020   06:45 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh : Taufik Hidayat

Alhamdulillah pemungutan suara dalam rangka pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak beberapa hari yang lalu, Rabu 9 Desember 2020,  berlangsung damai. Tidak ada pemberitaan tentang terjadinya kegaduhan, baik dalam bentuk keributan, apalagi  kerusuhan.

Pemilihan kepada daerah   dilaksanakan serentak di 309 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Berupa 9 pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan walikota yang digelar di 298.939 Tempat Pemungutan Suara (TPS), dengan lebih dari 100,3 juta warga  tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Persoalannya kini, apakah dengan demikian, pilkada sudah dapat dikatakan sukses?

Dari sisi kamtibmas, ya. Dari sisi lain, memang masih perlu dilakukan evaluasi.

Pertama, tanpa mengurangi rasa syukur atas damainya pelaksanaan pilkada kemaren, rasanya perlu dikaji mengapa ke'damai'an itu bisa terjadi. Bisa jadi karena perhatian masyarakat terhadap pentingnya pilkada itu sedang rendah.

Sebagai orang yang cukup lama berkecimpung di dunia politik, saya sangat merasakan pilkada kali ini berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Tidak ada hiruk pikuk kampanye, karena pembatasan akibat pandemi corona.

Pembatasan kampanye sedikit banyaknya berpengaruh pada kemeriahan sebuah pesta. Bukankah pemilu (pileg dan pilkada) sering disebut sebagai pesta demokrasi? Bisa jadi karena itu membuat orang tidak atau kurang punya perhatian tentang pilkada, sehingga menganggap pilkada itu tidak atau kurang penting.

Dengan pembatasan kampanye,  misi visi dari pasangan calon yang berlaga,  kurang  sampai pada pemilih. Memang selain tatap muka yang sangat dibatasi, kampanye bisa dilaksanakan, bahkan lebih ditekankan secara daring. Namun,  persoalannya berapa banyak sih orang yang melek teknologi jaringan (internet)?

Karena daya jangkau kampanye sangat terbatas, otomatis emosi atau semangat massa untuk mendukung pasangan calon tertentu juga tidak terbangun. Dengan sendirinya kesadaran untuk mendatangi TPS guna menggunakan hak pilihnya menjadi rendah.

Saya yang biasa menjadi jurkam dalam setiap perhelatan itu, baik pileg maupun pilkada, kali ini harus istirahat, Hanya ikut sebagai koordinator saksi tingkat provinsi dari partai saya, untuk salah satu pasangan calon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun