Mohon tunggu...
taufik hidayat
taufik hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis politik dan penggiat pendidikan

Pernah menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin periode 1997-1999, 1999-2004 dan ketua DPRD Kota Banjarmasin periode 2004-2009. Sekarang aktif sebagai ketua BPPMNU (Badan Pelaksana Pendidikan Ma'arif NU) Kota Banjarmasin dan ketua Yayasan Pendidikan Islam SMIP 1946 Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengorbanan Guru

26 November 2020   07:39 Diperbarui: 26 November 2020   17:12 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ceritanya begini.

Seperti yang sering aku kisahkan, aku bukanlah 'orang dalam' pada lembaga pendidikan itu, sehingga tidak tahu persis kondisi sesungguhnya. Aku dipercaya jadi ketua yayasan hanya karena kondisi 'tak ada rotan akar pun jadi'.

Akibatnya, ketika menyusun program, hanya berpatokan pada persoalan yang muncul kepermukaan. Dan, persoalan rendahnya honor ini, sama sekali tidak pernah ada guru yang menyuarakan.

Bisa jadi karena mereka  sadar dengan kondisi keuangan sekolah saat itu, tidak memungkinkan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Mereka ikhlas mendapatkan penghasilan seadanya, asalkan lembaga pendidikan ini tetap bisa bertahan.

Mereka juga tahu persis dengan apa yang sedang diprogramkan oleh pihak yayasan, untuk kemajuan sekolah. Mereka ikhlas mendapatkan penghasilan seadanya, asalkan lembaga pendidikan ini tetap bisa maju dan berkembang. Pengorbanan para guru memang luar biasa.

Ya, sejak lima tahun yang lalu, yayasan yang kupimpin, sedang memprogramkan pembelian lahan baru, karena lahan yang ada sangat sempit, hanya seluas 1.200 m2 . Tidak memungkinkan lagi untuk membangun ruang belajar baru, guna memberi kenyamanan proses belajar mengajar,  yang saat itu terpaksa berlangsung pagi dan sore.

Nah, untuk membeli lahan baru demi pengembangan itulah, ternyata para guru berkorban luar biasa. Awalnya karena kebijakan yayasan, yang membatalkan beberapa program yang bisa ditunda, seperti studi banding, mereka ikhlas menerimanya.

Ternyata kemudian pihak sekolah juga mengambil kebijakan untuk mengurangi besaran honor, mereka juga ikhlas menerimanya. Sedikit pun tidak ada keberatan terhadap pengurangan honor itu, sehingga aku sebagai ketua yayasan terlambat mengetahuinya.

Setelah lima tahun berlalu, Alhamdulillah tanah sudah berhasil terbeli sekitar 1 hektar dengan dana hasil bantuan banyak pihak, termasuk dana yang bersumber dari pengorbanan guru. Di atasnya sudah berdiri  ruang kelas atas bantuan pemerintah.

Alhamdulillah setelah pengembangan fisik relatif sudah selesai dan anak-anak sudah bisa belajar pagi semua,  baru para guru bersuara minta kenaikan honor. Cukup lama mereka menahan penderitaan, setelah kondisi sekolah memungkinkan, baru mereka menyampaikan usulan.

Sedikit kendala memang terjadi. Usulan itu disampaikan persis bersamaan dengan datangnya pandemi corona. Proses belajar mengajar tidak normal. Anak-anak harus belajar secara daring di rumah. Otomatis mereka tidak turun lagi ke sekolah seperti biasa. Dan otomatis juga penerimaan sekolah dari dana komite juga tidak lancar.  Padahal itu yang digunakan untuk membayar honor guru, selain sumber pendapatan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun