Oleh Taufik Hidayat
Hari Selasa tanggal 6 Oktober 2020, merupakan hari yang sungguh istimewa, khususnya bagi warga kota Banjarmasin, karena hari itu kota Banjarmasin resmi dinyatakan tidak lagi berstatus zona merah. Semoga segera menyusul kota dan kabupaten lainnya di Indonesia, aamiin YRA.
Kalau sudah tidak lagi merah, apakah lantas berarti masyarakat kota Banjarmasin sudah boleh beraktifitas seperti sediakala, dalam artian tidak perlu lagi mengikuti protokol kesehatan yang selama ini dirasa cukup memberatkan? Inilah nanti yang akan dibicarakan lebih lanjut dalam tulisan ini.
Dikutip dari tulisan di berita media online apahabar.com yang berjudul “Akhirnya, Banjarmasin Resmi Tinggalkan Zona Merah Covid-19!” diberitakan bahwa mulai hari Selasa 6 Oktober 2020 ibu kota Kalimantan Selatan itu tidak lagi ditetapkan sebagai zona merah penyebaran Covid-19, padahal sebelumnya kota ini zona paling berisiko Covid-19 di Kalimantan Selatan. Berita itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Banjarmasin, Machli Riyadi saat dikonfirmasi via gawai, Selasa (6/10).
Menurut kepala dinkes itu, prestasi itu tidak terlepas dari sederet upaya Pemkot Banjarmasin menahan laju penyebaran Covid-19 antara lain dengan Perwali Nomor 68/2020 yang mengenakan denda Rp. 100 ribu bagi warga kota yang tidak menggunakan masker dan tindakan persuasif dalam menangani ancaman penyakit menular dengan sangat cepat berupa upaya tracking yang dilakukan sejak akhir maret 2020 dibantu TNI dan Polri untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 dengan sasaran tempat keramaian dan pasien terinfeksi virus corona.
Memang belum sepenuhnya hijau, karena masih menyisakan satu zona merah yaitu Keluarahan Seberang Mesjid Kecamatan Banjarmasin Tengah dan 6 zona kuning, yaitu Pemurus Dalam, Teluk Dalak, Telaga Biru, Kuin Cerucuk, Kuripan dan Kuin Selatan.
Masih di media yang sama, disebutkan bahwa keberhasilan Banjarmasin bisa bebas dari zona merah ini utamanya dilihat dari indikator epidemiologi, dengan 4 katagorinya : Pertama, menurunnya kasus terifeksi Covid-19, kedua, melandainya kasus suspek dan probable, ketiga, menurunnya angka kematian, dan keempat, menurunnya angka tenaga kesehatan yang terinfeksi virus corona.
***
Berita bahwa kota Banjarmasin saat ini sudah berstatus zona hijau jelas sangat menggembirakan. Namun, bagiku pribadi masih menyisakan kekhawatiran. Bukan khawatir karena sangsi dengan status ini, tetapi lebih khawatir dengan dampak negatif pemberitaannya. Kondisi di lapangan yang kurasakan langsung, menunjukkah bahwa kekhawatiran itu sangatlah beralasan.
Pada masa PSBB, kawasan Seberang Mesjid Banjarmasin, yang selain terkenal sebagai sentra kain sasirangan - kain batik khas Banjar - juga terkenal sebagai cluster gowa, daerah yang tetap merah hingga hari ini. Di sana merupakan markas besar Jama’ah Tablig yang sebagian anggotanya dinyatakan positif covid sepulang pertemuan internasional di Gowa, Sulawesi Selatan.
Saat PSBB itu di berbagai media massa diberitakan bahwa daerah ini sudah diamankan oleh polisi, sehingga terbayang kita akan sulit masuk kesana. Tetapi, ya ngapain juga kesana kalau memang tidak ada keperluan apa-apa, cari masalah saja, hehe
Nah, suatu ketika aku terpaksa harus kesana, karena ada kematian istri teman baik yang berjuang sejak sama-sama muda di sebuah partai politik, hingga kami bersama-sama pernah menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin priode 1997-1999. Mau tidak melayat, sangat tidak enak dengan teman yang sedang kena musibah. Mau melayat, takut kalau terjadi hal yang tidak diinginkan. Akhirnya, bismillah, tawaqqaltu alallah, aku pun berangkat kesana.
Apa yang terjadi? Ternyata tidak ada penjagaan apapun masuk kawasan itu. Bisa jadi memang hanya di markas komunitas da’wah itu saja yang dijaga, sementara di sekitarnya tidak, termasuk di sekitar rumah duka. Tidak ada seorang aparat keamanan ataupun satpol pp yang terlihat berjaga-jaga. Demikian juga tidak ada tanda-tanda apapun yang menunjukkan bahwa daerah itu ada zona merah.
Untuk mengurangi resiko, aku kesana berangkat menjelang sholat Juhur, karena sholat jenazah diselenggarakan sesaat sebelum sholat Juhur dilaksanakan. Dengan demikian tidak banyak waktu untuk berada disana, guna mengurangi pertemuan dengan banyak orang.
Alhamdulillah, di mesjid pelaksanaan sholat cukup tertib jaga jaraknya. Sayangnya, momentum orang banyak terkumpul itu tidak dimanfaatkan oleh gugus tugas covid untuk memberikan edukasi. Semua berjalan hanya berdasarkan kesadaran masing-masing. Sayangnya, sekali lagi, harusnya momentum seperti ini betul-betul bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkompeten untuk memberikan penerangan kepada masyarakat sehingga kesadaran tentang bahaya covid dan antisipasinya bisa tumbuh merata.
Selesai sholat aku mengikuti rombongan berangkat ke alkah masyarakat setempat di daerah Pematang Gambut, sekitar 15 km dari Banjarmasin. Artnya rombongan ke luar kota Banjarmasin. Terbayang pasti akan ada kesulitan yang terjadi, karena saat itu lagi PSBB. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata rombongan mulus ke luar batas kota, padahal di batas kota Posko PSSB terlihat indah.
Pikirku bisa jadi untuk keluar memang tidak ada pemeriksaan apa-apa, masuknya ke dalam kota yang mungkin ketat. Sambil jalan mata melirik kesebelah kanan, eh ternyata tidak ada pemeriksaan apa-apa juga.
Akhir cerita sampailah aku ke lokasi penguburan dan semuanya berjalan lancar. Pulangnya aku jalan sendiri masuk melalui jalan utama ke kota Banjarmasin, ingin melihat bagaimana kondisi penjagaan masuk kota lewat jalan utama.
Namun, tiba-tiba muncul perasaan khawatir, kalau-kalau ada masalah saat pemeriksaan di batas kota utama ini. Soalnya aku kan habis melayat di daerah zona merah, kemudian ikut penguburan jenazah yang berasal dari kawasan zona merah. Ada kekhawatiran kalau karena sebab itu, aku harus menjalani karantina 14 hari. Ih, ngeri, sulit membayangkan kalau itu terjadi, setidaknya selama 14 hari aku tidak bisa melakukan apa-apa, sementara urusanku di luar lagi sedang banyak-banyaknya.
Aku pun kemudian belok kanan, mencari jalan tembus untuk masuk kota Banjarmasin, Ternyata mulus saja, tidak ada hambatan apa-apa. Seharusnya kalau PSBB dilaksanakan secara ketat, semua jalan tembus harus juga ditutup rapat, tidak hanya jalan utama. Jalan utama saja ternyata tidak ketat, apalagi jalan tembus.Dari pengalaman diatas, aku menyimpulkan bahwa saat ketat PSBB saja dengan status merah membara, eh, maksudnya merah semua, kesadaran masyarakat dan langkah-langkah yang diambil pemerintah masih lemah, apalagi sekarang kalau sudah berada dalam status zona hijau, atau sudah tidak merah lagi, bisa jadi semuanya akan semakin lengah. Protokal kesehatan bisa semakin diabaikan, dan tidak mustahil status zona merah akan kembali berulang.
Okelah Banjarmasin tidak lagi berzona merah, tetapi kita semua, baik pemerintah maupun masyarakat tidak boleh lengah. Jangan sampai prestasi yang telah berhasil dengan susah payah itu hilang dalam sekejap mata. Apalagi ini musim pilkada, semua harus semakin waspada. Corona boleh sebentar pergi, tetapi jangan pernah beranggapan bahwa ia tidak mungkin kembali menyerang lagi.
Waspadalah! Waspadalah! Tidak lagi zona merah, kita tak boleh lengah!
Bjm, 7/10/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H