Mohon tunggu...
taufik hidayat
taufik hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis politik dan penggiat pendidikan

Pernah menjadi anggota DPRD Kota Banjarmasin periode 1997-1999, 1999-2004 dan ketua DPRD Kota Banjarmasin periode 2004-2009. Sekarang aktif sebagai ketua BPPMNU (Badan Pelaksana Pendidikan Ma'arif NU) Kota Banjarmasin dan ketua Yayasan Pendidikan Islam SMIP 1946 Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tim Sukses yang Tidak Sukses

25 September 2020   13:36 Diperbarui: 25 September 2020   15:02 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Taufik Hidayat

Pada setiap perhelatan demokrasi, apakah pemilu legislatif ataukah pemilihan kepada daerah (PILKADA) seperti saat ini, dibalik sosialisasi ataupun usaha lainnya untuk  pemenangan calon atau pasangan calon, pasti terdapat sejumlah orang yang sangat sibuk bekerja. Mereka itulah yang sering disebut dengan istilah “tim sukses,” walaupun banyak juga yang tidak suka dengan penyebutan itu.

Kenapa?

Karena kebanyakan yang sukses adalah mereka, bukan pihak yang menggunakan jasa mereka.

Kok bisa?

Karena dari namanya saja tim sukses, berarti yang sukses kan si tim, bukan si caleg atau pasangan cagub cawagub, cabub dan cawabub ataupun cawalkot dan cawawalkot. Sehingga kemudian banyak yang merasa lebih sreg menggunakan penyebutan “tim pemenangan”. Tugasnya jelas untuk memenangkan, bukan untuk sukses, yang kadang lebih banyak suksesnya untuk tim sendiri.

Ya, bukan rahasia umum lagi, bahwa banyak orang-orang yang menjadi tim sukses betul-betul sukses, walaupun pihak yang didukungnya tidak sukses.

Sebagai pengurus partai politik di tingkat provinsi, beberapa tahun yang lalu saya pernah diterjunkan sebagai jurkam pasangan calon bupati dan wakil bupati di salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan. Partai kami berkoalisis dengan partai lain mengusung pasangan itu. Dari partai kami calon bupatinya, sedang dari mereka calon wakil bupati.

Suatu hari, ketika duduk-duduk istirahat habis kegiatan kampaye, saya sempat menguping pembicaraan teman-teman tim sukses yang kebetulan berasal dari partai koalisi tersebut.

“Santai saja, memang atau kalah, kita tetap menang juga,” kata salah satu dari mereka

“Kok bisa?” Sahut yang lain

“Ya, ialah, yang kalah kan bukan kita, yang kalah kan pasangan calon, bukan kita. Kalah memang kan  kita tetap menang, sudah banyak dana yang sudah berhasil kita simpan untuk pemilu legislatif nanti.”

Wah! Saya terkejut bukan main, rupanya diam-diam mereka yang rata-rata pengurus partai itu hanya menjadikan momentum pilkada untuk mengumpulkan modal bagi mereka nanti mencalonkan diri sebagai anggota dewan. Jadi bagi mereka, sesungguhnya tidak peduli apakah pasangan calon kepala daerah yang diusung berhasil atau tidak, yang penting mereka sukses menghimpun dana untuk pemilu legislatif bagi dirinya.

Baru-baru tadi, saat sama-sama hadir pada acara pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di KPU Provinsi Kalimantan, saya sempat berbincang dengan seorang teman yang jadi tim sukses pada pilkada 5 tahun yang lalu. Katanya, honor dan trasport saat dia jadi jurkam dan tim sukses waktu itu, terkumpul hampir 50 juta rupiah, karena dia tabung, cukup untuk uang muka beli mobil baru. Luar biasa dan ini sah-sah saja, karena memang haknya.

Nah, bayangkan dengan honor dan uang trasport yang sah saja sudah sebegitu enaknya, apalagi kalau tim suksesnya curang, punya keahlian lain sebagai tukang sunat umpamanya, lagi-lagi dia tentu akan sangat sukses. Untung kalau sicalon atau pasangan calon menang, sementara kalau kalah, dan mengetahui dikerjain begini, pasti jengkel dan marah bukan main.  

Tentu kita tidak boleh menggeneralisir semua demikian, insya Allah masih banyak yang betul-betul berjuang untuk memenangkan calon atau pasangan calon yang didukungnya, walaupun mereka menikmati juga hasil jerih payahnya.

Kalau begitu, tim sukses itu semua sukses, ya?

Tidak juga, apalagi pada musim pandemi corona atau covid-19 saat ini.

Lagi-lagi karena menjadi pengurus partai politik tingkat provinsi, oleh partai saya diikutkan menjadi tim sukses salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi Kalimantan pada Pilkada 2020 ini. Tentu saja sebagai anggota tim sukses, mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus ikut hiruk pikuk pilkada ditengah-tengah ancaman virus corona yang mematikan itu.

Sekitar dua bulan yang lalu, saya ikut tim rapat di kantor pemenangan. Banyak yang datang, karena pasangan ini didukung beberapa partai koalisi. Banyak orang, tentu banyak juga sikap dan gaya. Sebagian taat pada protokol kesehatan, sebagian tidak. Malah karena para senior banyak tanpa masker, maka sebagian yang lain, yang yunior terpaksa ikut juga melepas maskernya. Selain itu sebagian besar sulit nampakya untuk tidak berjabat tangan.

Saya dan kawan-kawan separtai yang di partai kami sudah berusaha menerapkan protokol kesehatan jadi serba salah dengan kondisi diatas. Ya, akhirnya karena kantor pemenangan itu tempatnya adalah kantor salah satu parpol pengusung yang lain, akhirnya dengan terpaksa kami mengikuti apa yang terjadi di sana, dan sungguh hati sangat was-was akan bahaya yang bisa terjadi.

Kejadian berikutnya lebih menghawatirkan lagi, yaitu saat pendaftaran pasangan calon di KPU. Benar KPU sebagai penyelenggara pilkada menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan hanya dua puluh orang anggota rombongan yang boleh masuk ke dalam ruangan, namun di luar ruangan siapa yang bisa mengatur dan mengawasi. Kondisi di luar ruangan KPU betul-betul seperti pandemi corona itu tak pernah ada atau sepertinya sudah lama berlalu.

Betul semua pakai masker, tetapi semua berdesakan ingin dekat dan kalau bisa berfoto dengan pasangan calon. Pingin salaman dan lain sebagainya. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang berhimpun sebagai tim sukses, yang sepertinya tidak sadar bahwa virus corona sedang mengancam mereka.

Itu baru pada masa pra kampaye, bayangkan kalau sudah sampai masa kampanye. Mereka akan sangat sibuk dan tentu akan ketemu semakin banyak orang. Betapa semakin besar ancaman resiko bagi mereka, sebandingkah dengan materi yang mereka terima? Tentu, jawabnya tidak!

Jelas kalau pilkada tetap dilaksanakan di musim pandemi ini, mereka adalah tim sukses yang sangat terancam dengan ketidaksuksesan yang menanti. 

Maka, wahai para tim sukses! Waspadalah! Waspadalah! Waspadalah! Ingat, anak dan istri atau keluarga anda masih memerlukan kehadiran anda untuk mereka.

Banjarmasin, 25/9/2020

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun