Perbandingan antara harga skincare dan harga beras ini dimulai dari viralnya pernyataan calon anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Dedi Mulyadi.
Jadi kita tarik dulu asal usul kehebohan skincare dan harga beras ini. Menurut Dedi, masyarakat harus mengubah paradigmanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paradigma artinya kerangka berpikir.
Kepada Kompas.com, (29/2/2024) dia mengatakan setiap hari masyarakat makan nasi dari beras, namun tidak menghargai sawah dan buruh tani. Masyarakat terus menuntut harga beras murah akan tetapi setiap hari perumahan, pabrik, ruko dibangun dengan menggusur sawah.
Sejurus kemudian, dia mengungkap masalah skincare sebagai salah satu kebutuhan masyarakat yang harganya mahal namun tidak dipermasalahkan seperti halnya kenaikan harga beras saat ini dimana beras premium dipatok dengan harga Rp 18.000 di pasaran.
"Harga skincare, rokok, HP, motor, baju naik diam saja, tetap beli. Giliran harga beras yang naik ribut semuanya, seperti dunia mau kiamat,” kata Dedi Mulyadi kelahiran Subang, 12 April 1971.
Di sinilah kelirunya pemikiran Dedi Mulyadi. Sebenarnya paradigma Dedi sendiri yang perlu diluruskan atau dikoreksi sedikit. Sekilas memang benar apa yang dikatakannya itu jika kita berpikir tanpa memandang sisi yang lain.
Tahukah Anda, bahwa skincare, rokok, HP motor adalah jenis-jenis kebutuhan yang beda kastanya dari beras. Menurut catatan Gramedia.com jenis-jenis kebutuhan manusia yang disebutkan oleh Dedi Mulyadi adalah jenis kebutuhan sekunder atau tersier.
Kita simak dulu apa itu kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang muncul setelah kebutuhan primer terpenuhi. Kebutuhan primer sendiri adalah kebutuhan pokok sehingga manusia bisa hidup dengan layak dan harus terpenuhi misalnya bahan makanan, beras dalam hal ini. Sedangkan kebutuhan tersier adalah kebutuhan yang didapatkan setelah kebutuhan mutlak, primer dan sekunder terpenuhi, motor dan mobil misalnya.
Terlihat jelas kini bahwa Dedi Mulyadi mencampuradukkan jenis kebutuhan itu untuk membenarkan opininya. Opini itu lantas menjadi viral dan sebagian masyarakat menjadi yakin pernyataan Dedi adalah benar karena tidak mengetahui konsep ekonomi ini.
Beras bahkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia adalah kebutuhan mutlak. Masih dari Gramedia.com, dikatakan jelas bahwa kebutuhan mutlak adalah kebutuhan yang tidak boleh tidak terpenuhi sebab akan mengancam kelangsungan hidup. Contohnya adalah makan dan minum. Bertalian dengan ini, kita sama-sama tahu bahwa orang Indonesia makan mayoritas dengan nasi yang berasal dari beras. Sehingga ada ungkapan yang jamak terdengar, "Jika tidak makan nasi, namanya tidak makan"
Nah, menyimak demikian, Dedi Mulyadi seharusnya malu mengungkapkan itu kepada media. Calon DPR Dapil 7 Jawa Barat yang sepertinya akan menjadi caleg dengan suara terbanyak di Jawa Barat dan bahkan nasional 2024 itu terlalu memaksakan pernyataannya bahkan dengan mengonfirmasikannya lagi kepada Kompas.com.
Rakyat menjerit karena kebutuhan primer atau kebutuhan mutlak mereka terganggu dengan kenaikan harga beras sebagai pilar utama makanan pokok Indonesia. Rakyat marah dan mengkritik pada pemerintah. Rakyat perlu kedamaian dengan stabilisasi kebutuhan yang mendasar. Hal inilah yang urgen untuk diatasi bukan malah lari ke masalah skincare atau HP dan motor.
Dedi Mulyadi tidak layak menyebutkan skincare, rokok, HP, motor bahkan baju di tengah kesulitan masyarakat saat ini. Semua itu bisa ditunda untuk dibeli. Namun beras apakah bisa ditunda-tunda? Dedi tampaknya terus dan masif membela pemerintah dan lantas memutarbalikkan fakta dengan menuding masyarakat tidak menghargai petani dan tidak peduli tentang eksistensi sawah.
Esensi Skincare
Skincare adalah serangkaian kegiatan perawatan kulit guna menjaga kesehatan dan tampilan kulit dan mengatasi masalah pada kulit. Skincare kerap meliputi produk kecantikan untuk kesehatan kulit. Harganya bervariasi, ada yang buatan tangan dengan harga yang terjangkau dan ada yang produk pabrikan dengan harga yang terbilang mahal dan ada juga dengan harga fantastis seperti sindiran Dedi Mulyadi.
Skincare dibandingkan dengan harga beras saat ini tentu tidak selayaknya, tidak sebanding dan atau tidak relevan. Rakyat merasa dunianya kiamat karena mereka khawatir tidak dapat membeli beras dengan harga yang saat ini beredar. Mereka berpikir keras bagaimana mengadakan beras di rumah. Apakah besok bisa membeli beras? Apakah uang ini cukup untuk membeli beras?
Lempar batu sembunyi tangan ala Dedi Mulyadi adalah tameng untuk melindungi pemerintah. Namun hal ini dijawab secara terpisah oleh DPD RI, Dedi Iskandar Batubara seperti dikutip dari suarasurabaya.net. Pemerintah menurutnya tidak tajam menerawang kejadian di masa depan utamanya mengantisipasi kenaikan harga beras karena kejadian ini telah berulang dan menjadi siklus.
Ia mengkritik pemerintah yang selalu menyalahkan El Nino. Menurutnya pemerintah terlalu menyerahkan harga bahan pokok kepada mekanisme pasar sehingga keuntungan tidak dialami maksimal oleh petani melainkan pedagang dan distributor. Ia menilai jika kenaikan beras terjadi harusnya petani yang mendapatkan untung tapi kenyataannya banyak petani yang masih beredar di garis kemiskinan.
Tidak sampai disana, anggota komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah mengatakan seharusnya pemerintah mampu mewujudkan kedaulatan pangan dengan meningkatkan produktivitas pertanian. Politik anggaran juga jauh dari kata ideal sehingga ia menyimpulkan pemerintah tidak cukup serius mengantisipasi hal ini. Kebijakan impor bahan pangan menurutnya juga jauh dari langkah solutif dalam upaya kedaulatan pangan untuk negeri ini.
Sebagai anggota DPR yang duduk sejak 2019 hingga 2023 dan kemungkinan besar akan duduk kembali, Dedi Mulyadi harusnya mampu bersuara mewakili masyarakat Indonesia, masyarakat Jawa Barat khususnya. Apalagi ia sangat kental dengan tugasnya di komisi VI yakni perdagangan, koperasi UKM, BUMN, investasi dan standarisasi nasional.
Jadi hentikan dengan viralnya pernyataan yang membandingkan harga skincare dengan beras sehingga masyarakat panik dan marah seperti dunia mau kiamat. Kembali ke awal mula permasalahan ini yakni masyarakat ingin kebutuhan pokok mereka yakni beras diturunkan seperti pemberitaan Metro Tv di bawah ini.
Tidak perlu merembet kemana-mana. Pemerintah dalam hal ini: presiden, wakil presiden, menteri, DPR dan yang bersangkutan harus serius menangani masalah ini. Tidak benar juga jika Presiden berkata jangan tanyakan kepadanya soal harga beras dan masyarakat disuruh mengecek sendiri di pasar. Inilah yang disebut lempar batu sembunyi tangan, tidak elok perilaku ini diteruskan atau dibudidayakan. Pemimpin adalah suri teladan. Ingatlah masyarakat ingin harga beras dan bahan pokok lainnya terjangkau. Titik dan tidak pake skincare.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H