Muhaimin Iskandar dikenal politisi yang ulet. Keinginan dan obsesinya seperti harus jadi kenyataan. Yenny Wahid, anak mendiang Gusdur mengatakan bahwa dia politisi yang hebat - saking hebatnya dia mengkudeta gurunya sendiri.
Sambil mengunyah kacang rebus, aku tersenyum. Apalagi mendengarkan press conference mantan Presiden SBY yang mengatakan, "Demokrat ditelikung dan ditinggalkan".
Pertunjukan yang seru dipertontonkan. Agak vulgar memang. Tapi biarlah. Agar masyarakat tahu bagaimana politik di atas sana. Tiada yang abadi. Yang abadi adalah KEPENTINGAN.
Setakat ini, tentu rakyat hanya bisa menonton dan bergunjing dalam bingkai praduga dan semua konspirasinya. Meski politik kadang berbau amis, kotor, licin dan menjijikkan - namun, dari politik pula terlahir sejarah dan ketetapan sebagai kebijakan.
Ada yang baik ada pula yang buruk. Ah, kacangku separuh habis. Aku menyisihkan kulitnya agar leluasa kumakan isinya. Kacang oh kacang kenapa kau lupa pada kulitmu?
Muhaimin Iskandar menang diantara beragam bursa. Ia terpilih lantaran memiliki pengaruh di pemerintahan, di akar rumput NU juga PKB. Maaf, PKB versi Muhaimin - kata Yenny Wahid.
Nafsunya terulang bagaimana ia ingin menguasai PKB, ia juga sedari awal koalisi begitu ngotot menjadi cawapres. Bahasa di media juga bukan main frontalnya. Ia seorang ambisius yang nyata.
Pria kelahiran 24 September 1966 itu begitu sumringah diduetkan pada Anies Baswedan. Jalannya menuju ambisi setahap lebih maju - walau ia tahu ada yang cemburu, ada yang sakit hati, ada yang terzalimi, tapi dia tidak peduli semua itu.
Tetiba aku menjadi kaget dan menelan kulit kacang. Terbaca sebuah berita: "Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menutup kemungkinan memeriksa mantan Menteri Tenaga Kerja periode 2009-2014 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) tahun 2012" dari Antara.
Aku tersedak dan lekas meminum air dalam botol. Aduh, semua gara-gara Imin.
🇮🇩🇮🇩🇮🇩
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H