Saya terkaget-kaget membaca artikel Kompas yang menyiarkan berita bahwa pelatih kepala ganda putri Indonesia, Eng Hian yang mengatakan bahwa penampilan ganda putri Indonesia hanya 30 persen di lapangan saat bertanding, Senin (7/8/2023).
Apa iya?
Astaghfirullah. Jadi 70 persen sisanya tersimpan dengan manja tanpa keluar setetes pun? Aduh aduh, kenapa gak keluar? Apa mampet atau bagaimana?
"Bisa saya katakan dari kualitas dan kapasitas hasil latihan, rasanya hanya 30 persen yang muncul atau ditampilkan di pertandingan, " ungkap Eng Hian mengutip Kompas.com (7/8).
Lebih lanjut, pria kelahiran Surakarta, 17 Mei 1977 mengatakan hanya waktu yang akan bisa menjawab apakah mereka bisa menampilkan level permainan yang sudah mereka latih selama ini di Pelatnas Cipayung, Jakarta.
Eng Hian juga menduga apakah anak didiknya takut kalah sehingga penampilan mereka tidak keluar? Cukup menggelik bukan?
Pernyataan seperti ini taksa atau ambigu. Masyarakat tentu tidak semua paham apa maksud di belakangnya? Apa ia latihan 100 persen, ketika bertanding dan terbang jauh sampai berbagai benua hasilnya kalah babak 1 dan 2 atau babak perempatfinal?
Takut kalah?
Bukankah mereka selalu kalah. Ambil contoh turnamen yang terbaru Australia Open yang selesai pada 6 Agustus lalu - Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi kalah dari Rena Miyaura/Ayako Sakuramoto untuk ketiga kalinya tanpa balas di babak kedua.
Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti juga ikut-ikutan kalah di hari yang sama dari pebulutangkis Thailand, Benyapa Aimsaard/Nuntakarn Aimsaard 19-21 21-23. Apakah permainan mereka tidak keluar?
Hmmm, apakah hipotesa itu bisa diterima? Lontaran Eng Hian hanya membuat publik seolah akan memahami bahwa kualitas anak didiknya sebenarnya bagus, tapi tidak keluar di lapangan maka jangan dipermasalahkan dan tolong biarkan sang waktu yang akan menjawabnya.
Intinya WD sudah 100 persen bagus? Cuma keluar 30 persen saat pertandingan. Jadi jangan mengkritik. Biar waktu yang akan menjawab alih-alih akan juara.
Mereka takut kalah? Buktinya kalah terus malah. Kalau takut kalah, tentu akan berusaha sebaik mungkin agar tidak kalah dan mengeluarkan seluruh kemampuan bukan hanya 30 persen dan 70 persen tinggal kenangan dan kisah di dalam keperluan berita.
Netizen
Di grup badminton BWF misalnya, netizen mengatai Apriyani sebagai pemain yang tidak memiliki smash yang kuat alias smash ngambang. Namun boleh jadi itu disebabkan cedera yang dulu ia alami.
"Dia Apriyani Rahayu, pencetak sejarah WD Indonesia pertama yang berhasil menjuarai olimpiade bersama Greysia Polii pada tahun 2020. Sekarang berpasang dengan Siti Fadia Silva Ramadhanti, namun performanya sedang menurun akibat cedera bahu yang ia alami." ujar BL Merek Zaribreg
Lihat peringkat pemain ganda putri Indonesia, cukup mengkhawatirkan dengan penampilan yang hanya 30 persen tersebut. Tiga pasangan utama yang berada di top 30 tersebut mengikuti lebih dari 14 turnamen yang artinya mereka mendapat poin dari kerajinan mengikuti turnamen walau hasilnya tidak pernah juara.
Semoga Eng Hian Lebih Jujur dan Konkret!
*****
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI