Tak perlu lagi kajian ini itu. Pribadi lepas pribadi mencuat, membuat polemik, berasa ideal bak pahlawan. Namun terbodoh karena yang diraih adalah kerugian. Picik. Pandir. Bagai katak dalam tempurung.
Hentikan sedu sedanm itu: karena sejatinya kita belum siap. Kalian juga belum siap, harusnya beri perjuangan dengan jalur kualifikasi, kata netizen. Ia juga pikirku. Tapi Qatar juga saja toh - sama-sama berharap pada privilege tuan rumah.
Tidak ada mimpi yang hancur. Kita punya mimpi sama, sudah ada yang mengatur. Emosi sudah tidak lagi luntur. Masalah bola dan bola kadang susah diatur. Lebih rumit daripada sekadar tidur manis di kasur.
There is no need for this study anymore. An independent person sticking out, creating polemics, feeling ideal like a hero. But the stupidest because what is achieved is a loss. petty. Foolish. Like a frog in a shell.
Stop sobbing: because in truth we are not ready yet. You are also not ready, you should give the fight with the qualifying route, said netizens. He thought so too. But Qatar too - both hope for host privileges.
No broken dreams. We have the same dream, someone has arranged it. Emotions are no longer faded. Ball and ball problems are sometimes difficult to manage. More complicated than just sleeping sweetly on the bed.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H