Mohon tunggu...
TAUFIK HIDAYAT
TAUFIK HIDAYAT Mohon Tunggu... Guru - Love, Bless and Dreams Comes True ❣️

Guru di MA Al-Azhar Asy-Syarif Sumatera Utara. Terima kasih yang sudah vote dan kasih komentar. Salam Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Sedekah Segelas Susu Hangat, Kenangan Ramadan Masa Kecilku

2 April 2023   02:39 Diperbarui: 2 April 2023   04:49 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan masa kecil, hmm. Alangkah manisnya. Sejak saat itu aku tahu apa arti orang yang punya dan tidak punya.

Orang yang punya, dalam hatiku, bisa memiliki yang ia punya. Bisa memberi. Itu yang indah. Itu yang aku iri. Oh, perlahan aku memahaminya. 

Ramadan kecilku. Kulalui dengan kenangan pada sosoknya. Sosok yang membuat aku merasakan indahnya Ramadan. 

Dia adalah guru ngaji kami. Anak lorong gang sempit di tepian kuburan Muslim. 

Namanya Pak Ridwan. Kami tidak memanggilnya Ustadz karena dia tidak menginginkannya. Dia telah pergi haji, karena dia orang berpunya. Tapi dia tidak ingin dipanggil Pak Haji. Dia masih muda dan enerjik. 

Namanya saya samarkan, biarlah hanya kebaikannya yang kekal bukan namanya. Pak Ridwan meski sibuk berjualan ia menyempatkan diri mengajari kami baca Alif Na Ta di musala berlantai 2. Bila tidak sempat ia akan meminta guru pengganti menemani kami belajar di musala. Semuanya gratis. 

Ayah ibu Pak Ridwan orang kaya. Rumahnya termasuk paling bagus di gang rumah kami. Ia berjualan susu kalengan dan aneka barang di sebuah supermarket. Ia menyuplai susu kaleng dan susu bubuk dalam dan luar negeri. 

Tatkala Ramadan datang. Pak Ridwan selalu membuat ceria musala. Ia meramaikan musala dengan sayembara. Siapa yang beroleh penuh puasa Ramadan baginya hadiah yang sudah disiapkan. 

Hati kami penuh bahagia. Kami bercakap-cakap meyakinkan diri bahwa kamilah yang akan mendapatkan hadiah itu. Begitupun aku, aku tentu menginginkan hadiah itu. Hadiah yang membuat khayalan kami terbang ke angkasa. 

Tidak hanya itu, ketika bulan Ramadan datang. Pak Ridwan akan meramaikan musala dengan duduk bersama di lantai bawah. Imam salat, makmum taraweh, tua muda, laki-laki, wanita duduk melingkar menempeli dinding. Menunggu ritual yang setiap tahun kami lalui. 

Semangat memberi jadi pelajaran (Ilustrasi harianbatakpos.com) 
Semangat memberi jadi pelajaran (Ilustrasi harianbatakpos.com) 
Pemuda atau remaja masjid datang dengan cangkir alakadar mengedarkannya di hadapan tua muda. Kami menunggu dengan takzim. Sebagian lain tak sabaran. Demikianlah anak-anak. Sesekali kami saling pandang satu sama lain. 

Ritual ini mencegah menyusutnya jamaah tarawih, ampuh memang walau seiring berjalannya waktu jumlah jamaah dan saf akan berkurang. Alhamdulillah, tapi tidak pernah terlalu kandas. Jamaah selalu hadir, utamanya kami anak-anak asuhan Pak Ridwan. 

Cerek-cerek dituangkan perlahan ke dalam cangkir, aroma sedap menyeruak masuk ke rongga hidung kami yang suges. Itu adalah susu. Susu hangat yang mengenyangkan perut. Kadang susu teh, susu coklat, susu jahe, susu kopi atau susu putih biasa. Semua itu didatangkan dari rumah Pak Ridwan bisa 3 sampai 5 cerek setiap malam. 

Sebagai anak dari keluarga yang sederhana, meminum susu dengan gula murni tentu hal yang hanya ketika Ramadan ini kerap kami dapatkan. Kami bahagia. Berebut taraweh untuk mendapatkan susu dan sekeping dua keping biskuit atau roti sebagai padanannya. 

Peristiwa itu tidak pernah aku lupa. Hingga kini, setelah dewasa. Semua kenangan itu menjadi memori yang terindah ketika Ramadan masa kecilku. Pak Ridwan semoga pahala yang berlimpah dari Yang Maha Pemberi tercurah kepadamu. 

Di sisiku, meskipun itu sudah 25 tahun yang lalu - momen tersebut adalah hal yang menjadi hal yang sulit dilupakan manakala mengingat Ramadan. Kau dengan tulus selama 1 bulan penuh memberi kami susu dan roti. Memberi kelada lebih 30 orang setiap selesai salat Tarawih adalah hal yang aku kagumi sampai sekarang. 

Kau mengajarkan kami untuk menjadi orang yang mampu memberi dengan ikhlas. Membantu anak-anak yang kurang mampu, memberi mereka perhatian, kasih sayang. Memberi mereka semangat literasi, membaca buku kisah nabi, surga dan neraka, iqro dan Al-Quran. Semua masih kukenang. Bagiku dulu, kau adalah ajaib semacam mukjizat dari kisah Nabi-Nabi. 

Kemudian hadiah, di malam takbiran. Kau berikan kepada kami melalui persaksian orangtua kami, alamak terharu sekali aku. Semoga kami bisa meniru contoh yang kau berikan dahulu ketika kami masih kecil. Semangat Ramadan dengan kesederhanaan dan semangat memberi tanpa balas pamrih. Terima kasih Pak Ridwan. 

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun