Larangan Thrifthing
Larangan Thrifthing menjadi riuh rendah di masyarakat. Ada yang menolak dan ada yang setuju. Demi sayangnya pemerintah pada UMKM dan industri dalam negeri - kebijakan ini digalakkan. Menurut Presiden Jokowi, praktek ini mengganggu industri dalam negeri.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan menjual barang impol ilegal atau thrifting akan membuat konsumen memilih produk bekas dan akan menghambat aktivitas utilitas industri di Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanitya - dikutip dari Republika, praktek ini akan menurunkan produksi karena barang yang diproduksi tidak terserap oleh pasar alias tidak laku.
Pemerintah tengah fokus memusnahkan penjualan barang bekas impor sesuai Permendag Nomor 18 Tahun 2021 yang melarang impor katong beras, karung bekas dan pakaian bekas.
Terlanjur Cinta
Penikmat atau penyuka barang Thrifthing bereaksi dengan kebijakan ini. Bagi mereka ini merupakan suatu pilihan. Dikutil dari kompas.com ada beberapa hal yang membuat orang Indonesia menyukai Thrifthing.
1. Ketahanan bahan
Jahitan dan kualitas ketahanan pakaian bekas impor rata-rata bagus. Bahkan bisa awet dipakai selama bertahun-tahun. Ini menjadi komparasi yang cukup mencolok dengan pakaian lokal.
2. Harga
Ada rupa ada harga, begitu kata orang yang berniaga. Perbandingan harga menjadi hal primer. Konsumen banyak yang memilih Thrifthing daripada produk lokal yang menurut sebagaian orang lebih mahal dan kualitas yang hanya menang di promosi.
3. Ukuran beragam
Pencinta Thrifthing menyukai banyaknya pilihan ukuran barang. Untuk ukuran big size juga banyak sedangkan lokal beberapa kali kesulitan mencari ukuran jumbo.
Alasan-alasan demikian membuat konsumen menjadikan Thrifthing sebagai pilihan. Meski bekas, namun harganya murah dan kualitas yang bisa dibilang cukup memuaskan. Ini adalah pilihan dan selera masing-masing orang.
Oleh karena itu, pemerintah diminta lebih bijak menjalankan kebijakan. Perlu dengar pendapat dengan pelaku usaha kecil di masyarakat, UMKM dan konsumen. Cukup dilema memang, disukai masyarakat namun dicegah pemerintah dan dijeritkan pelaku industri besar.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H