Mohon tunggu...
Taufik Hidayat
Taufik Hidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengusaha

Memiliki USaha/Bisnis dan Menjalankan Lembaga Bantuan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelaksanaan Pemilu Pertama di Indonesia

12 Oktober 2023   09:30 Diperbarui: 12 Oktober 2023   09:32 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1. Pemerintahan baru belum siap, termasuk menyusun UU Pemilu.

2. Keselamatan dan keamanan negara stabil karena konflik internal antara kekuatan politik dan target negara, terutama di masa ketika campur tangan TI eksternal masih mengancam. Dengan kata kuncinya, pemimpin lebih memperhatikan urusan konsolidasi.

Di sana, kami adalah perempuan lain yang menjadi korban konsolidasi wilayah negara dalam perjuangan Para Untuk mengusir penjajah, Pemerintah masih mempunyai niat Pemilu. Ada indikasi kuat bahwa para pemimpin politik menyukai pemilu. Misalnya saja pelaksanaan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1948 tentang Penggunaan Pemilu, diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1949 tentang Penggunaan Pemilu. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1949 diamanatkan agar pemilihan umum ini diselenggarakan secara bertingkat (langsung). Sifat pemilunya langsung, karena mayoritas masyarakat Indonesia masih buta huruf. Oleh karena itu, jika pemilu dilakukan secara langsung, dikhawatirkan akan terjadi distorsi kontestasi.

Pada paruh kedua tahun 1950, Mohammad Natsir dari Masyumi menjadi Perdana Menteri, Pemerintah memutuskan untuk meragukan program pemilihan kabinet. Pembahasan penggunaan UU Pemilu hari ini dilakukan oleh Panitia Sahardjo di Kantor Panitia Pemilihan Pusat, kemudian dilanjutkan ke DPRD. Pada masa itu, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, yang menjadi negara kesatuan pada tahun 1949 ketika Negara Republik Indonesia bersatu (RIS).

Ketua Kabinet Natsir meninggal setelah 6 bulan, pembahasan penggunaan RUU Pemilu dilakukan oleh Sukiman Wirjosandjojo, dan Masyumi. Saat itu Pemerintah mencoba menyelenggarakan pemilu berdasarkan pasal 57 UUD 1950, sehingga saya memilih anggota DPR untuk mengawasi pemilu.

Namun Sukiman dan ayahnya urung ikut membahas penggunaan UU Pemilu. Selanjutnya undang-undang ini pernah dibahas di parlemen pada masa kepemimpinan Wilopo di PNI tahun 1953. Jadi digunakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 pemilu. Undang-undang ini menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang dilaksanakan secara langsung, pada umumnya bebas dari kerahasiaan. Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1948 penggunaan pemilu ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1949 yang menganut pemilihan umum bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR menjadi tidak sah.

Yang patut dihormati dan dibanggakan, pemilu pertama ini terselenggara dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 justru mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari luar negeri. Pemilu ini diikuti oleh 30 partai politik termasuk Lewis dan ratusan kelompok calon perseorangan.

Menariknya menggunakan pemilu 1955, ternyata kesadarannya tinggi bahwa persaingan itu sehat. Misalnya saja calon anggota DPR, perdana menteri, dan menteri yang sekarang ditertibkan tidak memperdulikan fasilitas negara dan kewenangan bawahannya untuk menarik pemilu dan menguntungkan partainya. Oleh Thiuna, seorang pejabat tinggi negara, saingan Pikasieuneun dianggap akan memenangkan pemilu di Sagala Waragad. Karena pemilu diselenggarakan dengan dua tujuan, yakni memilih anggota DPR dan memilih anggota DPRD, maka harus dijelaskan hasilnya.

Masa Demokrasi Terpimpin

Sayangnya, kisah sukses pemilu 1955 tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama tidak diikuti pemilu kedua lima tahun kemudian, meskipun pada tahun 1958 Penjabat Presiden Soekarno telah menunjuk Panitia Pemilihan Indonesia Kedua.

Yang terjadi selanjutnya adalah perubahan format politik dengan terbitnya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, keputusan presiden membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang memperkuat impian Presiden Soekarno untuk menguburkan partai. Ketetapan ini kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan menginisiasi otoritarianisme di Indonesia yang -- meminjam Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan negara tidak lagi mengacu pada demokrasi berdasarkan undang-undang, melainkan demokrasi berdasarkan keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun