Mohon tunggu...
taufik footprint
taufik footprint Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh Rumah Tangga

Keep smile

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tidak Dapat Apa yang Dicintai, Cintai Apa yang Didapat.

15 November 2013   04:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:09 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelitik tangan tuhan tidak begitu terasa lagi ketika aku terjepit akan desakan kehendak jiwa dengan keterbatasan tindak tanduk raga yang ku punya, terlihat dimata terdengar oleh telinga saat itu juga otak berkecamuk menyalurkan cepat niat mengakhiri kebohongan ini ke palung hati.


Tapi apa daya kata jika lidah tak penyampai.


Aku sudah teramat mual, tapi ronta gemih tak bermelodi ini hampir setiap saat ku sulam menjadi tabir indah tari suci serombongan bidadari penjaja birahi agar mereka hanya tau bibir ku terkunci akan senyuman dan tidak pernah bersedih.


Tak jauh bedanya dengan aku sengaja menggenggam bara agar nenek tidak tau kalau aku sedang bermain api.


Usaha mencoba memanjakan hasrat ayah bunda sebenarnya aku sudah mencelupkan diri dikubang kotor tiada berpenghuni, terjerat dilautan lumpur yang tak pernah ada tebing untuk aku dapat merangkak keluar.


Seotokratik apakah mereka, jika itu sebuah pertanyaan tolong jangan suguhkan ke aku kawan, jangan!


Cukup pilu, cukup kelu, cukup beku, cukup hati dan aku yang tau.


Dari belia hingga remaja aku sudah mulai merajut asa, menjadi pakar dibidang mesin merupakan citaku sebelum berangkat meninggalkan dunia.

Terhitung dari kelas 6 sekolah dasar hingga kelas terakhir sekolah menengah atas paling tidak sudah 7 tahun aku menggeluti pengetahuan tentang itu.


Aku mengasah menajami kemampuan dengan membaca, melihat, menonton, mendengar apa yang aku citakan.


Jika dikumpul, kira-kira semobil av*nza yang tanpa bangkunya sekitar itulah buku, majalah, tabloit, koran menyangkut mesin yang ku cerna.

Coba bayangkan manusia yang memiliki kehendak dan mempunyai sebegitu banyak dasar.

Tapi entahlah.

Oh mesin, kau begitu indah dimata ku. Harum mu laksana melati yang masih terselimuti buliran-buliran kaca embun pagi.


Tapi kenapa orang tua ku sangat membenci mu?


Apakah karena kau kaku lalu mereka menganggap mu tidak berkalbu?


Apa mereka tidak melihat apa yang ku lihat?


Bukankah kau mulai mendekatkan yang jauh menjadi begitu rapat! Bukankah kau membuat manusia menjadi bisa terbang dengan begitu cepat!
Bukankah kau setia berlayar mengangkat jutaan beban berat tanpa harus melewati darat!


Iya mesin, benar apa kata mu. Orang tua ku memang sedikit tidak peka!


Tapi sudahlah mesin, aku yakin tuhan akan memberi jalan yang berbeda tentu saja dengan cara yang berbeda.

Semoga ini menjadi sayup lilin kecil pemberi cahaya yang dijadikan modal penerangan dihari tua.


Ayah bunda maaf jika pengakuan ini sedikit terlambat, Setelah aku tidak mendapatkan apa yang ku cintai, sudah saatnya aku mencintai apa yang ku dapat.


Aku telah termasuk orang-orang yang jauh sangat beruntung.


Taufik Footprint

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun